Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

MEMPRAKTIKKAN IMAN




eBahana.com – Iman harus diakui dengan mulut. Namun, apakah itu saja? Sering sekali orang agamawi membuat kesalahan karena menggunakan kata‐kata kosong tanpa arti. Bagaimana kita bisa menghindari ini? Bagaimana kita bisa yakin kata-kata yang kita gunakan dalam pengakuan kita benar-benar keluar dari iman yang tulus murni dalam hati kita? Untuk menjawab pertanyaan ini, Alkitab memberikan jawaban praktis. Iman yang diakui dengan mulut harus didukung dengan perbuatan-perbuatan yang benar. Iman tanpa perbuatan yang benar pada hakikatnya mati.

Dalam Galatia 5:6 Paulus menganalisis inti permasalahannya, “Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih.” Paulus di sini mengungkapkan empat hal vital dalam urutan yang logis.

Pertama, menggunakan hal bersunat sebagai contoh. Paulus berkata bahwa tidak ada tata cara keagamaan yang tampak dari luar yang dengan sendirinya membuat kita memuliakan Allah. Allah hanya berkenan dengan apa yang ada di dalam hati, bukan yang ada di luar.

Kedua, iman adalah elemen penting dalam kekristenan sejati. Ini kondisi batin (hati), satu-satunya yang bisa diterima Allah dan tidak ada penggantinya. Alkitab menuntut penekanan pada sentralitas iman.

Ketiga, Paulus berkata, iman bekerja. Iman itu aktif. Di mana tidak ada perbuatan benar, tidak ada iman yang sesungguhnya.

Keempat, iman bekerja dengan kasih. Di mana tidak ada perbuatan kasih, tidak ada iman sejati. Kasih pada dasarnya positif, menguatkan, menghibur, dan membangun. Di mana ada perbuatan-perbuatan negatif, kritis, tidak ramah dan tak kenal belas kasihan, di situ tidak ada bukti kasih, dan karenanya, tidak ada iman. Perbuatan-perbuatan seperti itu mungkin bermuara dari agama, dan yang pasti bukan dari iman.

Satu kitab dalam Perjanjian Baru yang menekankan hubungan antara iman dan perbuatan adalah Kitab Yakobus. Beberapa komentator mengatakan bahwa ada perbedaan pandangan Yakobus tentang iman dan pandangan Paulus tentang iman. Mereka mengatakan Paulus menekankan bahwa keselamatan didapatkan hanya melaui iman, tanpa perbuatan. Sementara, Yakobus menegaskan bahwa iman harus diekspresikan dengan perbuatan.

Sebenarnya tidak ada kontradiksi. Keduanya mengamati dua sisi dengan kebenaran yang sama. Kita dijustifikasi oleh iman tanpa perbuatan karena tidak ada perbuatan yang bisa kita lakukan yang olehnya kita dibenarkan.

Namun, setelah dijustifikasi tanpa perbuatan, kita harus mengekspresikan iman kita dengan perbuatan. Jika tidak, iman kita tidak valid. Jadi, Paulus mengatakan bagaimana kita menerima kebenaran dari Allah dan Yakobus mengatakan buah-buah apa yang dihasilkan ketika kita sudah menerima kebenaran (iman keselamatan) dari Allah. Tidak ada konflik antara dua pandangan ini, hanya perbedaan dalam penekanan.

Selain itu, sangat salah menyimpulkan bahwa Paulus tidak menekankan pada perbuatan. Dalam Galatia 5:6, seperti kita sudah lihat, ia menunjukkan bahwa kodrat iman sesungguhnya adalah perbuatan, dan perbuatan melalui kasih. Ia mengemukakan kebenaran yang sama juga dalam 1 Korintus pasal 14 yang terkenal mengenai “kasih” dan dalam banyak bagian di tulisannya.

Bagian utama dari ajaran Yakobus mengenai iman dan perbuatan ada dalam suratnya, pasal 2, ayat 14–26. Kita membagi nas ini menjadi enam bagian dan menganalisis setiap bagian sesuai urutannya.

 

1. Pengakuan Iman Tanpa Perbuatan

Ayat 14, Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?

Ayat 15, Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari.

Ayat 16, Dan seorang dari antara kamu berkata: “Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apa gunanya itu?

 

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply