Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Bagaimana Kita Bisa Yakin dan Konfirmasi Jelas dan Perjalanan Kita Selanjutnya – Bagian 7




eBahana.com – Mendengar suara Allah dengan benar faktor kunci mencapai sukses spiritual sejati. “Bagaimana kita bisa yakin kita benar-benar mendengar suara Allah?”

Ada empat jenis konfirmasi yang kita harus selalu cari untuk memverifikasi bahwa kita mendengar dengan benar dari Allah.

Konfirmasi pertama sepakat dengan Kitab Suci. Apakah yang kita dengar selaras dengan Roh dan Kitab Suci. Afirmasi seperti itu penting.

Dalam hal ini, ada dua fakta berkaitan. Pertama, Roh Kudus yang membawa suara Allah pada kita. Kedua, Roh Kudus adalah Penulis seluruh Kitab Suci. Kebenaran ini dinyatakan dalam banyak nas Alkitab yang salah satunya: “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Timotius 3:16).

“Diilhamkan Allah” memiliki implikasi bahwa Roh Kudus yang memotivasi dan mengarahkan penulis-penulis Kitab Suci. Ini menolong kita mengerti bahwa Roh Kudus Penulis terakhir “seluruh” Kitab Suci. Dibelakang penulis-penulis manusia, ada satu Pribadi ilahi yang bertanggung jawab atas akurasi dan otoritas Kitab Suci. Pribadi ilahi itu adalah Roh Kudus.

Mari kita letakkan dua fakta itu bersama. Roh Kudus yang membawa suara Allah pada kita, dan Roh Kudus adalah Penulis seluruh Kitab Suci. Kita tahu bahwa Roh tidak pernah bertentangan dengan diri- Nya Sendiri, maka Ia tidak akan pernah membawa pada kita firman “rhema” yang tidak sepakat dengan Kitab Suci.

Dengan pengertian jelas ini dalam pikiran, cara pertama untuk yakin kita mendengar suara Tuhan adalah dengan menguji apakah yang kita percaya kita terima dari Allah berdasarkan Kitab Suci. Apakah sepakat dengan firman, dengan Roh, dan dengan prinsip-prinsip Alkitab? Jika tidak, kita bisa yakin itu bukan suara Allah yang kita dengar. Kita hanya bisa menguji apa yang kita dengar berdasarkan Kitab Suci jika kita tahu apa yang Kitab Suci katakan. Jadi, mengetahui Firman Allah harus menjadi prioritas kita – kita harus membaca dan mempelajari Alkitab.

Satu alasan kita perlu sangat hati-hati menguji apa yang kita dengar karena Satan memiliki banyak tiruan – suara Tuhan. Di tengah kebudayaan dan keadaan masa kini, perlu mengetahui tiruan-tiruan Satan dan bagaimana menolaknya. Nas dalam Yesaya menyatakan fakta ini dengan sangat jelas: “Dan apabila orang berkata kepada kamu: “Mintalah petunjuk kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan komat- kamit,” maka jawablah: “Bukankah suara bangsa patut meminta petunjuk kepada alahnya? Atau haruskah mereka meminta petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup?” “Carilah pengajaran dan kesaksian!” Siapa yang tidak berbicara sesuai dengan perkataan itu, maka baginya tidak terbit fajar” (Yesaya 8:19- 20).

Sesuai nas ini, penasihat-penasihat yang di daftar di awal ayat 19 hidup dalam kegelapan. Allah memperingatkan kita untuk tidak mencari tuntunan dari penasihat-penasihat seperti itu. Bukan hanya itu, tetapi Ia juga membiarkan kita tahu bentuk penghakiman apa yang diletakkan atas mereka yang membawa pesan-pesan, atau mendengar pada pesan-pesan, yang bukan dari-Nya: “Mereka akan lalu-lalang di negeri itu, melarat dan lapar, dan apabila mereka lapar, mereka akan gusar dan akan mengutuk rajanya dan Allahnya; mereka akan mengadah ke langit, dan akan melihat ke bumi, dan sesungguhnya, hanya kesesakan dan kegelapan kesuraman yang mengimpit, dan mereka akan dibuang kedalam kabut” (Yesaya 8:21-22).

Betapa buruknya daftar hasil-hasil yang kita temukan di akhir ayat ini: “kesesakan,” “kegelapan,” “kesuraman yang menghimpit,” “kedalam kabut.” Ini akibat-akibat mendengarkan suara tiruan- tiruan Satan (Iblis) dan ditipu. Dunia penuh dengan tiruan-tiruan ini.

Membutuhkan waktu panjang untuk mendaftar semua jenis penipuan yang Satan gunakan. Pertama dalam daftar adalah spiritis dan peramal. Lalu ada horoskop, Ouija – papan roh atau papan bicara, kartu tarot, opo-opo, jimat, pusaka, meramal dengan cangkir teh, okultisme, perdukunan, tenaga dalam, santet, meditasi transendental, kebatinan, ilmu sihir, dan berbagai bentuk yang disebut metafisika.

Apa akhir dari mereka yang mengikuti tiruan-tiruan itu? “hanya kesesakan dan kegelapan kesuraman yang mengimpit, dan mereka akan dibuang kedalam kabut (kegelapan).”

Sebagai kontras dengan akibat-akibat yang menakutkan itu, jika kita hidup sesuai Kitab Suci, kita akan melihat terang. Kebenaran ini di ekspresikan dalam Mazmur 119:105: “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”

Kita tidak pernah hidup dalam kegelapan jika kita hidup sesuai Kitab Suci. Kita mungkin tidak bisa melihat sangat jauh kedepan, namun kita akan selalu memiliki cukup terang dalam jalan kita dan tahu langkah selanjutnya. Ini yang pertama kita perlu ingat dan konfirmasi paling penting suara Allah: apa yang kita dengar harus sepakat secara total dengan Kitab Suci.

Konfirmasi kedua adalah (konfirmasi keadaan di sekitar kita) ketika keadaan segaris dengan pesan firman. Kadang-kadang, Allah minta kita melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan kita. Kita bertanya apakah ini benar-benar dari Tuhan, namun lalu keadaan memberi konfirmasi. Situasi bekerja sedemikian rupa agar kita tahu Allah sudah mengetahui sebelumnya dan mempersiapkannya.

Untuk mengerti lebih jauh topik ini, mari lihat contoh kehidupan nabi Yeremia ketika ia di penjara dan kota Yerusalem di kepung. Yeremia menubuatkan bahwa kota akan dikuasai dan tanah akan di porak poranda oleh tentara Babylonia. Ia memprediksi akan ada kehancuran dan kesesakan dimana-mana. Namun, setelah menubuatkan peristiwa-peristiwa ini, sementara ia di penjara, ia mendengar firman paling luar biasa dari Allah: “Berkatalah Yeremia: “Firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya: Sesungguhnya, Hanameel, anak Salum, pamanmu, akan datang kepadamu dengan usul: Belilah ladangku yang di Anatot itu, sebab engkaulah yang mempunyai hak tebus untuk membelinya” (Yeremia 32:6-7).

Pada saat itu, ladang tidak memiliki nilai. Tidak memiliki nilai riil ketika Israel dalam kepungan. Tidak ada alasan membeli ladang yang tidak bisa dihindari akan diserbu dan di porak porandakan oleh tentara Babylonia. Jadi, ini instruksi yang mengejutkan dari Allah.

Yeremia melanjutkan: “Kemudian, sesuai dengan firman TUHAN, datanglah Hanameel, anak pamanku, kepadaku di pelataran penjagaan, dan mengusulkan kepadaku: Belilah ladangku yang di Anatot di daerah Benyamin itu, sebab engkaulah yang mempunyai hak milik dan hak tebus; belilah itu!” (Yeremia 32:8).

Tolong catat apa yang Yeremia katakan sebagai respons: “Maka tahulah aku, bahwa itu adalah firman TUHAN. Jadi aku membeli ladang yang di Anatot itu dari Hanameel” (Yeremia 32:8-9).

Mari kita ulang pernyataan keyakinan Yeremia: “Maka tahulah aku, bahwa itu adalah firman TUHAN.” Allah berbicara sesuatu yang menakjubkan dan mustahil pada nabi-Nya. Yeremia tidak yakin mengenai firman ini, namun ia menyimpannya untuk sementara.

Tidak lama setelah mendengarkan pesan, sesuatu terjadi yang membuat Yeremia tahu bahwa ia benar sudah mendengar firman Tuhan. Seperti dikatakan Allah, saudara Yeremia datang ke penjara, dan ia minta Yeremia membeli tanah persis yang Tuhan maksudkan. Itu apa yang disebut (konfirmasi keadaan).

(Dorongon atau gerakan ilahi). Dorongan dimana kita menerima firman dari Tuhan yang memberi konfirmasi keadaan. Seperti Yeremia berkata, “Maka tahulah aku, bahwa itu adalah firman TUHAN.”

Apa konfirmasi penting ketiga yang kita harus cari ketika kita percaya kita mendengar suara Allah? Kita harus mengharapkan dan mengalami damai dalam hati kita. Suara Allah selalu menghasilkan damai Allah, “Hendaklah damai sejahtera (harmoni jiwa) Kristus memerintah (bertindak sebagai wasit terus menerus) dalam hatimu (memutuskan dan menyelesaikan semua akhir pertanyaan yang timbul dalam pikiranmu, dalam keadaan damai), karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh” (Kolose 3:15).

Apakah kita melihat prinsipnya disini? Kita memiliki wasit didalam batin, yang menentukan pertanyaan-pertanyaan yang kita tidak bisa putuskan. Wasit dan pengambil keputusan itu adalah damai Allah.

Ketika damai Allah berkata iya, benar. Namun ketika damai Allah tidak hadir, kita harus hati-hati. Kita perlu berkata, “Allah jika ini dari-Mu, tolong ada damai dalam hati saya.”

Jika ada kegelisahan dan pergumulan didalam kita, dan khususnya jika kita merasa tertekan dan bertindak tergesa-gesa, maka berjaga- jagalah. Kewaspadaan dibutuhkan ketika jelas damai Allah sudah ditarik. Biasanya, ketika damai sudah tidak ada, Allah mencoba berbicara kepada kita, “Engkau tidak mendengar-Ku dengan benar,” atau “Engkau tidak mengaplikasikan apa yang Aku katakan dengan benar.”

Ketiga faktor dari nas dalam Kolose 3 bekerja bersama untuk mengkonfirmasi kita sudah mendengar suara Allah; damai Kristus, rasa syukur, dan Firman Allah dalam hati kita. Suara Allah akan disertai damai, dan kita akan dipenuhi dengan rasa syukur.

Jika ada tantangan atau pergumulan untuk mengucap syukur pada Allah dalam hal apa yang kita dengar, itu tanda peringatan jelas. Jika pujian kita menguap, maka kemungkinan bukan Roh Kudus yang bekerja dalam kita. Ingat “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu” (Kolose 3:15). Apa pun situasinya, pastikan kita terus menerus memeriksa Kitab Suci sebagai dasar apa yang kita pikir pengarahan dan tujuan dari Allah.

Mari kita simpulkan tiga cara kita harus mencari konfirmasi jika kita pikir benar-benar kita mendengar suara Allah: Pertama, “Kesepakatan dengan Kitab Suci.”

Roh Kudus, Penulis Kitab Suci yang membawa suara Allah pada kita. Ia tidak akan “pernah” mengkontrakdiksi diri-Nya. Roh tidak akan pernah mengatakan sesuatu kepada kita yang berlawanan dengan apa yang Ia katakan dalam Kitab Suci.

Kedua, “Konfirmasi keadaan disekitar kita.” Jika dengan satu atau lain cara, keadaan berhasil maka kita tahu Allah terlibat didalamnya.

Ketiga, “Damai dalam hati kita.” Kita merasakan damai Allah sebagai wasit dan pengambil keputusan, yang mengatakan, “Iya, ini benar.

Tidak, itu salah.”

Satu cara konfirmasi lebih jauh bahwa kita mendengar suara Allah adalah dengan bukti yang menguatkan dari saudara-saudara seiman kita.

Kita melihat Allah mendemonstrasikan inisiatif dan tuntunan-Nya dalam kehidupan orang-orang percaya ketika gereja di Antiokhia mengutus Barnabas dan Saulus (kemudian jadi Paulus) untuk pelayanan apostolik: “Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar, yaitu Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang Kirenre, dan Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilayah Herodes, dan Saulus.

Pada suatu hari ketika mereka beribadah (menyembah) kepada Tuhan dan berpuasa….” (Kisah Para Rasul 13:1-2).

Kita belajar bagaimana menyembah adalah persiapan terbaik untuk mendengarkan suara Tuhan. Pemimpin-pemimpin ini dari gereja di Antiokhia “beribadah (menyembah) kepada Tuhan dan berpuasa” – mereka benar-benar mencari Allah dengan segenap hati mereka.

“Ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus: “Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.”

Tolong catat kata-kata ini: “berkatalah Roh Kudus….”berarti Roh Kudus yang membawa suara Allah kepada mereka.

“Maka berpuasa dan berdoalah mereka, dan setelah meletakkan tangan ke atas kedua orang itu, mereka membiarkan keduanya pergi.

Kita perlu memberi perhatian pada kata-kata yang Roh Kudus ucapkan karena sangat signifikan untuk diskusi kita mengenai konfirmasi suara Allah. Roh berkata, “Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.” Camkan di pikiran bahwa Roh Kudus “sudah” memanggil Barnabas dan Saulus sebelumnya. Bukan pertama kali mereka mendengar mengenai panggilan mereka.

Namun peristiwa ini [konfirmasi publik] melalui saudara-saudara mereka, bahwa panggilan mereka dari Allah. Itu sangat penting untuk mereka. Mereka “membutuhkan” konfimasi publik itu.

Untuk memperoleh pengertian lebih jauh, mari kembali sedikit kebelakang ketika Allah berurusan dengan Paulus. Sejak Yesus pertama kali menampakkan diri padanya, Paulus tahu bahwa ia akan menjadi rasul. Paulus berkata ini pada dirinya. Dalam berbagai tempat dalam tulisan-tulisannya, ia menekankan panggilan ilahinya, kita bersyukur kerasulannya bukan berasal dari manusia. Dalam Galatia 1:1, ia menggambarkan dirinya: “Dari Paulus, seorang rasul – bukan karena manusia, juga bukan oleh seorang manusia, melainkan oleh Yesus Kristus dan Allah, Bapa, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati”

Paulus tahu ia diutus “bukan karena manusia, juga bukan oleh seorang manusia, melainkan oleh Yesus Kristus dan Allah.” Sangat jelas panggilan kerasulannya datang langsung dari Allah. Namun demikian, Tuhan mengkonfirmasi amanat ini melalui pemimpin- pemimpin gereja di Antiokhia ketika Roh Kudus berkata, “Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka” (Kisah Para Rasul 13:2). Barnabas dan Saulus sudah menerima panggilan individual mereka, namun ini afirmasi (penegasan) publik mereka. Catatan ini menunjukkan pentingnya Allah Sendiri mengikatkan penerimaan kita dengan konfirmasi yang kita sudah dengar melalui suara-Nya.

Konfirmasi publik atas panggilan Paulus memiliki tiga tujuan. Pertama, menguatkan iman Paulus sendiri. Ada waktu-waktu ketika kita butuh konfirmasi dari orang lain. Banyak dari kita hidup agak kesepian, bertanya jika kita benar-benar mendengar Allah dengan benar karena syarat-syarat nya tampak begitu mustahil. Tuntunan yang Tuhan ucapkan begitu jelas pada kita, bisa kadang-kadang tampak begitu jauh. Namun lalu, dalam kasih karunia-Nya, Allah memberi kita konfirmasi melalui tubuh Kristus.

Kedua, insiden di Antiokhia ini memvalidasi panggilan Paulus pada saudara-saudara seimannya. Tidak cukup ia tahu ia dipanggil.

Mereka harus tahu ia dipanggil, juga – agar mereka bisa dengan yakin mengutusnya dan mendukungnya.

Ketiga, peristiwa itu menekankan saling bergantung adalah sesuatu yang Allah tetapkan memiliki kepentingan besar. Kita tidak bertindak secara sepihak dengan pergi sendiri. Kita tidak boleh berkata, “Tidak masalah apa yang orang lain lakukan. Saya tahu saya benar.” Sikap itu hampir selalu salah. Allah ingin kita menyadari kita anggota-anggota tubuh, dan kita perlu bergantung satu sama lain.

Perhatikan dua poin signifikan di Antiokhia. Konfirmasi atas Paulus dan Barnabas datang melalui saudara-saudara seiman dengan integritas dan kedewasaan yang sudah terbukti. Itu sangat penting siapa yang Allah pakai untuk berbicara pada kita. Jika seorang percaya yang kedewasaan, kesetiaan, dan integritasnya kita ketahui, membuat banyak perbedaan. Konfirmasi dari kawan sekerja jauh lebih signifikan daripada kata-kata yang datang dari seseorang yang mungkin agak kurang stabil atau tidak dewasa dalam iman.

Afirmasi (penegasan) melalui orang seperti itu tidak layak. Namun ketika kata-kata datang melalui orang-orang Kristen dengan karakter dan hikmat yang sudah terbukti, banyak artinya.

Jadi, orang-orang spiritual sejati tidak berjalan sendiri dengan mengabaikan sesama saudara seiman. Kita menghormati karakter Paulus. Ia tahu Allah sudah memanggilnya, namun ia tidak pergi begitu saja dengan berkata, “Saya akan pergi, selamat tinggal.” Ia menunggu Allah bersama sesama pemimpin-pemimpin sampai panggilannya di validasi dan dikonfirmasi. Lalu baru, Paulus pergi dengan dukungan dan doa-doa mereka. Semua dari kita perlu melakukan ini ketika kita melangkah keluar untuk mengikuti suara Tuhan.

Kita harus mengenal kemampuan kita mendengar Allah melalui orang-orang lain sesuai kodrat hubungan kita dengan mereka. Lebih baik hubungan kita dengan mereka, lebih baik kita bisa mendengar apakah suara Allah atau menerima konfirmasi kehendak-Nya melalui mereka.

Hubungan yang benar, karenanya, penting untuk bisa mendengar suara Allah. Ada tiga hubungan khusus melaluinya kita bisa mendengar dari Tuhan – tiga hubungan yang Perjanjian Baru letakkan pesan penting dan kesucian: Pertama, hubungan antara pendeta-pendeta dan jemaat-jemaat mereka. Kedua, hubungan antara suami-suami dan istri-istri. Ketiga, hubungan antara orang-tua dan anak-anak.

Mari lihat dengan singkat apa yang Kitab Suci katakan mengenai setiap dari hubungan-hubungan ini dan apa artinya ini untuk kita mendengar suara Allah.

Ibrani 13:7 mengatakan mengenai hubungan kita dengan pemimpin- pemimpin spiritual kita: “Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka.”

Kata “ingat” disini mengindikasi menghormati. Penulis alkitabiah mengatakan, “Pemimpin-pemimpin kamu telah menyampaikan Firman Allah kepadamu, maka hormati mereka.” Akibatnya, jika Allah berbicara kepada kita secara independen, dengan cara langsung dan pribadi, sangat penting – pemimpin-pemimpin spiritual kita yang sudah menyampaikan Firman Allah kepada kita – memberi konfirmasi apa yang Allah katakan.

Dalam persekutuan Kristen yang bersemangat, normal dan benar untuk umat Allah mendengar konfirmasi melalui pemimpin- pemimpin mereka. Jika kita anggota jemaat dengan kepemimpinan yang saleh, dan jika kita merasa kita mendengar dari Allah. Kita harus memeriksa pada mereka. Jika kita pergi kepada pemimpin- pemimpin ini, dan mereka menantikan Allah dan berdoa, dan lalu kembali dengan keberatan mengenai apa yang kita dengar, kita harus mencatatnya. Jika jawaban mereka pada kita, “Mereka tidak merasa apa yang kita dengar suara Allah,” kita harus hati-hati melanjutkan kata-kata itu.

“Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh.

Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu” (Efesus 5:22-24).

Asosiasi sakral lain dalam pandangan Allah adalah suami dan isteri. Dalam hikmat tidak terbatas-Nya, Tuhan sudah membuat suami kepala dari isteri – bertanggung jawab mengurusnya dan atas kondisi spiritualnya. Kita menyadari banyak suami tidak benar-benar menerima tanggung jawab ini, namun mereka tetap bertanggung jawab meskipun demikian. Jika seorang perempuan yang sudah menikah percaya ia mendengar suara Allah, tidak bijaksana untuknya meneruskan jika suaminya tidak setuju. Paling baik ia memperoleh persetujuan dan restu suaminya.

Banyak kasus dimana perempuan-perempuan meneruskan meskipun suami-suami mereka merasa was-was. Hampir selalu, hasilnya bencana spiritual. Ini karena perilaku seperti itu kebalikan dari orde ilahi Allah. Seorang perempuan bisa memiliki sikap, “Apapun yang suami saya katakan, saya akan tetap melakukannya!” Sikap itu tidak sensitif terhadap suara Allah. Sebaliknya, pola pikir keras hati yang memberontak – dan orang-orang pemberontak jarang mendengar suara Allah dengan akurasi.

Hubungan antara orang-tua dan anak-anak juga sakral dan bisa memberi konfirmasi mendengarkan suara Allah. Dalam Efesus 6:1 kita membaca, “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.”

Tolong catat pengamanan “dalam Tuhan.” Jika orang tua menuntut anak-anak mereka melakukan sesuatu yang secara moral salah atau secara total tidak alkitabiah, anak-anak “tidak” berkewajiban mentaati. Namun jika sebaliknya, anak-anak diarahkan mentaati orang tua mereka. Kita harus ingat jika Allah berbicara pada seorang anak. Ia juga bisa berbicara kepada orang tua mengenai apa yang Ia sudah katakan kepada anak mereka. Jika mereka sepakat dengan ide itu, Ia bisa membuat mereka menerima kehendak-Nya untuk anak mereka.

Ada dua ganda aplikasi untuk semua hubungan sakral ini. Disisi positif, kita harus berharap menerima konfirmasi suara Allah melalui hubungan. Namun disisi negatif, kita harus hati-hati jika kita percaya apa yang Allah katakan pada kita, menyebabkan mereka keberatan.

Keinginan kita mengkonfirmasi apa yang kita percaya Allah sudah katakan harus tulus. Kita bisa menegaskan suara-Nya melalui beberapa tipe konfirmasi: kesepakatan dengan Kitab Suci, keadaan- keadaan disekitar, damai dalam hati kita, dan bukti yang menguatkan melalui hubungan sakral khusus. Ketika semua ini sejalan, kita bisa memiliki keyakinan bahwa kita mendengarkan suara Tuhan dengan akurasi.

Kita sudah membahas menggunakan Kitab Suci dan contoh-contoh pribadi untuk memberi kita pengertian lebih baik bagaimana kita bisa mendengar suara Allah. Namun, kehidupan iman, hikmat dan nasihat orang lain dalam hubungan khusus, bisa membawa hidup kita lebih jauh dari Tuhan. Datang waktunya ketika kita harus menyerahkan diri kita kedalam tangan Roh Kudus dan membiarkan- Nya menuntun perjalanan kita.

Kita sudah belajar satu persyaratan tidak berubah yang Tuhan harapkan dari umat-Nya – mendengar suara-Nya. Meskipun, selama beribu-ribu tahun, Allah sudah berurusan dengan umat manusia dengan cara berbeda, satu persyaratan ini tidak pernah berubah.

Kita juga sudah membahas bahwa mendengarkan dari Allah memampukan kita mengikuti-Nya, dan bahwa suara-Nya pribadi, tidak berwujud, dan selalu pada masa kini. Melalui mendengarkan firman spesifik (rhema) dari-Nya pada masa kini, iman datang, dan kita diberi makan secara spiritual.

Tuhan ingin kita mendengar – dan mentaati suara-Nya. Kemampuan ini mengidentifikasi karakter kedewasaan anak-anak Allah.

Menghasilkan gaya hidup yang berbeda dalam orang-orang percaya sementara mereka mengkultivasi sensitifitas dan kerendahan hati dari “hati yang mendengar.” Bagian dari proses merendahkan diri datang melalui pengakuan – kepada Allah dan orang-orang lain dalam konteks hubungan yang dipercaya, seperti Kitab Suci mendorong kita melakukannya.

Ketika kita mulai mendengar suara Allah, pertanyaan kritikal apakah kita benar-benar mendengarkan suara dari-Nya. Kita fokus pada empat cara untuk menguji apa yang kita dengar – diringkas dalam pertanyaan-pertanyaan berikut: Pertama, apakah sepakat dengan Kitab Suci? Kedua, apakah dikonfirmasi melalui keadaan-keadaan disekitar? Ketiga, apakah kita memiliki damai dalam hati kita? Keempat, apakah dikonfirmasi melalui orang-orang percaya lain?

Diatas semua, kita belajar bahwa untuk mendengar suara Allah, kita harus meluangkan waktu menyembah dan menunggu Tuhan. Jika kita secara konsisten menyediakan waktu untuk mendengar suara- Nya, dan jika kita datang pada-Nya untuk menyembah dan merendahkan diri, hati kita akan dibuat siap menerima apa yang Ia ingin katakan pada kita.

Oleh karenanya, perjalanan ini masih jauh dari akhir, ini baru awal dari kehidupan baru kita untuk menghasilkan berkat tak ternilai, sementara kita memperhatikan pertumbuhan hubungan kita dengan Tuhan. Hasilnya buah yang berakhir sampai kedalam seluruh kekekalan (lihat Yohanes 15:16). Semua hasil-hasil ini akan datang dari hubungan kita dengan Yesus Kristus: mendengarkan suara Allah.

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply