Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Mendidik Anak Bermula dari Orangtua




eBahana.com – Orangtua adalah dua individu yang berbeda yang terikat dalam perkawinan, memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat, dan kebiasaan sehari-hari. Ada perbedaan antara suami dan istri dalam hidup berumah tangga; perbedaan pola pikir, gaya dan kebiasaan, sifat dan tabiat, tingkat ekonomi dan pendidikan, serta banyak perbedaan lainnya. Sejumlah perbedaan inilah yang dapat memengaruhi gaya hidup anak-anak mereka sehingga memberikan warna tersendiri dalam keluarga. Perpaduan perbedaan dari kedua orangtua dapat memengaruhi kehidupan anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga tersebut.

Setiap orangtua memiliki tugas dan peran yang sangat penting. Peran dan tugas orangtua terhadap anak meliputi: melahirkan, mengasuh, membesarkan, dan mengarahkan mereka menuju kedewasaan serta menanamkan berbagai norma dan nilai yang berlaku. Orangtua juga harus mampu mengembangkan potensi dalam diri anak, memberikan teladan, dan mengembangkan pertumbuhan pribadi dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang. Anak-anak yang tumbuh dengan berbagai bakat dan kecenderungan masing-masing adalah karunia yang sangat berharga, yang digambarkan sebagai perhiasan dunia.

Dalam konteks pembinaan anak, orangtua menjadi model ideal yang paling jelas bagi anak. Hal ini mengingat peran orangtua yang sangat besar dalam mendampingi anak. Rumah tangga adalah konteks pokok bagi pengalaman pendidikan. Namun, banyak rumah tangga tidak memenuhi panggilan tinggi itu. Dalam hal ini, kasih sayang orangtua sangat memberi pengaruh penting bagi dasar pendidikan.

Alkitab mengemukakan bahwa tanggung jawab pendidikan anak pertama-tama dan terutama terletak pada orangtua, yaitu ayah dan ibu. Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu (Amsal 1:8). Allah telah meletakkan tugas untuk merawat, mengasuh, dan mendidik anak-anak ke dalam tangan orangtua. Merekalah yang harus mempersiapkan anak-anak mereka agar hidup berkenan kepada Allah.

Di dalam bahasa Inggris terdapat tiga istilah yang berhubungan dengan tugas mendidik anak, yaitu “mothering“, “fathering“, dan “parenting“. Meskipun semuanya membicarakan tentang tugas mendidik anak, namun ada keunikan masing-masing dalam konteks sumbangsih ayah dan ibu dalam mendidik anak.

Secara khusus, tugas ibu dalam rumah tangga adalah sebagai pribadi yang sangat sentral untuk melaksanakan pendidikan yang mustahil dilaksanakan guru di sekolah. Seorang ibu dapat memberi perhatian besar kepada anaknya. Hal itu tidak dapat dilakukan seorang guru di sekolah karena perhatiannya harus terbagi-bagi di antara sejumlah murid dan urusan yang berkaitan dengan pendidikan di sekolah. Hati ibu lebih berkuasa dalam sejumlah kasus yang sepatutnya ditentukan oleh hati, bukan akal. Melalui perasaan kasih, ia mampu mencapai hasil yang tidak pernah diperoleh perintah penguasa mana pun.

Ayah merupakan kunci dalam membantu perkembangan kognitif dan emosional anak. Hubungan yang baik antara ayah dan anak juga akan memengaruhi tingkat kepuasan hidup seseorang seperti berkurangnya risiko depresi, komunikasi antar relasi akan lancar, lebih empati dan toleran, dan terhindar dari gaya hidup tidak sehat (narkoba, alkohol, dan sebagainya).

Berdasarkan studi terhadap Kitab Ulangan 11:19 dan Matius 7:12, ada empat hal yang saya pelajari yang berfaedah bagi tugas keayahan:

Pertama, tugas mendidik menuntut waktu. Sudah tentu keinginan atau kerinduan menjadi ayah yang baik adalah penting, namun tekad tersebut haruslah diwujudkan dalam bentuk waktu yang diberikan bagi anak kita. Tanpa waktu, tidak akan ada kesempatan “mengajarkan dengan cara membicarakan” pedoman hidup yang berasal dari Firman Tuhan. Jika saya tidak menyediakan waktu untuk bermain basket dengan anak kami, tidak akan ada peluang untuk menyaksikan kelakuannya dan sekaligus mengoreksi sikapnya.

Kedua, tugas mendidik membutuhkan kesediaan untuk melihat kelemahan anak kita. Kita perlu terbuka untuk menerima kenyataan bahwa anak kita bukan saja tidak sempurna, namun akibat dosa, ia pun berpotensi merugikan orang lain. Adakalanya sulit bagi kita untuk mengakui kelemahan anak kita karena kelemahannya sedikit banyak merefleksikan kekurangan kita pula.

Ketiga, tugas mendidik lebih mendahulukan pendekatan kasih daripada konfrontasi. Kadang kita perlu memperhadapkan anak kita dengan perbuatannya secara tegas; sekali-sekali kita perlu menghukumnya. Namun yang harus lebih sering dan diutamakan adalah menegurnya dengan kasih. Makin keras saya menegurnya, makin bersikeras ia menyangkalnya. Sebaliknya, tatkala dengan lemah lembut saya menegurnya, ia pun luluh dan bersedia menerima perkataan saya.

Keempat, tugas mendidik yang kristiani menuntut kita menjadi ayah yang mengenal Firman Tuhan. Tanpa pengenalan akan Firman Tuhan, kita tidak bisa mendidiknya seturut dengan Firman Tuhan. Hukum Emas dari Matius 7:12 sangatlah penting, tetapi masih banyak kebenaran Firman-Nya yang perlu kita sampaikan kepada anak kita.

Penulis adalah, penulis buku:

  1. Setiap Anak Bisa Pintar;
  2. Psikologi Pendidikan Agama Kristen;
  3. Ilmu Belajar dan Didaktika Pendidikan Kristen.

Kesemua buku ini diterbitkan Penerbit ANDI.

Oleh Juni Hots.



Leave a Reply