Freddy Adukan Junit Sihombing ke Dirjen Bimas Kristen
Jakarta, eBahana.com – Seorang hamba Tuhan dari Provinsi Banten, pada Rabu (13/10) kemarin mendatangi Kantor Kementerian Agama yang beralamat di Jalan Thamrin Jakarta Pusat. Pendeta yang memperkenalkan diri bernama Pdt. Freddy Butar-butar, menyampaikan kehadirannya di Kantor Kementerian Agama Dirjen untuk bertemu dengan Dirjen Bimas Kristen Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si atau yang lebih dikenal dengan nama Thomy Pentury. Freddy ingin mengadukan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Pembimas Kristen Provinsi Banten, Dr. Junit Sihombing, M.Th.
“Saya mendatangi Dirjen Bimas Kristen, Bapak Dr. Thomas Pentury untuk menyampaikan pengaduan saya tentang pelanggaran yang dilakukan oleh Bapak Junit Sihombing, M.Th, selaku Pembimas Kristen Provinsi Banten,” katanya di depan wartawan yang ada. Pelanggaran-pelanggaran administrasi yang akan dilaporkannya, diantaranya, Pembimas bersangkutan telah meloloskan calon–calon Penyuluh Agama Kristen non-PNS.
Pertama, adanya beberapa nama yang semestinya tidak lulus diluluskan. “Ada beberapa orang yang sesuai administrasi yang menjalani ujian penyuluh agama Kristen non-PNS Provinsi Banten tidak lulus tetapi diluluskan sampai final bahkan mendapatkan SK sebagai penyuluh. Ada pelanggaran di sana. Bahwa untuk masuk penyuluh kriterianya harus berumur 25 tahun ke atas tetapi semenjak tahun 2020, bahkan sebelumnya juga sudah ada, banyak yang diloloskan menjadi anggota penyuluh yang masih berumur 23 tahun—pada saat melamar sebagai seorang penyuluh,” ungkap Freddy.
Kedua, menurutnya, untuk menjadi penyuluh tidak diijinkan pendeta jemaat atau gembala jemaat (aktif) menjadi peserta tetapi hal itu diijinkan dan bahkan lolos sampai dilantik menjadi Penyuluh Provinsi Banten. “Aturan yang ada pendeta jemaat atau gembala Gereja (aktif) tidak diperbolehkan dalam perekrutan calon Penyuluh Agama Kristen dan PNS Provinsi Banten. Pada faktanya, ada beberapa orang, Ketua Pendeta Jemaat aktif, gembala sidang, dan mereka semua diloloskan,” papar Freddy dengan nada berang.
Lolosnya beberapa nama itu, diindikasikan Freddy karena adanya nepotisme. “Salah satu dari Pendeta jemaat aktif di Gereja Methodis Tangerang yang diloloskan oleh Pembimas Kristen adalah istrinya sendiri,” tegasnya.
Ketiga, Pdt. Freddy Butar-butar mensinyalir ada pungutan liar. “Adanya pungutan liar di Provinsi Banten, yang terjadi di antaranya di Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang serta Kota Tangerang yang ada di grup-grup penyuluh melalui Ketua Grup dan Bendahara Grup. Pungli ini menggunakan kalimat ‘sebagai bentuk ucapan syukur, dapat memberikan uang terima kasih’ yang tujuannya untuk Pembimas. Karena ada screenshot dari pembicaraan di grup penyuluh. Honor dari setiap penyuluh per bulan diungkapkannya hanya Rp 1.000.000,- dengan tugas melakukan penyuluhan di beberapa tempat. Honor seperti itu masih dimintai uang terima kasih,” cerita Freddy.
Selain itu, ia juga akan bertanya pada Bapak Dirjen tentang pencairan dana penyuluh. “Saya juga mau mempertanyakan kepada bapak Dirjen, apakah benar dana pencairan penyuluh tahun 2020 periode Juli sampai Desember, harusnya 6 bulan tetapi dana honornya dicairkan hanya 5 bulan. Honor yang satu bulan kemana?” katanya.
Freddy menerangkan, sebelum mendatangi Dirjen Bimas Kristen, ia lebih dahulu menyurati Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementeria Agama Provinsi Banten tetapi tidak ada tanggapan. “Saya sudah menyurati Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Banten, isinya mempertanyakan tanggapan surat saya yang pertama. Bahkan saya sudah pergi ke sana untuk mempertanyakan surat pertama dan kedua tetapi dengan alasan sibuk tidak dapat ditemui. Maka sekarang saya mendatangi Dirjen Bimas Kristen,” tegas Freddy
Kepada media, Freddy mengungkapkan kehadirannya menemui Dirjen Bimas Kristen untuk mempertanyakan dan meluruskan aturan yang ada. Supaya Pembimas Kristen atas nama Bapak Junit Sihombing dapat ditindak segera.
Dihubungi via telepon mengkonfirmasi Ketua Grup Penyuluh, Sri Dwiharty, bahwa hal yang dikatakan Pdt. Freddy Butar-butar berkaitan dengan pembayaran honor Penyuluh yang mestinya 6 bulan namun hanya dibayar 5 bulan. “Benar hanya di bayar 5 bulan, itu dari pusat. Biasanya yang bayar dari Kanwil tetapi waktu pembayaran 6 bulan hanya dibayarkan 5 bulan itu langsung turun dari Pusat,” kata Sri.
Berkaitan dengan adanya pemotongan Rp. 200.000,- sebagai ungkapan terima kasih untuk Pembimas, Sri menyatakan bahwa hal itu tidak benar. “Tidak ada itu pak. Kami tidak ada tagihan atau pengumpulan dana ucapan syukur,” tegas Sri.
(Sgy/tm)