Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Kasih yang Membara & Iman Bekerja Melalui Kasih & Kemajuan Ke Atas – Bagian 2




eBahana.com – Setelah membaca kebutuhan besar akan kasih untuk menghasilkan dalam orang-orang Kristen dan dipraktikkan diantara mereka, kita mungkin memiliki keyakinan dan penyesalan. Itu respons yang sehat untuk semua orang percaya. Memampukan kita untuk maju memenuhi persyaratan kebenaran Allah. Karenanya, mari kita pelajari tema kasih ini lebih jauh.

Dalam 1 Petrus 1, rasul memberi kita bukti sudah “dilahirkan kembali.” Istilah “dilahirkan kembali” mungkin menjadi ungkapan yang sudah kehilangan makna karena terlalu sering di ucapkan pada banyak orang, namun jika kita mengklaim benar-benar sudah dilahirkan kembali, atau lahir baru melalui Roh (lihat Yohanes 3:3-8) – kita perlu tahu apa arti kata ini sesungguhnya.

Istilah “dilahirkan kembali” sering digunakan sebagai pengidentifikasi oleh orang-orang yang ingin menganggap diri mereka spiritual namun tidak benar-benar ingin merubah gaya hidup mereka. Mereka tidak bersedia mengalami transformasi radikal dalam pandangan atau perilaku mereka. Kebalikannya, mereka hanya ingin memikirkan diri mereka sebagai orang baik yang sedang menuju surga.

Banyak pengajaran dalam gereja mengenai kelahiran baru sama sekali meleset dari targetnya dan sehingga menipu orang-orang.

Ada banyak orang yang bermaksud baik berpikir mereka akan masuk surga, namun akan kecewa. Mereka menganggap istilah “lahir baru” sebagai semacam paspor surgawi.

Kebalikan dari salahpengertian ini, ini apa yang Petrus katakan tentang kelahiran baru: “Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu sungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu” (1 Petrus 1:22-23).

Dalam satu kata, apa bukti bahwa kita sudah benar-benar lahir baru? “Kasih.”

Jika kita sudah mengalami kelahiran baru, kita akan mengasihi sesama orang percaya. Petrus mengindikasi kita tidak akan bisa mengasihi dengan cara kita mengasihi jika kita belum dilahirkan kembali. Meski demikian, bahkan ini tidak cukup. Ia berkata kita harus melanjutkan memurnikan hati kita sampai “kita mengasihi satu sama lain dengan kasih yang membara.”

Ini menunjukkan bahwa diselamatkan lebih dari hanya perubahan label dari “orang berdosa” menjadi “lahir baru.” Keselamatan tidak hanya menjawab panggilan altar dalam kebaktian gereja atau melalui upacara agamawi. Sebaliknya, “diselamatkan adalah transformasi total kehidupan” yang memindah kita dari kegelapan kedalam terang dan membuat kita tidak lagi budak Satan melainkan sebaliknya anak Allah.

Kita harus memastikan keselamatan kita dengan mempercayai Kristus sebagai Juruselamat kita dan lalu, dengan Roh Allah, menghasilkan bukti riil transformasi dalam hidup kita.

Apa bukti bahwa seseorang benar-benar mengenal Allah? Kita menemukan konfirmasi tambahan dari jawaban itu dalam 1 Yohanes pasal 4, nas yang memulai seluruh pembelajaran kita: “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan (setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah)” (1 Yohanes 4:7).

Jika kita mengukur dalamnya pernyataan itu, kita akan melihat sesuatu luar biasa. Seperti nas dari 1 Petrus, mengatakan kepada kita ada jenis kasih yang seseorang tidak bisa miliki kecuali ia sudah benar-benar dilahirkan kembali. Hanya mereka yang sudah “lahir dari Allah” bisa memiliki jenis kasih ini. Jika kita hanya memiliki jenis kasih manusia sehari-hari yang umum dalam kehidupan orang-orang diseluruh dunia, itu bukan bukti kita sudah dilahirkan kembali.

Dalam ayat selanjutnya, Yohanes mengatakan, “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih” (1 Yohanes 4:8).

Apa bukti bahwa kita benar-benar mengenal Allah? Jawabannya, kita memiliki kasih-Nya.

“Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah.” Kita mungkin tahu banyak ayat-ayat Kitab Suci. Kita mungkin tahu banyak teologi. Kita mungkin anggota gereja. Namun jika kita tidak mengasihi, kita tidak mengenal Allah. Karena jika ada satu Pribadi yang benar-benar berharga untuk dikenal, adalah Allah.

Dalam usaha keras kita untuk mengerti dan memiliki jenis kasih yang akan membawa kebangunan rohani kepada dunia, kita perlu mengambil waktu sejenak untuk mempelajari hubungan antara kasih dan perbuatan-perbuatan. Dapat dimengerti, ketika disebut kata “perbuatan-perbuatan,” banyak orang Kristen sedikit gugup, karena kedengarannya “legalistik.” Kita tahu bahwa Alkitab berkata kita diselamatkan melalui iman dan bukan melalui perbuatan (lihat Roma 4:2-4; Efesus 2:8). Meski demikian, perbuatan perlu dipertimbangkan dalam seluruh konteks alkitabiah.

Untuk bagian dari pembelajaran kita ini, mari kita lihat Yakobus 2:26, yang mana sepenuhnya pernyataan logis: “Seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.”

Ini yang Yakobus katakan dalam ayat ini – dan dalam seluruh pasal ini: kita bisa “mengatakan” kita memiliki iman, namun jika tidak ter- ekspresikan dalam apa yang kita “lakukan” adalah iman mati.

Sebagai contoh, kita bisa mengatakan kepada seseorang dalam kebutuhan, “Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? (Yakobus 2:16). Kata-kata kita hanya kata-kata kosong.

Jadi, Yakobus mengatakan pada kita bahwa hanya memiliki iman tidak cukup. Ia tidak mengatakan memiliki iman salah – ia berkata tidak cukup. Iman kita harus di ekspresikan melalui tindakkan- tindakkan kita yang dapat dilihat. Dalam Alkitab, tindakkan- tindakkan yang kita lakukan disebut “perbuatan-perbuatan.”

Apa cara alkitabiah meng-ekspresi iman kita melalui perbuatan- perbuatan? Kita temukan dalam kitab Galatia.

Sekali kita mengerti apa yang Alkitab katakan mengenai iman dan perbuatan-perbuatan, kita perlu merespons. Galatia 5:6 mengatakan pada kita: “Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih.”

Bagaimana iman bekerja? “Melalui kasih.”

Mari kita jujur. Jika kita memiliki iman yang tidak bekerja melalui kasih, maka jenis iman apa yang kita miliki? Sudah jelas, kita memiliki iman mati. Ini urutan pikiran logisnya: Pertama, iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati. Kedua, iman bekerja melalui kasih. Ketiga, oleh karena itu, iman tanpa kasih adalah mati.

Pewahyuan-pewahyuan dalam pernyataan-pernyataan ini jauh lebih signifikan untuk hidup kita dari pada yang kita sadari. Mengatakan pada kita kebenaran dengan berani. Kita bisa memiliki doktrinal iman paling cermat dan akurat. Kita bisa memiliki titik setiap huruf secara teologis. Dan tetap saja iman kita bisa mati sama sekali jika tidak diekspresikan dalam kasih.

Mayoritas gereja tidak menghasilkan kasih sebagai sasarannya. Mereka lebih fokus pada membangun kebenaran-kebenaran doktrinal tertentu. Jika kita tidak menyasar apa-apa, kita tidak mengena apa-apa. Begitu mudah untuk mengkritik gereja. Tidak di butuhkan kepintaran untuk melakukannya. Namun untuk “merubah” gereja – suatu tugas. Dan tugas itu ada di hadapan kita: untuk membawa kasih ke gereja.

Paulus berkata dalam nas pembukaan 1 Korintus 13: “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat…..” (ayat 1).

Ini komentar yang mengejutkan. Apakah kita berbicara dalam bahasa lidah? Jika demikian, apakah kita pernah berbicara dalam bahasa malaikat ketimbang bahasa manusia.

Menurut Kitab Suci dimungkinkan berbicara bukan hanya dalam bahasa lidah manusia namun juga dalam bahasa malaikat.

Mari kembali ke 1 Korintus 13:1: “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.”

Tanpa kasih, kita hanya suara kosong. Apakah mungkin menyalahgunakan karunia-karunia Roh Kudus. Jawabannya pasti ya. Penggunaan karunia-karunia tanpa kasih adalah penyalahgunaan.

“Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna” (1 Korintus 13:2).

Mudah untuk kita berpikir bahwa ayat di atas berlaku bagi orang lain. Namun kenapa tidak berlaku juga untuk kita? Rasul mengatakan, “Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku” (1 Korintus 13:3).

Ada beberapa pendeta yang menolong orang-orang dengan menggunakan karunia-karunia spiritual mereka – namun tidak ada faedahnya untuk mereka. Hal yang sama bisa terjadi dengan siapa pun. Tanpa adanya kasih, dimungkinkan bagi kita menolong orang lain, tanpa ada faedah spiritual untuk kita.

Lanjut ke ayat satu pasal 14, kita membaca, “Kejarlah kasih itu dan usahakanlah dirimu memperoleh karunia- karunia Roh” (1 Korintus 14:1).

Paulus tidak menentang karunia-karunia Roh Kudus, namun ia berkata kita harus membuat prioritas dengan benar. Prioritas nomer satu bukan karunia-karunia Roh Kudus – melainkan kasih. Alkitab Revised Standard Version menterjemahkan bagian pertama dari ayat ini, “Jadikan kasih sasaran kita….” itu terjemahan yang bagus.

Apakah kita akan menjadikan kasih sasaran kita? Jika kita menjadikan kasih sasaran kita, kita akan menjadi orang yang berbeda dari pada kita sekarang.

Jika kita ingin menjadikan kasih sasaran kita, pertama kita harus bisa menerima kasih Allah. Tuhan mengimpartasi kasih-Nya kepada kita dengan dua cara. Cara pertama melalui Roh Kudus-Nya: “Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Roma 5:5).

Tidak ada batas di pihak Allah – Ia mencurahkan saja kasih-Nya. Batasnya di pihak kita. Berapa banyak kita ingin menerima?

Cara kedua Allah mengimpartasi kasih-Nya kepada kita melalui Firman-Nya: Sesuai hubungan antara Firman Allah dan kasih-Nya, 1 Yohanes 2:5 mengatakan pada kita: “Tetapi barangsiapa menuruti [firman-Nya], di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia.”

Sejak penciptaan, aktifitas Allah di bumi bukan hanya melalui Roh- Nya, atau hanya melalui Firman-Nya, melainkan melalui kerjasama Roh-Nya dan Firman-Nya. Pada mula Kejadian, kita membaca: “Roh Allah melayang-layang diatas permukaan air. Berfirmanlah Allah….” (Kejadian 1:2-3).

Ketika Firman dan Roh dikombinasikan, penciptaan terjadi. Dan ini bagaimana Allah terus bekerja dalam hidup kita hari ini – melalui kombinasi Firman-Nya dan Roh-Nya.

Bagaimana kasih Allah membawa kesempurnaan dalam kita? Dengan kita melakukan Firman-Nya. Jadi, bukan hanya Roh, atau hanya Firman, melainkan kerjasama Roh dan Firman sehingga kasih- Nya dicurahkan untuk menyempurnakan kita.

Kita simpulkan bahwa isu pertama, “Mengasihi sesama,” untuk Kebangunan Rohani yang Akan Datang. Namun, pertanyaan vital yang perlu kita tanyakan, “Apa yang Allah syaratkan dari kita untuk membawa kebangunan rohani ke gereja dan ke bangsa-bangsa? Kita sudah menemukan bahwa persyaratan-Nya adalah “kasih.” Hanya Allah “adalah” kasih akan datang dengan jenis persyaratan itu!

Sebelum kita masuk ke isu kedua, “Mengasihi Allah,” mari kita pelajari nas-nas dari 2 Petrus, yang berbicara mengenai progres dalam kehidupan Kristen – pembinaan karakter spiritual kita.

Klimaks proses ini adalah kasih. Namun ada enam langkah untuk mencapainya setelah iman langkah pertama: “Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu “kebajikan,” dan kepada kebajikan “pengetahuan,” dan kepada pengetahuan “penguasaan diri,” kepada penguasaan diri, “ketekunan,” dan kepada ketekunan “kesalehan”, dan kepada kesalehan “kasih akan saudara-saudara,” dan kepada kasih akan saudara-saudara “kasih” akan semua orang” (2 Petrus 1:5-7).

Jadi, dasar setiap langkah maju dalam kehidupan Kristen adalah iman – namun kepada iman kita kita menambahkan tujuh tahap berturut-turut dalam pembentukan karakter.

Tahap pertama “kebajikan”: “Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu “kebajikan.”

“Kebajikan” bisa di terjemahkan sebagai “keunggulan” atau “yang terbaik,” satu dari konotasi dalam Yunani asli. Kebajikan kata yang sangat luas dan memiliki banyak arti.

Satu dari bukti-bukti pertama dalam hidup kita bahwa kita sudah diselamatkan, selain mengasihi sesama, kita memiliki hasrat untuk menjadi unggul atau yang terbaik. Jika kita guru sebelum diselamatkan, kita harus menjadi guru yang unggul. Jika kita supir bis, kita harus menjadi supir bis yang unggul. Jika kita dokter atau dokter gigi kita harus, menjadi dokter atau dokter gigi yang unggul. Keunggulan harus menjadi tanda Kristen.

Tahap kedua “pengetahuan”: Tambah…kepada (kebajikan) “pengetahuan.”

“Pengetahuan” disini tidak selalu ilmiah atau pengertian intelektual, melainkan pengetahuan akan kehendak Allah yang diungkapkan melalui Firman-Nya. Kita membutuhkan pengetahuan itu untuk maju dalam kehidupan dan karakter Kristen kita melalui Firman- Nya.

Langkah ketiga “penguasaan diri”: Kepada pengetahuan “penguasaan diri.”

“Penguasaan diri” adalah kualitas karakter yang sangat jarang dibicarakan dalam Kekristenan masa kini. Meski demikian, jika kita tidak mengembangkan ciri ini, kita tidak akan maju lebih jauh dalam perkembangan spiritual kita. Kenapa? Karena setiap kali kita akan bergerak maju, kita akan kehilangan penguasaan diri kita dan dikalahkan.

Kita semua sudah mengalami ini. Kita membuat kemajuan, namun lalu kita kehilangan temperamen kita atau menyerah pada hawa nafsu, nafsu makan yang berlebihan, emosi negatif, keputusasaan, atau ketidak percayaan. Apa pun dari ini bisa menghalangi kemajuan kita. Itu sebabnya penguasaan diri langkah yang penting dalam seluruh proses membangun karakter Kristen.

Langkah keempat “ketekunan”: kepada “penguasaan diri” “ketekunan,” (daya tahan).

Ketekunan unsur penting lainnya. Dalam proses menjadi dewasa, kita akan menghadapi ujian, pencobaan dan rintangan. Jika kita tidak memiliki daya tahan, atau ketekunan, kita akan menyerah. Dan ketika kita menyerah, kemajuan kita terhenti.

“…sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan [daya tahan].

Dan biarlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna (dewasa) dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun” (Yakobus 1:3-4).

Apakah kita mau “sempurna dan utuh tidak kekurangan suatu apa pun? Maka kita harus mengkultivasi ketekunan. Tidak ada cara lain. Jika tidak, setiap kali Allah menaruh kita kedalam proses yang di rancang untuk membuat kita dewasa dan utuh, kita menyerah – dan kemajuan kita terhenti.

Dua ciri ini, penguasaan diri dan ketekunan (daya tahan), disebut “leher botol.” Jika kita tidak bisa melewatinya, kita tidak bisa membuat kemajuan lebih jauh menuju kedewasaan.

Langkah kelima “kesalehan”: “….kepada ketekunan kesalehan”

Definisi “kesalehan” adalah “temperamen yang dikontrol oleh Roh Kudus.” Jika kita memiliki ciri kesalehan, semua reaksi dan respons kita dikontrol oleh Roh Allah. Tanda orang saleh ketika mereka memasuki ruangan, Allah masuk bersama mereka. Mereka membawa hadirat-Nya kemana pun mereka pergi.

Langkah keenam “kasih akan saudara-saudara”: “….kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara.”

Jika kita memiliki karakteristik kasih akan saudara-saudara, kita mengasihi sesama orang-orang percaya secara “membara,” seperti Petrus menulis dalam 1 Petrus 1:22. Beberapa dari kita masih belum mencapai langkah keenam ini! Kita harus mengakui tidak semua orang Kristen mudah untuk dikasihi. Meski demikian, kasih akan saudara-saudara – sepenting itu – bukan langkah terakhir. Ada satu kualitas tambahan yang kita musti capai.

Langkah ketujuh “kasih agape”: “Kasih akan semua orang”

Dalam bahasa Yunani nama tipe kasih yang memahkotai proses pengembangan karakter adalah “agape.” Ini mengacu pada tipe kasih yang mengasihi mereka yang tidak mengerti kita, mengasihi mereka yang berbeda dari kita, mengasihi musuh-musuh kita, mengasihi persekutor-persekutor kita. Kasih agape adalah klimaks kehidupan Kristen – paling puncak.

Jelas pertumbuhan kedalam kedewasaan spiritual adalah satu proses. Ada dua agen yang Allah gunakan dalam proses ini: Roh Kudus dan Firman Allah. Meskipun kita secara individual bisa mengalami pengalaman spiritual, kita masih harus melewati proses pengembangan ini. Tidak ada yang dikecualikan. Tidak ada rute lain menuju kedewasaan dari pada cara yang ditetapkan Allah.

Mari review proses ini sekali lagi: “Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu “kebajikan,” dan kepada kebajikan “pengetahuan,” dan kepada pengetahuan “penguasaan diri,” kepada “penguasaan diri,” “ketekunan,” dan kepada ketekunan “kesalehan”, dan kepada kesalehan “kasih akan saudara-saudara,” dan kepada kasih akan saudara-saudara “kasih” [agape] akan semua orang” (2 Petrus 1:5- 7). Kasih adalah puncak. Kasih adalah sasaran. Kasih adalah tujuan untuk setiap orang percaya yang dipenuhi Roh.

Sementara kita mengakhiri pembelajaran kita, mungkin kita ingin merespons pada apa yang Tuhan sudah bicara kepada kita agar kita bisa maju menuju kedewasaan spiritual. Kita mungkin merasa ada berbagai penghalang-penghalang dalam jalan kita. Kita sudah belajar dosa yang belum diakui bisa menjadi penghalang besar untuk menerima berkat Allah. Ada penghalang-penghalang lain, namun itu nomer satu, paling serius, dan penghalang paling umum.

Sebagian besar orang Kristen tahu 1 Yohanes 1:9, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” Meskipun demikian, banyak orang tampaknya tidak menyadari ada “jika” dalam ayat ini. Kita mungkin menginterpretasi Alkitab secara beda, namun Allah tidak akan mengkomit diri-Nya mengampuni suatu dosa yang belum diakui.

Karenanya, jika kita ingin dosa-dosa kita diampuni, apa yang harus kita lakukan? Mengakuinya kepada Allah. Apakah kita bersedia?

Mungkin sulit dan menyakitkan, namun itu langkah yang kita bisa putuskan untuk kita ambil.

Tolong jangan mulai menganalisa atau menyelidiki dalam diri kita mengenai dosa-dosa kita, karena lebih jauh kita menyelidiki, lebih buruk kita rasakan. Ijinkan Roh Kudus melakukannya. Ijinkan Allah meletakkan jari-Nya pada setiap area dalam hidup kita yang kita perlu akui.

Mari kita bersama mengucapkan doa pengakuan berikut. Mari kita mengakui bahwa kita belum mengasihi sesama kita seperti seharusnya. Lalu, mari kita minta Allah mencurahkan kasih-Nya pada kita dalam dimensi baru. Kita minta kebangunan kasih dalam hati kita.

“Tuhan, saya ingin mengakui dihadapan-Mu sekarang, sebagai anak- Mu yang percaya, bahwa saya sudah gagal. Saya salah mengartikan- Mu. Saya sudah memberi dunia impresi yang salah sebagai anak- Mu. Saya tidak membuat mereka tahu saya murid-Mu karena saya belum mengasihi orang lain dengan cara yang Engkau sudah perintahkan saya. Saya sering merasa benar sendiri dan munafik, berpusat pada diri sendiri, kritis, mengutuk dan mengecam. Saya ingin mengakui kegagalan saya dihadapan-Mu. Saya sudah berdosa. Saya sudah melanggar yang pertama dan terbesar dari semua perintah-perintah-Mu, untuk mengasihi Engkau, Tuhan Allah-ku, dengan seluruh hati saya, jiwa dan pikiran. Dan saya sudah melanggar perintah kedua karena saya belum mengasihi sesama saya seperti diri saya sendiri. Saya hanya bisa mohon ampun. Tolong ampuni saya dan rubah hati saya.

Utus Roh Kudus-Mu untuk melakukan dalam saya apa yang hanya Engkau bisa lakukan.

Dan sekarang, Tuhan, berdasarkan pengampunan-Mu sementara saya merendahkan diri dihadapan-Mu. Saya minta Engkau mencurahkan kasih-Mu keatas saya dengan ukuran baru dan tingkat baru yang melimpah. Tolong buka mata air kasih dalam hati saya yang mengalir keluar kedalam kehidupan orang-orang disekitar saya yang merindukan kasih. Mereka tidak mencari agama – mereka mencari kasih. Dan Engkau sudah memilih saya menjadi alat dan saluran kasih-Mu. Mulai dengan saya, Tuhan. Lakukan apa pun yang perlu dilakukan untuk merubah saya. Saya berdoa semua ini dalam nama Yesus. Amin.

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply