Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Menemukan Tempat Kita – Bagian 2




eBahana.com – Satu aspek untuk mengetahui panggilan Allah atas hidup kita disimpulkan dalam satu frasa: “Menemukan tempat kita.” Sampai kita sudah menemukan tempat kita, kita tidak akan pernah menjadi orang Kristen yang dipenuhi secara total.

“Tempat kita” termasuk semua bagian dari hidup kita. Allah menetapkan tempat geografikal untuk kita. Itu penting apakah kita tinggal di Jakarta, Medan, Manado atau Jayapura.

Kitab Amsal mengatakan pada kita, “Seperti burung yang lari dari sarangnya demikianlah orang yang lari dari kediamannya” (Amsal 27:8). Apakah kita melihat burung yang keluar dari sarangnya dan tidak bisa kembali lagi? Tidak ada yang lebih menyedihkan daripada burung itu. Bagaimana dengan kita, jika kita tidak pada tempatnya. Satu masalah kita, kita tidak berada pada tempat geografikal yang benar. Dan kita tidak akan pernah benar-benar berkembang.

Tempat Allah untuk kita tidak berhenti dengan geografi. Ia menetapkan tempat pekerjaan atau pelayanan untuk kita. Ia menetapkan tempat spesifik untuk kita dalam Tubuh Kristus. Kitab Suci berkata setiap dari kita harus menjadi anggota Tubuh. Sedemikian rupa, setiap dari kita harus cocok dengan tempat yang benar.

Pengajaran disini di rancang secara spesifik untuk membawa kita ke tempat kita. Kita tidak akan langsung sampai, namun jika kita bertindak benar dengan otoritas Firman Allah, kita akan sampai kesana.

Surat Paulus kepada orang-orang Romawi memberi titik awal kita untuk menemukan tempat kita.

“Karena itu saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang setia” (Roma 12:1).

Ketika kita menemukan kata “karena itu” dalam Alkitab, kita harus mencoba menemukan untuk apa “karena itu.” Pasal ini mulai dengan “Karena itu,” saudara-saudara. Dalam hal ini “Karena itu” dalam Roma 12 berhubungan dengan sebelas pasal sebelumnya.
Pasal-pasal itu paling utama, paling logikal dan mengungkapkan lengkap rencana penebusan Allah bagi umat manusia.

Mengenai sebelas pasal pertama dari Kitab Roma, delapan pertama digambarkan sebagai jalan kedalam kehidupan yang dipenuhi Roh. Sedangkan Roma 9, 10, 11 fokus pada penanganan Allah atas umat pilihan-Nya, Israel. Ini bagian esensial dari surat-surat Paulus kepada orang-orang Romawi. Kenapa? Karena rencana Allah untuk penebusan umat manusia dan berdirinya Kerajaan-Nya di bumi tidak bisa digenapi tanpa Israel.

Semua sebelas pasal pertama mengungkapkan belas kasih dan kasih karunia Allah yang tidak bisa dimengerti, dan keselamatan-Nya untuk kita melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Semua berbicara mengenai apa yang Allah sudah lakukan untuk kita.

Lalu ditulis “Karena itu” Roma 12:1. Bagaimana kita merespons? Apa yang Allah minta dari kita untuk semua yang Ia sudah lakukan dengan cuma-cuma untuk kita dan dengan cuma-cuma berikan kepada kita? Allah tidak minta sesuatu yang super spiritual dari kita. Ia minta sesuatu yang sangat sederhana dan praktikal: “Persembahkan tubuhmu. Letakkan tubuhmu di altar-Ku sebagai persembahan yang hidup.” Itu persembahan yang masuk akal – respons yang masuk akal untuk ibadah yang setia – dipandang dari apa yang Allah sudah lakukan. Langkah pertama untuk menemukan tempat kita adalah dengan mempresentasi tubuh kita pada-Nya, meletakkan di altar persembahan-Nya, dan mengatakan, “Tuhan, tubuhku milik-Mu.”

Paulus menyebut tubuh “persembahan yang hidup” karena dalam pikirannya pengorbanan-pengorbanan Perjanjian Lama – domba, kambing, lembu jantan dan lain-lain – yang dibunuh dan diletakkan di altar Tuhan. Paulus berkata kita harus mempersembahkan tubuh kita di altar, tepat seperti lembu, domba atau kambing. Namun ada perbedaan: Tidak ada siapa pun membunuh persembahan ini. Allah menginginkan tubuh yang hidup.

Sekali kita sudah meletakkan tubuh kita di altar Allah dengan penyerahan total, tubuh kita bukan milik kita lagi. Melainkan milik Allah. Kita tidak memutuskan lagi apa yang terjadi dengan tubuh kita. Hanya Allah. Kita tidak menentukan pekerjaan apa yang akan kita lakukan dengan tubuh kita. Hanya Allah. Kita tidak memilih dimana kita akan hidup. Hanya Allah. Namun luar  biasanya Ia mengambil alih tanggung jawab.

Kita mungkin tidak pernah meletakkan tubuh kita di atas altar Allah sebagai persembahan hidup. Ini pintu masuk mengenal kehendak Allah dan menemukan tempat kita. Kita bisa mencoba jalan-jalan lain, namun jika kita tidak pernah mengambil langkah ini kita tidak akan benar-benar sampai ke tempat kita.

Berikut doa yang bisa kita panjatkan jika kita ingin menegaskan keputusan kita. Ini bisa menjadi momen sangat penting, yang akan mempengaruhi sisa hidup kita. Ingat, kita berdoa kepada Tuhan Yesus, Kepala atas Gereja, Juru Selamat kita.

“Tuhan Yesus Kristus, terima kasih Engkau sudah mati di kayu salib untuk saya agar saya diampuni, menerima kehidupan kekal dan menjadi anak Allah.

“Tuhan, saya datang kepada-Mu sebagai Kepala atas Gereja. Saya meletakkan tubuh saya saat ini, di altar ibadah-Mu, dan saya minta Engkau menempatkan saya pada tempat dalam Tubuh Kristus. Saya memberi diri saya kepada-Mu dengan tulus. Mulai hari ini dan seterusnya tubuh saya milik-Mu. Tubuh saya akan mengikuti kemana Engkau mengarahkannya pergi. Akan melakukan apa yang Engkau katakan untuk dilakukan. Akan mengatakan apa yang Engkau katakan untuk dikatakan. Akan melayani dengan cara apa pun yang Engkau katakan untuk melayani.

Terima kasih, Tuhan, Engkau sudah menerima saya karena saya datang kepada-Mu dalam nama-Mu. Amin.”

Begitu kita sudah mempresentasi tubuh kita, kita bergerak ke langkah kedua:

“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Roma 12:2).

Ketika kita mempresentasi tubuh kita kepada Tuhan, Ia melakukan sesuatu dalam kita yang kita tidak bisa lakukan sendiri: Ia memperbaharui pikiran kita. Kita mulai berpikir beda. Motif kita beda. Standar kita beda. Prioritas kita beda. Dan karena kita berpikir beda, tidak bisa dihindari kita hidup beda. Kita melihat, Allah tidak men-transformasi kita dari luar kedalam. Ia men-transformasi dari dalam keluar.

Pada dasarnya agama mencoba merubah orang-orang dengan praktik-praktik dan peraturan-peraturan eksternal – apa yang kita pakai, apa yang kita makan, apa yang kita minum, kemana kita pergi, apa yang boleh kita sentuh, apa yang kita tidak boleh sentuh. Peraturan-peraturan itu tidak merubah orang-orang karena perubahan dari dalam. Allah mulai dari dalam, dengan hati kita, pikiran kita, cara kita berpikir dan motif kita. Ia berkata, “Ketika engkau memberi-Ku tubuhmu, Aku akan merubah cara engkau berpikir. Engkau akan diperbaharui dalam pikiranmu. Engkau akan memiliki sikap berbeda, prioritas berbeda, reaksi berbeda. Akan segaris dengan kehendak-Ku.”

Dengan pikiran kita yang diperbaharui, maka kita akan menemukan kehendak Allah dalam totalitasnya dan kesempurnaannya sampai kita sudah mempresentasikan tubuh kita dan membiarkan Allah memperbaharui pikiran kita.

Lihat sejenak dalam pasal delapan Kitab Roma:

“Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal- hal yang dari Roh.

Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera.

Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya” (Roma 8:5-7).

Keinginan daging (pikiran daging) adalah cara kita semua berpikir sesuai kodrat kita sebagai keturunan Adam yang jatuh dalam dosa. Cara kita berpikir yang belum diperbaharui (diregenerasi) mengenai diri kita dan segala sesuatunya. Cara berpikir duniawi bermusuhan dan berseteru dengan Allah, dan Allah tidak akan mengungkapkan rahasia-rahasia-Nya kepada musuh-musuh-Nya. Allah tidak akan mengungkapkan rencana-Nya untuk hidup kita kepada pikiran duniawi kita. Namun ketika pikiran kita diperbaharui oleh Roh Kudus melalui belas kasih Allah, maka kita bisa mulai menemukan kehendak Allah untuk kita.

Roma 12:2 menunjukkan pada kita bahwa kehendak Allah datang dalam tiga fase: “baik,” “bisa diterima” dan “sempurna.” – “Good,” “Acceptable,” dan “Perfect.” Lebih jauh kita melihat kehendak Allah yang diungkapkan, makin bertambah baik.

Hal pertama yang kita perlu sadari kehendak Allah “baik.” Allah tidak pernah menghendaki apa pun yang buruk bagi anak-anak-Nya.
Satan (Iblis) akan mencoba membujuk kita jika kita menyerahkan

hidup kita kepada Allah, kita akan kehilangan banyak. Hal-hal buruk akan terjadi pada kita. Kita harus berkorban banyak. Kita tidak akan menikmati hidup lagi. Itu tidak benar.

Kita mendapatkan kehendak Allah “bisa diterima.” Kita tidak akan menolaknya karena begitu banyak. Namun kita harus menerimanya dalam iman. Kita tidak dapat berkata, “Allah, jika Engkau membiarkan saya melakukan ini, maka saya akan menerima kehendak-Mu.” Allah berkata, “engkau menerima, maka Aku akan mengatakan padamu apa yang Aku biarkan engkau lakukan.”

Lalu kita mendapatkan kehendak Allah “sempurna.” Pewahyuan terakhir dari kehendak-Nya termasuk setiap bidang hidup kita – setiap detail, setiap situasi. Tidak ada yang tertinggal. Kita melihat, beberapa dari apa yang kita pikir tidak penting sebaliknya bisa sangat penting. Jika kita berpikir Allah hanya prihatin pada hal-hal yang penting, kita bisa meleset. Roh Kudus memimpin kita kedalam kehendak Allah.

Langkah keempat dalam mencari tempat kita ditemukan dalam Roma 12:3:

“Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.”

Ini bukan langkah mudah bagi sebagian besar dari kita. Mengatakan dengan cara lain: jadilah rendah hati dan realistik tentang diri kita.
Perlu ditekankan agar menjadi realistik tentang diri kita, kita harus

rendah hati, karena ketika kita berhadapan dengan fakta-fakta tentang diri kita, kita semua direndahkan. Halangan satu-satunya yang menahan kita melihat kebenaran tentang diri kita adalah kecongkakkan (pride). Jadi kita harus belajar di rendahkan.

Untuk jelasnya, “di” rendahkan bukan “perasaan” rendah hati. Allah tidak pernah berkata, “Merasa rendah hatilah.” Ia berkata, “Jadilah rendah hati.” Kerendahan hati adalah keputusan yang kita bisa buat. Yesus memberi contoh baik. Ia berkata, “Kalau seseorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat daripadamu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah.

Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain.

Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Lukas 14:8-11).

Kerendahan hati selalu melibatkan keputusan – dimana kita akan duduk atau bagaimana kita akan berelasi dengan orang lain. Paulus berkata jangan memikirkan diri kita lebih tinggi daripada yang patut kita pikirkan. Ketika kita memandang diri kita dan potensi pelayanan kita, jangan mulai menyebut diri kita rasul. Mulailah dengan rendah hati, dan menjadi pelayan yang bisa diajar. Allah akan mengurus promosi kita. Yesus berkata,

“Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Lukas 14:11). Pilihan kita. Kita harus membumi dan realistik. Hadapi kenyataan. Saya berbohong. Hadapi kenyataan. Saya dengki dan iri hati terhadap orang lain. Hadapi kenyataan.

Apakah kita sudah pernah menemukan Allah membawa kita pada kebenaran sebelum Ia benar-benar menolong kita? Hanya ketika kita sudah menyerah atas diri kita, Allah baru berkata, “Sekarang Aku siap menolong engkau. Sekarang engkau lihat engkau benar- benar membutuhkan kasih karunia-Ku. Sebelum itu, engkau berpikir engkau bisa mengandalkan dirimu sendiri. Engkau tidak bisa. Ketika kita merendahkan diri dan realistik tentang diri kita, kita mengalami pertolongan dan kasih karunia Allah.

Akhir Roma 12:3 berkata: “tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.” Jalan terbuka dihadapan kita – langkah kelima perjalanan ke tempat kita. Kita menemukan bahwa Allah sudah memberi kita ukuran iman spesifik.

Ada orang-orang yang mengklaim memiliki iman lebih besar daripada yang mereka miliki. Ini cepat atau lambat akan membawa mereka kepada petaka. Penulis Ibrani berkata, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibrani 11:1). Iman adalah zat atau hakekat; hanya ada satu kebenaran, kita memilikinya, atau kita tidak memilikinya. Berdiskusi tentang iman tidak akan membuat kita lebih beriman. Namun kita bisa berkata, “Allah, saya tidak punya cukup

iman” dan “Ia akan merespons dengan berkata, “ada cara-cara untuk menambah iman.”

“Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Roma 10:17). Jika kita tidak punya iman, kita bisa mendapatkannya! Iman datang. Bagaimana? “Melalui mendengar Firman Allah.” Tidak dengan membual. Tidak dengan berbicara hal- hal super spiritual. Ada iman di kepala (pikiran) tapi itu bukan zat atau hakekat. Bisa berbicara tentang iman, namun tidak memiliki realita.

Yesus berkata: “Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, – maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu” (Matius 17:20). Bukan semata- mata kuantitas iman kita yang penting, namun kualitas iman kita.
Iman diberikan kepada orang yang realistik dan kepada yang rendah hati.

Kenapa Allah memberi kita ukuran iman spesifik? Berikut langkah keenam dalam perkembangan kita: Ia memiliki tempat spesifik untuk kita dalam Tubuh Kristus. Iman yang Ia sudah beri kita, dirancang khusus untuk posisi kita. Jika Allah ingin kita menjadi tangan, Ia akan memberi iman tangan. Jika Ia ingin kita menjadi kuping, Ia akan memberi iman kuping. Jika Ia ingin kita menjadi jari, Ia akan memberi kita iman jari.

Jadi, kita lihat, jika kita jari dan kita mencoba jadi hidung, kita semua diluar saling berebut. Ada ketidak seimbangan antara apa yang kita coba lakukan dan iman yang kita miliki. Alasannya karena kita mencoba menggunakan iman kita untuk sesuatu yang tidak sesuai

dengan tujuan iman itu diberikan – untuk pekerjaan dan tempat yang kita miliki dalam Tubuh.

Tangan kita melakukan pekerjaan dengan baik sebagai tangan. Membuka Alkitab, membalik halaman-halaman. Namun jika kita mencoba melakukan pekerjaan dengan kaki kita, kita akan menghadapi masalah.

Kita bisa simpulkan jika banyak orang terus menerus bergumul dengan iman, karena mereka melakukan salah pekerjaan. Mereka tangan yang mencoba menjadi jari. Ini cara Allah menuntun kita kedalam tempat kita. Ketika iman kita cocok dengan tempat yang Allah tempatkan, maka kita tidak selalu bergumul.

Dan camkan di pikiran, tidak ada dari kita bisa mandiri. Setiap dari kita anggota Tubuh dan kita anggota satu sama lain. Jika kita jari, kita harus menemukan tangan untuk disambung. Kita tidak bisa jadi jari semua sendiri. Jika kita tangan, kita harus disambung dengan lengan.

Salah satu masalah besar banyak orang Kristen – individualisme. Dalam Kitab Ibrani ada dua belas nas-nas “marilah kita” atau “baiklah kita”. Tidak dikatakan, “marilah saya.” Dikatakan “marilah kita.” Keputusan bersama, tindakkan bersama. Ada banyak hal kita tidak pernah bisa capai sendiri. Kita harus menemukan tempat kita dalam Tubuh Kristus.

Langkah terakhir – dan bagian yang membuat sebagian besar orang bergairah karena melibatkan karunia-karunia. Mari kita baca dalam Roma 12:

“Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama, demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain.

Demikianlah kita mempunyai karunia [charismata] yang berlain- lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita” (Roma 12:4-6).

Frasa, “baiklah kita melakukannya” atau “menggunakannya,” penting. Hanya mencari karunia-karunia dalam abstrak, diluar konteks, bodoh dan tidak realistik. Kita perlu tahu lebih spesifik apa yang kita perlu.

Bagaimana kita tahu karunia-karunia apa yang kita perlu? Apa yang menentukan jawaban atas pertanyaan itu? Jawabannya, tempat kita dalam Tubuh. Jika kita tangan, kita butuh karunia tangan. Jika kita mata, kita butuh karunia mata. Jika kita kaki, kita butuh karunia kaki. Kita bisa percaya Allah akan memberi kita karunia-karunia yang kita butuh untuk pekerjaan yang Ia sudah panggil kita. Namun jangan pisahkan karunia-karunia kita dari pekerjaan kita.

Kita sudah belajar Allah memiliki tempat untuk kita, dan dalam perjalanan kita ke tempat itu, Ia sudah memperlengkapi kita untuk berfungsi didalamnya. Kita mungkin tidak menemukan langsung jalan kita kedalam tempat terakhir kita. Kemungkinan akan progresif. Namun lebih jauh kita melangkah, lebih besar harmoni antara apa yang kita lakukan dan panggilan kita.

Ketika kita sudah menemukan tempat kita, maka kita mulai menggunakan karunia-karunia kita. Bukan berarti kita tidak bisa menggunakan karunia-karunia tanpa menemukan tempat kita, namun karunia-karunia itu akan mencapai tujuan Allah sepenuhnya hanya ketika kita berfungsi dalam tempat kita. Mari kita lihat karunia-karunia yang dapat menolong kita beroperasi dalam panggilan-panggilan khusus.

 

 

OLEH LOKA MANYA PRAWIRO.



Leave a Reply