Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Satu Halangan dan Akar dari Masalah dan Satu-satunya Penyembuh Dua Realita Tidak Terpisahkan – Bagian 4




eBahana.com – Dalam kitab Markus digambarkan perjumpaan Yesus dengan seorang muda – dan halangan yang menahan orang muda itu untuk menjadi murid Yesus.

“Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya Ia bertanya: “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” (Markus 10:17).

Dalam catatan Markus kemudian, kita menemukan bahwa individual ini yang datang kepada Yesus seorang muda kaya. Disini, dikatakan ia “datang berlari-lari” kepada Yesus – ia antusias.

“Jawab Yesus: “Mengapa kau katakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain dari pada Allah saja.

Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!”

Lalu kata orang itu kepada-Nya: “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku.”

Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku” (Markus 10:18-21).

Frasa “Yesus, memandang dia dan menaruh kasih kepadanya” menarik. Ketika Ia mengasihi kita, Ia memandang kita dan melihat langsung kedalam bagian terdalam dari kepribadian kita. Ia tahu segala sesuatu mengenai kita, dan Ia akan dengan tepat menunjuk jari-Nya pada “satu halangan” yang berada antara kita dengan Dia.

Halangan ini tidak sama untuk setiap orang. Dengan orang muda yang kaya itu, halangannya harta bendanya. Namun dengan yang lainnya, bisa sesuatu yang sangat berbeda.

Sebagai contoh, dalam hidup kita, bisa keterikatan pada seorang pacar. Bisa pekerjaan yang kita capai atau usaha untuk melanjutkan tingkat akademis lebih tinggi. Apapun itu, jika itu lebih penting bagi kita daripada Yesus. Ia akan membuatnya menjadi perhatian kita. Dan kita perlu membuat keputusan mengenai prioritas kita dalam hidup.

Yesus, memandang dia, dan berkata padanya, “Hanya satu lagi kekuranganmu…” (Markus 10:21).

Orang kaya muda itu hanya kekurangan “satu hal” – namun itu satu-satunya aspek penting kehidupan. Segala sesuatu lainnya nomer dua. Orang muda kaya itu memiliki segala sesuatu yang hidup bisa berikan, kecuali: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku” (ayat 21).

Mari kita ulangi Yesus “tidak mensyaratkan” ini pada setiap orang yang datang pada-Nya. “Tidak ada dalam Perjanjian Baru dikatakan ketika kita diselamatkan, kita harus memberikan semua harta benda kita kepada orang miskin.” Yesus menunjuk jari-Nya pada satu halangan yang ada antara orang kaya muda itu dengan keselamatan atau pemuridannya. Ia berkata, “Serahkan segala sesuatu yang kamu inginkan. Juallah semua, dan datang dan ikuti Aku.”

Kita mengapresiasi bagaimana dengan jelas Perjanjian Baru dalam deskripsinya. Ingat ketika orang muda kaya ini datang pada Yesus, ia “datang berlari” (Markus 10:17).

Namun ketika ia pergi, ia berjalan: “Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya” (Markus 10:22).

Sebagian besar orang berpikir memiliki “banyak harta” akan membuat mereka bahagia. Sebaliknya dengan orang muda ini. Banyak hartanya malah membuatnya tidak bahagia. Kenapa? Karena ia tidak bersedia melepaskannya demi mengikut Yesus.

Untuk sejenak, gambarkan diri kita berdiri dengan Yesus. Tidak ada orang lain dalam gambaran ini. Yesus memandang kita, dan Ia mengasihi kita. Namun dengan mata-Nya yang mengasihi, Ia melihat kedalam bagian terdalam kepribadian kita. Ia tahu segala sesuatu tentang masa lalu kita. Ia melihat setiap aspek karakter kita. Dan Ia berkata, “untuk mengikuti-Ku, kamu harus menyerahkan satu hal yang menahan kamu. Kamu harus meletakkannya di kaki-Ku.”

Kita mungkin dalam posisi perlu menyerahkan halangan antara kita dan Yesus. Kita mungkin orang Kristen yang tulus dan anggota gereja dengan reputasi baik. Kita mungkin melakukan banyak hal baik. Seperti orang muda itu, kita mungkin melakukan semua perintah-perintah.

Namun Yesus berkata pada kita, “Satu hal kekurangan kita…” kemungkan satu elemen yang kita kekurangan adalah perkara yang paling penting dari semua: “komitmen hubungan pribadi dengan Yesus dimana Ia Tuhan atas segala sesuatu dalam hidup kita.” Atau, mungkin aspek khusus hidup kita yang kita genggam dengan erat dan tidak mau kita lepaskan.

Mari lanjutkan pikiran sejenak tentang “satu hal” pertanyaan ini. Jika kita memiliki perasaan bahwa Yesus mengkonfrontasi kita – bagaimana kita meresponsnya?

Apakah kita akan meletakkan segala sesuatu di kaki-Nya tanpa syarat dan berkata, “Tuhan, tolong ambil saya sebagaimana saya adanya. Saya akan melayani Engkau dan mengikuti-Mu sesuai kemampuan terbaik saya”? Atau, akankah kita katakan, “Tuhan, sebenarnya saya ingin mengikuti-Mu sepenuhnya, namun [pacarku tidak akan mengerti; keluargaku mungkin tidak mengijinkan; Saya mungkin kehilangan pekerjaanku; teman-temanku mungkin memperolokku.” Adakah penghalang antara kita dengan Yesus saat ini?

“Satu hal” dibutuhkan. Banyak aktifitas dalam hidup – penting atau menyenangkan – namun hanya ada satu perkara penting secara absolut: “menjadi murid Yesus Kristus dengan memiliki komitmen penuh.”

Ini mungkin momen paling kritis dalam hidup kita semua. Kita kemungkinan tidak pernah berada dalam tempat lebih baik atau waktu lebih baik untuk membuat keputusan ini saat ini. Mari kita ucapkan doa berikut bersama: “Tuhan Yesus, Engkau menyerahkan segala sesuatunya untuk saya. Engkau mati untuk saya agar saya diselamatkan. Saya menyerahkan diri saya pada-Mu saat ini tanpa syarat. Saya meletakkan segalanya dalam hidup saya yang saya pernah buat lebih penting daripada-Mu.

Saya menyerahkan diri saya pada-Mu tanpa syarat. Tanpa pamrih dan tanpa syarat-syarat terselubung. Tolong terima saya apa adanya dan buat saya sesuai dengan yang Engkau inginkan. Untuk kemuliaan-Mu, Tuhan Yesus.

Amin.”

Sekarang kita bisa dengan bebas mengucap syukur pada Allah atas belas kasih-Nya dan atas apa yang Ia akan lakukan dalam hidup kita! Apapun rencana-Nya, kita bisa bergantung pada Yesus untuk menolong kita. Ia Satu yang merendahkan diri-Nya sendiri untuk mencapai kehendak Bapa-Nya di bumi. Dan itu langkah selanjutnya menuju kebangunan rohani yang akan kita pelajari: “merendahkan diri kita.”

Kita sudah mengakui problem universal kesombongan (pride), kita perlu mengajukan pertanyaan, “Bagaimana kita bisa menangani hal ini? Allah secara absolut dan spesifik menunjukkan bagaimana menanganinya.

Untuk menemukan apa yang Tuhan katakan mengenai kesombongan (pride), kita akan mulai dengan melihat satu nas dalam 1 Petrus yang dikutip dari kitab Amsal Perjanjian Lama: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati” (1 Petrus 5:5).

Ayat asli dari Amsal lebih keras mengenai respons Allah pada kecongkakan: Apabila Ia menghadapi pencemooh, maka Ia pun mencemooh, tetapi orang yang rendah hati dikasihani-Nya (Amsal 3:34).

Apakah kita melihat bagaimana sia-sianya doa kepada Allah yang keluar dari kecongkakkan? Jika kita melakukan itu, Allah akan menolak kita. Ia akan berdiri melawan kita. Kita boleh menggunakan kata-kata paling baik dan mengutip Kitab Suci dengan fasih. Namun jika doa kita keluar dari kecongkakkan, Allah akan menolak kita, dan doa-doa kita tidak akan mencapai apa yang kita harapkan.

Selanjutnya, kita sampai pada 1 Petrus 5:6, “Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.”

Satu-satunya penyembuh untuk kecongkakkan (pride) adalah merendahkan diri. Dalam hal itu, kita perlu mencatat satu fakta: Kitab Suci jelas bahwa kita tidak bisa minta Allah membuat kita rendah hati. Tuhan selalu berkata, “Rendahkan dirimu.” Allah bisa merendahkan kita dan Ia bisa melakukan itu kadang-kadang untuk mengkoreksi kita atau menarik perhatian kita, namun hanya kita yang bisa membuat diri kita rendah hati.

Bagaimana itu bisa? Kita hanya bisa melakukannya ketika Roh Kudus bergerak di atas kita. Kita tidak bisa melakukannya dengan kekuatan kita sendiri. Namun ketika Roh Kudus menjamah hati kita, kita akan mendapatkan kemampuan untuk merendahkan diri.

Sebagai contoh kerendahan hati, seorang perempuan berdosa yang berdiri dibelakang Yesus, menangis dan mencuci kaki-Nya dengan air matanya (lihat Lukas 7:36-50).

Latar belakang peristiwa ini Yesus diundang, diantara tamu-tamu lain, untuk makan di rumah pemimpin agama, seorang Farisi. Namun perempuan ini yang tidak pernah disebut namanya, satu-satunya yang berjalan keluar dari pertemuan itu dengan bebas. Kenapa? Apa yang ia lakukan? Ia merendahkan dirinya. Ia tidak bisa melakukan lebih daripada yang ia sudah lakukan. Ia mencuci kaki Yesus dengan air matanya dan mengeringkan dengan rambutnya. Lalu ia mengurapi kaki-Nya dengan minyak wangi. Kerendahan hati adalah satu-satunya penyembuh kecongkakkan.

Orang-orang sering menggunakan pepatah “Kecongkakkan awal dari kejatuhan,” mereka mengutip dari Alkitab. Namun ini bukan apa yang Alkitab sebenarnya katakan. Dikatakan, “Kecongkakkan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan” (Amsal 16:18). Jika kita mentoleransi kecongkakkan dalam hidup kita dan tidak menanganinya dengan cara alkitabiah, akan pads akhirnya menghancurkan kita. Sedihnya, bisa menghancurkan keluarga kita juga.

Mari kita tekankan lagi bahwa Allah tidak akan merendahkan diri kita untuk kita. Ia akan memberi kita kasih karunia untuk melakukannya. Ia akan mengutus Roh Kudus untuk menolong kita, dan Roh Kudus akan memohon kita untuk merendahkan diri. Namun kita harus membuat responsnya. Kita harus merendahkan diri kita sendiri.

Tolong mengerti bahwa kerendahan hati bukan emosi. Jadi, jangan mencoba merasa “rendah hati.” Terus terang itu konyol. “Kerendahan hati suatu keputusan dari keinginan yang diekspresikan dalam tindakkan,” seperti tindakkan perempuan yang mencuci kaki Yesus dengan air matanya.

Dalam pengajaran-pengajaran-Nya, Yesus memberi beberapa ilustrasi jelas dari kerendahan hati sejati. Mari lihat satu darinya dalam Lukas 14, dimana Yesus berada dalam perjamuan yang disediakan oleh seorang Farisi lain.

“Karena Yesus melihat, bahwa tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan, Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka” (Lukas 14:7).

Setiap orang dalam perjamuan berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan. Mereka masuk dan pergi langsung ke ujung meja karena itu dimana mereka ingin duduk dan ingin dilihat. Namun Yesus mengatakan pada mereka: “Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling hina” (ayat 8-9).

Yesus begitu praktis! Ia berkata, “Mulai dengan mengambil tempat terendah, karena lalu kamu tidak bisa pindah lebih rendah.”

Kita tahu betapa bahayanya melayani kebenaran-kebenaran spiritual tanpa memenuhi persyaratan-persyaratan untuk kita sendiri – khususnya mengenai subyek kecongkakkan. Agar kita merendahkan diri kita dihadapan Tuhan. Mengatakan pada-Nya kita tidak memiliki apa-apa untuk disampaikan selain dari apa yang Ia beri kita, katakan “Tuhan, saya tidak memiliki apa-apa untuk diberikan kepada orang-orang ini kecuali apa yang datang dari hati-Mu, melalui hati saya, kepada mereka.”

Yesus melanjutkan perumpamaan undangan perkawinan-Nya dengan nasihat: “Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain” (Lukas 14:10).

Apakah kita melihat bagaimana praktisnya Yesus? Apakah kita melihat begaimana sederhananya Ia membuatnya? Kerendahan hati bukan emosi. Bukan penampilan hyper-spiritual. Melainkan keputusan yang diekspresikan melalui cara kita bertindak. Apakah kita mengambil tempat diatas atau apakah kita mengambil tempat terendah? Kita boleh berbicara menjadi rendah hati. Namun jika kita selalu menyasar tempat tertinggi, semua hanya omong kosong tanpa isi.

Yesus memberi kita hukum universal. Dikatakan “hukum universal,” karena hukum ini yang mengatur alam semesta – bukan hanya kehidupan manusia atau kehidupan di bumi ini, melainkan seluruh kehidupan.

“Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Lukas 14:11).

Tidak ada pengecualian pada hukum ini. Ini berlaku bagi setiap dari kita. Apakah kita ingin ditinggikan? Maka rendahkan diri kita. Namun jika kita meninggikan diri kita, kita akan direndahkan. Dengan kata lain, kita menentukan seberapa tinggi akhir kita dengan seberapa rendah kita mulai.”

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply