Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Memilih Kerendahan Hati dan Persiapan Menerima Kemuliaan Allah – Bagian 6




eBahana.com – Untuk menangani kesombongan dengan efektif, bukan hanya mengakui dosa-dosa kita kepada Allah, namun juga mengakui dosa- dosa kita satu sama lain. Kita melihat contoh-contoh pengakuan diantara orang-orang. Pengakuan seperti itu membutuhkan kerendahan hati.

Cara lain untuk merendahkan diri kita adalah dengan berserah kepada Allah ketika Ia menangani isu khusus dalam hidup kita, mempercayai kesetiaan dan kebenaran-Nya. Musa memproklamasi, “Sebab nama TUHAN akan kuserukan: Berilah hormat kepada Allah kita, Gunung Batu, yang pekerjaan-Nya sempurna, karena segala jalan-Nya adil, Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar Dia” (Ulangan 32:3-4).

Ketika kita dibawah tekanan, mudah menuduh Tuhan, mengatakan, “Allah, Engkau tidak memperlakukan saya dengan benar. Engkau belum menjawab doa-doa saya.” Padahal Ia memiliki rencana- rencana yang berbeda dari kita. Ia akan mengerjakannya sesuai waktu-Nya sendiri. Sangat penting mengerti bahwa Allah secara total adil dan bisa dipercaya.

Jangan pernah berpikir Allah tidak adil. Kita perlu mengesampingkan ide bahwa Tuhan berhutang pada kita. Sikap ini akan membuat banyak perbedaan dalam pendekatan kita kepada-Nya. “Pekerjaan-Nya sempurna.” Ia tidak pernah membuat kesalahan. “Semua jalan- jalan-Nya adil.” Ia “Allah yang setia dan adil.” Apakah kita bisa katakan “Amin”?

Sementara kita bertumbuh dalam kehidupan Kristen, semua dari kita akan mengalami masa-masa ketika segala sesuatunya berjalan salah. Kita akan menghadapi situasi-situasi yang tidak berjalan sesuai keinginan kita. Keuangan kita ketat, harapan-harapan kita tidak terpenuhi, atau teman-teman kita mengecewakan kita. Apa yang akan kita lakukan dalam masa-masa ini? Bagaimana kita harus merespons? Rasul Petrus berkata: “Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya” (1 Petrus 5:6).

Ketika kehidupan tidak berjalan sesuai harapan kita, kita harus merendahkan diri.

Kita perlu menyerahkan masalah kita kepada Tuhan, dengan mengatakan, “Allah, saya tidak mengerti apa yang terjadi, namun saya tahu Engkau sempurna dan adil. Engkau tidak pernah membuat kesalahan. Apa yang Engkau lakukan selalu benar. Saya berserah kepada cara-cara-Mu mengurus. Tolong saya belajar apa yang saya perlu mengerti. Saya bersedia belajar.”

Ketika Allah membawa orang-orang Israel keluar dari Mesir, Ia menangani mereka dengan membiarkan mereka mengalami tantangan-tantangan luar biasa yang mereka tidak harapkan. Ia mengijinkan mereka mengalami keadaan-keadaan yang di rancang untuk merendahkan mereka. Melihat hanya dua ayat dari Ulangan 8 akan menolong kita mengerti lebih baik tujuan-tujuan Allah dalam proses ini. Musa berbicara kepada orang-orang Israel setelah mereka selesai perjalanan mereka melalui padang gurun: “Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak.

Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak di kenal oleh nenek moyangmu” (Ulangan 8:2-3).

Bagaimana Tuhan merendahkan orang-orang Israel? Dengan membiarkan mereka berjalan melalui masa-masa kekurangan – masa-masa ketika keinginan utama mereka tidak dipuaskan.

Kenapa Allah melakukan ini? Apa tujuan-Nya? Untuk merendahkan mereka.

Apakah Ia berhasil? Tidak. Generasi yang musnah di belantara tidak belajar merendahkan diri mereka. Mereka mengeluh, mereka memberontak, mereka menyalahkan Allah – dan, sebagai hasilnya, mereka ditolak masuk ketanah perjanjian.

Ketika kita mengalami masa sulit, “jangan” mengeluh. Jangan berkata, “Allah, saya tidak mampu. Engkau tidak memperlakukan saya dengan baik.” Kenapa kita harus menghindari keluhan seperti itu? Karena bisa menyebabkan kita meleset dari tujuan Allah. Tujuan Allah dalam pencobaan-pencobaan yang kita hadapi adalah untuk merendahkan kita. Jika kita merendahkan diri kita maka tujuan Allah akan terpenuhi.

Berikut nas lain Kitab Suci sebagai respons yang benar kepada Allah selama kita mengalami kesulitan. Dalam nas ini, Ayub bertanya pada Tuhan pertanyaan yang luar biasa: “Apakah gerangan manusia, sehingga dia Kauanggap agung dan Kauperhatikan” (Ayub 7:17).

Apakah kita menyadari bahwa Allah menyelidiki kita dan membawa kita kedalam keagungan. Ayub melanjutkan, “Apakah gerangan manusia…Kaudatangi setiap pagi, dan Kauuji setiap saat? ” (Ayub 7:17-18).

Apakah kita sadar bahwa Allah melawat kita setiap pagi? Dan Allah menguji kita setiap saat? Apakah kita siap menerima lawatan dan ujian-Nya setiap hari?

Allah terus menerus menguji kita untuk melihat apakah kita akan setia dan taat atau memberontak dan tidak taat. Kita tidak memiliki pilihan dalam proses ini. Allah tidak berkata, “Jika kau ijinkan, Aku akan mengujimu.” Tidak, Allah menguji kita saja.

Ketika Ia menetapkan syarat-syarat, bukan perkiraan. Bukan peraturan umum. Ia spesifik secara absolut apa yang Ia syaratkan. Ketika mereka mengalami kesulitan, banyak orang cenderung mengatakan, “Allah tidak menggenapi.” Namun respons-Nya, “Engkau tidak memenuhi syarat-syarat-Ku.”

Apakah Allah sedang berurusan dengan kita saat ini? Apakah kita merasa seolah-olah Ia melawat dan menguji kita setiap pagi? Mari kita merespons kepada-Nya dengan doa kerendahan hati: “Tuhan, dalam semua ujian yang saya hadapi ini, saya merendahkan diri saya dihadapan-Mu. Tunjukkan dimana kesalahan saya dan apa syarat yang harus saya penuhi. Tolong ajar saya apa yang saya perlu tahu dan lakukan. Saya ingin taat dan berserah pada-Mu. Saya memilih untuk merendahkan hati saya. Dalam nama Yesus, amin.”

Sebelumnya, kita berbicara tentang nubuat-nubuat kebangunan rohani yang akan datang dan bagaimana dosa yang belum diakui menjadi penghalang signifikan kebangunan itu. Allah minta kita mempersiapkan jalan untuk-Nya untuk melawat kita. Kita percaya Allah akan melawat gereja “di setiap bangsa.” Kita tidak tahu kapan Ia akan melakukan ini. Waktunya untuk melawat adalah kedaulatan total-Nya. Meski demikian, Kitab Suci membuat jelas bahwa kita harus siap untuk kedatangan-Nya. Kita harus “mempersiapkan jalan Tuhan.”

Ayat-ayat berikut dari Yesaya 40 memberi kita instruksi-instruksi untuk persiapan itu. Kata-kata yang dicatat dalam nas ini juga diaplikasikan pada Yohanes Pembaptis sementara ia mempersiapkan jalan untuk pelayanan Yesus (lihat Matius 3:1-3).

“Ada suara yang berseru-seru: “Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!

Setiap lembah harus ditutup dan setiap gunung dan bukit diratakan; tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata, dan tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran; maka kemuliaan TUHAN akan dinyatakan dan seluruh umat manusia akan melihatnya bersama- sama; sungguh, TUHAN sendiri telah mengatakannya.” (Yesaya 40:3- 5).

Apa hasil dari janji ini? “kemuliaan TUHAN akan dinyatakan dan seluruh umat manusia akan melihatnya bersama-sama.” Namun apa langkah-langkah persiapannya? Bagaimana “kita” mempersiapkan jalan Tuhan? Lagi, kita harus menyingkirkan halangan-halangan yang menahan Allah mencapai apa yang Ia ingin dalam hidup kita.

Indikasi dari Yesaya 40 sementara kita menyingkirkan halangan- halangan ini, kita akan mengalami empat perubahan: Pertama, “Setiap lembah harus ditutup,” atau diangkat. Ini mengacu pada kualitas-kualitas “rendah” banyak orang pandang hina atau rendah hari ini, seperti kesederhanaan, kemurnian, kerendahan hati, keinginan untuk melayani, dan keinginan berada dibelakang layar. “Konsep-konsep lembah” itu yang harus diangkat pada masa kini.

Kedua, “Setiap gunung dan bukit diratakan.”

Seperti “konsep-konsep rendah” harus diangkat, “nilai-nilai tinggi” harus di direndahkan. Semua sensasi, gembar gembor, pernyataan yang berlebihan, membual, berlagak, dan meninggikan diri harus direndahkan. Kecenderungan kita terhadap pemuliaan diri, meninggikan diri, mempromosikan diri – bahkan, dalam lingkungan agamawi, kecenderungan terhadap keinginan untuk tampil super spiritual – harus di rendahkan. Allah tidak akan mendorong jalan-Nya melalui gunung-gunung itu. Gunung-gunung itu harus di rendahkan untuk membuat jalan bagi-Nya.

Ketiga, “tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata.” Apakah ada bidang-bidang yang berbukit-bukit dalam hidup kita?

Bagaimana kita menangani uang? Allah berkata, “Jika kita ingin Allah melawat kita, kita harus meluruskan yang berbukit-bukit.”

Keempat, “tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran (dibuat halus).” Apakah kita memiliki tempat-tempat kasar dalam hidup kita? Apakah kita bereaksi marah ketika hal-hal tidak berjalan sesuai keinginan kita, atau ketika kita ditantang, atau ketika seseorang tidak setuju dengan kita? Apakah kita menjustifikasi diri atau argumentatif, dengan berkata, “Bukan kesalahan saya. Ia yang melakukan kesalahan,” atau kita mengatakan “Gereja kita sempurna. Gereja-gereja lain yang perlu diluruskan”? Dalam pandangan Allah, untuk membawa kebangunan rohani, semua tempat-tempat kasar itu harus dihaluskan.

Kemuliaan Tuhan “akan” diungkapkan. Apakah kita percaya itu? Allah akan memegang Firman-Nya. Ia setia. Namun kemuliaan-Nya hanya akan diungkapkan melalui mereka yang sudah memenuhi syarat-syarat-Nya: Lembah-lembah harus ditinggikan. Gunung-gunung harus direndahkan. Tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata. Tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran (dibuat halus).

Tuhan dalam proses mentransformasi kita untuk memenuhi kata- kata Yesaya 40. Aktifitas-aktifitas diatas ada dalam agenda-Nya untuk gereja di setiap bangsa pada hari-hari yang sangat penting ini. Karena Allah dalam proses ini, kita perlu mengantisipasi pencobaan dan kesengsaraan. Bagi beberapa orang, ujian dan pencobaan sudah dimulai. Bagi lainnya, mereka sudah berada didepan. Kita harus mengenali bahwa jika kita tidak lulus ujian, kita tidak akan siap menerima pewahyuan kemuliaan Allah.

Dalam banyak hal, terserah kita.; kita perlu menentukan apakah kita akan menjadi saluran bagi kemuliaan Tuhan atau apakah kita akan membiarkan gunung-gunung menahan kita. Jika dan ketika kita memenuhi syarat-syarat Allah, kemuliaan-Nya akan diungkapkan. Namun jika kita menolak, Ia akan menahan kemuliaan-Nya.

Pengujian tidak berakhir setelah beberapa tahun pengalaman Kristen kita. Janji Ayub 7:18, benar. Allah melawat kita setiap pagi dan menguji kita setiap hari. Tuhan tidak akan menggunakan siapa pun atau apa pun yang belum diuji. Maka, jika kita ingin dipakai oleh Allah, kita harus diuji. Jika kita lulus ujian, Ia akan memakai kita untuk kemuliaan-Nya.

Semua proses ini berkaitan erat dengan mendengar suara pengarahan Allah untuk kita. Kenapa? Agar kita bergerak maju dengan keyakinan dan kepastian dalam tujuan-tujuan-Nya untuk hidup kita.

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply