Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Akhir Zaman




eBahana.com – Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa doktrin-doktrin tertentu lebih penting daripada yang lain dan karenanya, harus dipelajari lebih dulu. Alkitab memberi daftar enam dasar, atau doktrin fondasional. “Sebab itu marilah kita tinggalkan asas-asas pertama dari ajaran tentang Kristus dan beralih kepada perkembangannya yang penuh. Janganlah kita meletakkan lagi dasar pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, dan dasar kepercayaan kepada Allah, yaitu ajaran tentang pelbagai pembaptisan, penumpangan tangan, kebangkitan orang-orang mati dan hukuman kekal” (Ibrani 6:1-2).

Enam fondasi doktrin Kristus dalam daftar diatas adalah: pertama, pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia; kedua, kepercayaan – iman – kepada Allah; ketiga, – doktrin – pelbagai pembaptisan (jamak); keempat, penumpangan tangan; kelima, kebangkitan orang-orang mati; keenam, hukuman kekal.

Kita akan membahas dalam dua doktrin terakhir ini dalam Ibrani 6:1-2: kebangkitan orang-orang mati dan hukuman kekal.
Pembelajaran dua doktrin terakhir ini mengarahkan kita kedalam studi alam baru. Empat doktrin yang sudah kita bahas sebelumnya berhubungan dengan dunia sekarang dan alam waktu. Namun, dua doktrin terakhir, kita dibawa, melalui pewahyuan Firman Allah, keluar dari dunia sekarang melewati alam waktu kedalam alam

kekekalan. Dimana kebangkitan orang-orang mati dan hukuman kekal ditetapkan bukan dalam domain waktu melainkan kekekalan.

Banyak orang bingung dengan kata “kekekalan.” Mereka berpikir mengenai domain kekekalan sebagai jangka waktu panjang, diluar kemampuan pikiran manusia untuk memahami. Namun, ini tidak betul. Kekekalan bukan hanya waktu panjang tanpa akhir. Kekekalan berbeda kodratnya dari waktu. Dengan modus keberadaan yang berbeda. Kekekalan adalah modus keberadaan Allah sendiri, alam dimana Allah Sendiri bersemayam.

Dalam Kejadian 21:23 dan Yesaya 40:28, Allah disebut “TUHAN Allah yang kekal.” Dalam Mazmur 90:2 Musa menyebut Allah dan berkata: “Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah.

Allah Sendiri juga mendefinisikan kodrat kekekalan dan alam-Nya. “Sebab beginilah firman Yang Mahatinggi dan Yang Mahamulia: “Aku bersemayam di tempat tinggi dan di tempat kudus” (Yesaya 57:15).

Ayat-ayat ini mengungkapkan bahwa kekekalan satu aspek dari kodrat Allah sendiri, alam dimana Allah berada. Ketika Musa bertanya kepada Allah dengan nama apa Ia ingin diri-Nya dikenal oleh anak-anak Israel, Allah memberi Musa jawaban berikut. “AKU ADALAH AKU.” Lagi firman-Nya: Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu” (Keluaran 3:14).

Disini Allah memberi Musa dua bentuk nama-Nya: “AKU” dan “AKU ADALAH AKU.” ini mengungkapkan kodral kekal dan tidak berubah Allah. Allah selalu “AKU.” Dia tidak berubah atau dipengaruhi oleh perjalanan waktu, yang adalah bagian dari ciptaan-Nya. Karena Allah, di masa lalu, masa kini, dan masa depan selalu menjadi satu dalam kekal masa kini – “AKU” masa kini.

Dari pewahyuan yang diberikan kepada Musa diperoleh bentuk nama Allah, terdiri dari empat konsonan (huruf mati) Ibrani, direpresentasi dalam bahasa Inggris sebagai YHWH. Secara tradisional sebagai “Jehovah.” Cendekiawan- cendekiawan modern mengusulkan lebih akurat dipresentasikan dengan bentuk YAHWEH, yang berarti “DIA.” Beberapa penterjemah mencoba mengekspresikan arti nama ini dengan gelar “Kekal.”

Dalam Perjanjian Baru kebenaran-kebenaran yang sama mengenai kodrat kekal tidak berubah Allah diungkapkan keluar dalam pewahyuan yang diberikan kepada rasul Yohanes di pulau Patmos. “Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa” (Wahyu 1:8).

Alfa adalah huruf pertama alfabet Yunani, dan Omega huruf terakhir. Maka, seluruh alfabet waktu, sejak mulanya sampai akhirnya, terkandung dalam kodrat Allah Sendiri. Frasa “baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” menggabung masa kini, masa lalu, dan masa depan, dan sesuai pewahyuan kodrat Allah yang diberikan kepada Musa: “AKU ADALAH AKU.”

Gelar lain Allah yang digunakan disini, “Mahakuasa,” sesuai bentuk bahasa Ibrani yang digunakan mulai dari Kitab Kejadian dan seterusnya – “El Shaddai.”

Sebagai contoh, dalam Kejadian 17:1 kita membaca Tuhan, “Yahweh” – yang mengungkapkan diri-Nya kepada Abraham dengan nama “El Shaddai”, Allah mahakuasa, karena dikatakan: “Ketika Abram berumur sembilan puluh sembilan tahun, maka TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman kepadanya: “Akulah Allah Yang Mahakuasa (El Shaddai), hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela.”

Akar arti “El Shaddai” adalah “Allah Mahacukup” – Semua ciptaan digabung dalam satu, sejak awal sampai akhir.

Gambaran yang sama dari semua kecukupan absolut Allah terkandung dalam Perjanjian Baru juga. “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia” (Roma 11:36).

Segala sesuatu asal mulanya dari Allah. Segala sesuatu disediakan oleh Allah. Dan segala sesuatu berakhir pada Allah.

Maka kita menemukan berbagai nama dan gelar alkitabiah Allah yang didalamnya terkandung pewahyuan kodrat kekal Allah.
Sementara kita melakukan kontemplasi mengenai kodrat kekal Allah, kita akan mendapatkan gambaran sejati kekekalan.

Kekekalan bukan durasi waktu tanpa akhir; melainkan, kekekalan adalah kodrat dan modus keberadaan Allah, alam yang tidak diciptakan dimana Allah Sendiri ada.

Dari kekekalan, melalui penciptaan, Allah menjadikan dunia, dan urutan waktu – masa lalu, masa kini dan masa depan. Melalui tindakkan ilahi lain Allah suatu hari akan membawa dunia yang sekarang berakhir, dan waktu, seperti kita sekarang tahu, akan sekali lagi berakhir. Waktu secara langsung dan secara tak terpisahkan berhubungan dengan “order” atau tatatertib dunia kita sekarang. Dengan tatatertib dunia ini, waktu diciptakan, dan dengan tatatertib dunia ini, waktu akan sekali lagi berakhir.

Dalam batas-batas tatatertib dunia sekarang ini, semua ciptaan tunduk pada proses waktu. Waktu adalah satu faktor dalam pengalaman total manusia yang ia tidak punya kuasa merubah. Semua orang di dunia adalah makhluk dan budak waktu. Tidak ada seorangpun memiliki kuasa memberhentikan arah waktu, atau mengembalikannya.

Dominion tak terhindarkan waktu ini dalam urusan-urusan orang- orang selalu memenuhi pikiran dan imaginasi pemikir-pemikir sepanjang sejarah umat manusia. Dalam cara dan periode berbeda manusia mencoba lolos dari dominion waktu – namun selalu sia-sia.

Melalui tak terhitung banyaknya kata kiasan, sastrawan dan filsuf dari segala zaman dan segala latar belakang memberi ekspresi pada pemikiran yang sama – arah waktu tak bisa dirubah dan dominion atas seluruh manusia dan segala ciptaan tak bisa dihindari.

Dalam beberapa tahun terakhir ilmu pengetahuan fisika, melalui teori relativitas, telah membuat kontribusi besar dalam pengertian manusia mengenai waktu.

Singkatnya, teori ini menyatakan dua katagori waktu dan ruang berhubungan satu sama lain tak terpisahkan, sehingga tidak ada yang bisa didefinisikan atau dijelaskan secara tepat kecuali dalam hubungan satu dengan satunya. Kita tidak bisa secara akurat mendefinisikan ruang tanpa hubungan dengan waktu, begitupula waktu tanpa hubungan dengan ruang. Dua hal ini apa yang ilmu pengetahuan sebut “malaran ruang-waktu” atau “the space-time continuum.”

Jika kita ingin menghubungkan teori modern ini pada pewahyuan Alkitab, kita bisa mengatakan malaran ruang-waktu adalah rangka kerja didalam seluruh tatatertib dunia sekarang berada. Melalui tindakkan kedaulatan Allah, malaran ruang-waktu diciptakan bersamaan dengan tatatertib dunia, dan melalui tindakkan kedaulatan Allah lain tatatertib dunia, bersamaan dengan malaran ruang-waktu dimana dunia berada, akan sekali lagi berakhir.
Melewati seluruh malaran ruang-waktu, kodrat kekal Allah tetap ada tanpa berubah.

Alkitab mengungkapkan seluruh tatatertib dunia sekarang – akhir dari waktu – akan datang pada momen yang sudah ditahbiskan Allah. Setiap orang harus menundukkan kepala dihadapan dekrit ilahi bahwa waktu akan berakhir.

Kita tidak perlu menunggu akhir dari tatatertib dunia sekarang. Satu momen terbentang dihadapan kita ketika waktu tidak akan ada – satu momen ketika kita akan sampai pada akhir dari arah waktu dan keluar kedalam kekekalan.

Kematian adalah gambaran apa yang menunggu setiap manusia, apapun posisi hidupnya. Karena bagi setiap orang akan datang satu momen ketika waktu berhenti dan kekekalan dimulai.

Jam dibelakang semua jam-jam lain adalah jantung manusia. Ketika jam ini berhenti berdenyut, maka semua jam-jam lain berhenti berdetak. Bagi setiap individual, akhir hidup adalah akhir dari waktu.

Apa yang menunggu setiap jiwa yang pergi sementara berpindah dari waktu kedalam kekekalan? Apa di seberang waktu?

Pasti ada banyak misteri dan hal-hal yang tidak diketahui menunggu setiap jiwa yang pergi, dimana Alkitab tidak mengangkat selubung yang memisahkan waktu dari kekekalan. Namun, melewati ambang pintu kekekalan Alkitab mengungkapkan ada dua tujuan akhir semua jiwa: kebangkitan orang-orang mati dan penghakiman kekal. “Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus” (1 Korintus 15:22).

Sebagaimana kematian nasib universal dari semua orang, melalui keturunan mereka dari Adam, begitupula kebangkitan dari kematian adalah ketetapan universal Allah bagi semua, dan ini dimungkinkan melalui kematian dan kebangkitan Kristus.

Untuk ketetapan universal kebangkitan dari kematian ini, Alkitab mengakui hanya satu pengecualian. Pengecualian yang seluruhnya logikal: mereka yang tidak pernah mati tidak membutuhkan kebangkitan dari kematian. “Sesungguhnya aku menyatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah, dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah.

Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati” (1 Korintus 15:51-53).

Ketika Paulus berkata disini “Kita tidak akan mati semuanya,” ia mengacu hanya pada orang-orang Kristen. Yang ia maksudkan semua orang-orang Kristen sejati yang hidup pada waktu kembalinya Kristus bagi gereja-Nya tidak mati. Sebaliknya, tubuh mereka akan secara instan dan mujizat diubah, dan mereka akan mengenakan tubuh yang seluruhnya baru dan secara supernatural baik. Benih yang fana dan korup akan diganti dengan yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan kekal. Setelah itu tidak ada lagi kematian atau kebangkitan dari kematian.

Selain orang-orang Kristen sejati ini yang akan hidup ketika Kristus kembali, kemungkinan ada dua pengecualian lain untuk ketetapan universal kebangkitan orang mati. Ini terjadi melalui Henokh dan Elia, dua orang yang dicatat dalam Perjanjian Lama yang terangkat ke surga tanpa mengalami kematian.

Alkitab tidak memberi detail jelas apa yang pada akhirnya dialami dua orang ini. Namun satu hal pasti: mereka yang tidak pernah mati tidak perlu dibangkitkan dari kematian. Dilain pihak, Alkitab dengan jelas mengungkapkan semua yang mati juga akan dibangkitkan dari kematian.

Ketetapan besar Allah lain dalam kekekalan bagi semua orang adalah penghakiman. Paulus memperingati orang-orang Athena bahwa seluruh dunia harus suatu hari kelak menghadapi penghakiman Allah. “Dengan tidak memandang lagi zaman kebodohan, maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia, bahwa di mana-mana semua mereka harus bertobat.

Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan- Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati” (Kisah Para Rasul 17:30-31).

Ketetapan penghakiman Allah dibuat untuk seluruh dunia, untuk seluruh umat manusia. Ini kenapa semua manusia diperintahkan bertobat, karena semua manusia akan suatu hari kelak dihakimi.

Paulus memperingati orang-orang Kristen mereka juga harus mempersiapkan diri berdiri dihadapan pengadilan Allah. “Tetapi engkau, mengapakah engkau menghakimi saudaramu? Atau mengapakah engkau menghina saudaramu? Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah.

Karena ada tertulis:”Demi Aku hidup, demikianlah firman Tuhan, semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku dan semua orang akan memuliakan Allah” (Roma 14:10-11).

Disini Paulus menulis kepada orang-orang Kristen. Karenanya, frasa “saudaramu” menunjukkan saudara seiman Kristen. Begitupula, frasa “kita semua harus” menunjukkan semua orang Kristen. Lebih jauh, tidak ada pengecualian untuk penghakiman diindikasikan melalui aplikasi universal dari dua frasa “semua orang akan bertekuk lutut” dan “semua orang memuliakan Allah.”

Kita akan membahas secara detail program penghakiman Allah bagi semua orang, dan kita akan melihat pandangan-pandangan dan tujuan-tujuan penghakiman sesuai katagori orang untuk dihakimi.
Sementara, prinsip dasar sudah diletakkan, bahwa semua yang mati akan dibangkitkan dan dihakimi.

“Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi” (Ibrani 9:27).

Disini frasa “Dan sama seperti manusia ditetapkan” termasuk seluruh umat manusia.

Kita bisa berkata, karenanya, bagi setiap jiwa manusia yang, melalui kematian, melewati waktu kedalam kekekalan, ada dua ketetapan universal Allah yang tak bisa dibatalkan: kebangkitan dan penghukuman.

Bahkan mereka orang-orang Kristen yang mengalami pengangkatan (rapture) bertemu Kristus pada kedatangan-Nya kembali, harus

tetap menghadapi penghakiman yang ditetapkan bagi semua orang Kristen. “Sebab kita semua harus menghadapi takhta pengadilan Allah” (Roma 14:10).

Kata-kata yang sama terjadi lagi dalam 2 Korintus. “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat” (2 Korintus 5:10).

Penghakiman berkaitan dengan perbuatan-perbuatan dalam tubuh ketika hidup di dunia. Karena untuk hal-hal yang dilakukan dalam tubuh maka manusia harus bertanggung jawab, Allah sudah mentahbiskan manusia akan hadir dalam tubuhnya dihadapan-Nya untuk mempertanggung jawabkan hal-hal itu.

Karenanya, kebangkitan tubuh harus mendahului penghakiman kekal. Dalam hal ini, seperti dalam semua poin, program Allah logikal dan konsisten.

 

OLEH LOKA MANYA PRAWIRO.



Leave a Reply