Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Disiplin Tanamkan Nilai & Karakter pada Anak




eBahana.com – Tidak ada cara yang lebih tepat untuk menanamkan dan membentuk nilai-nilai dan karakter anak, selain dengan melakukan pendisiplinan dan kasih yang berimbang, melalui pengajaran dan keteladanan. Disiplin tanpa kasih justru menghasilkan anak-anak yang terluka, gambar diri tidak sehat, dan bahkan membuat anak-anak menjauh dari TUHAN. Namun kasih yang berlebihan tanpa disiplin, menghasilkan anak yang tidak tangguh, manja, kurang tekun, tidak bisa mandiri.

Prof. Gregory Slayton, mantan Dubes AS yang adalah pendiri pelayanan Family First Indonesia, menekankan pentingnya setiap orangtua melakukan “Prinsip 1:10”. Untuk setiap 1 tindakan atau kata-kata pendisiplinan, diperlukan 10 pujian yang tulus untuk memulihkannya. Penerapan disiplin saat anak melanggar aturan yang sudah disepakati bersama. Tentunya disiplin yang sesuai dengan tingkat pelanggaran dan usia anak. Sebaliknya, bila ia berprestasi, melakukan sesuatu yang memang diharapkan sesuai dengan kesepakatan, maka segera berikan pujian yang tulus.

DR James Dobson, pendiri pelayanan keluarga International Focus on The Family mengemukakan bahwa tujuan disiplin bagi anak ialah agar mereka dapat belajar cara hidup bertanggung jawab. DR Dobson mengemukakan beberapa hal berkaitan dengan cara mendisiplin anak adalah sebagai berikut:

  1. Mengembangkan rasa hormat dalam diri anak terhadap guru dan orangtuanya sendiri. Rasa hormat harus ditumbuhkan melalui komunikasi akrab lalu dikembangkan dan dipelihara dengan menyediakan waktu untuk menjawab pertanyaan anak. Dengan begitu anak belajar mengenai otoritas secara benar dan tepat.
  2. Memberikan hukuman atas tingkah lakunya yang jelas-jelas memberontak atau menentang guru dan orangtua; melawan terhadap aturan yang sudah diterangkan dan ditetapkan atau disetujui sebelumnya. Seperti hukuman fisik yang harus dikenakan bagi anak, pada bagian “pantat” (spanking). Orangtua harus menjelaskan mengapa ia melakukannya; dan jangan dilakukan hukuman jauh setelah anak melupakan pelanggaran yang dibuatnya. Kalau anak sudah berusia 9 tahun atau lebih, tidak tepat lagi memukulnya di bagian pantat, atau mengenakan hukuman fisik pada bagian tubuh lainnya.
  3. Mengendalikan diri agar tidak menyimpan amarah berkepanjangan. Jangan menyimpan emosi benci terhadap anak manakala menghukumnya secara fisik. Sebelum melakukan hukuman fisik orangtua harus menghitung dalam hatinya angka satu hingga sepuluh guna meredakan emosinya.
  4. Jangan berikan sogokan kepada anak, berupa benda atau hadiah, agar ia berlaku tertib. Hal ini dapat menumbuhkan akar materialisme.

Untuk anak-anak remaja pendisiplinan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

  1. Dialog, berarti kita mesti sering berbicara dengan anak-anak sebelum ada pendisiplinan. Kita membuka kesempatan komunikasi yang luas dengan anak-anak sehingga mereka bisa bebas mengutarakan dirinya kepada kita. Anak-anak remaja cenderung responsif terhadap upaya untuk menjangkaunya melalui dialog. Sebab mereka merasa adanya penghargaan. Komunikasi antara anak dan orang tua sangat dipengaruhi oleh adanya keterbukaan di antara mereka. Semakin orang tua nyaman membuka diri kepada anak semakin anak akan merasa dekat dengan orang tua
  2. Sanksi, memberikan konsekuensi atas perbuatannya ketika anak melanggar larangan kita. Contoh bentuk sanksi adalah tidak memberikan uang jajan selama dua hari, melarangnya bermain game kesukaannya, atau bentuk-bentuk lainnya. Untuk memberikan sanksi dengan efektif atau menjalankan metode sanksi dengan efektif, kita perlu menginformasikan kepada anak kita terlebih dahulu sebelum sanksi itu diberikan.

Disiplin sangat perlu dilakukan dan disepakati oleh ayah dan ibu. Disiplin yang disepakati oleh kedua orang tua akan menjadi disiplin yang solid. Kalau orangtua tidak sepakat dalam mendisiplin, awalnya akan menimbulkan kebingungan pada anak, namun lambat laun anak bisa ‘memanfaatkan’ situasi untuk tetap mendapatkan apa yang mereka mau. Dalam hal membuat aturan, anak boleh memberikan masukan, tetapi keputusan terakhir ada di tangan Anda sebagaiorangtuanya. Guru, hamba TUHAN, pemimpin kaum muda, Guru Sekolah Minggu, bisa membantu Anda, tetapi Anda lah penanggung jawab utamanya.

Jangan pernah mendelegasikan otoritas mendisiplin ini kepada orang lain, meskipun itu orangtua Anda. Sebagai pemimpin, Andalah yang bertanggung jawab menetapkan standar seperti yang TUHAN mau dan memastikan standar dan aturan itu berjalan.

Penutup

Saya percaya, bila sudah tiba waktu saya untuk ‘check out’ dari dunia ini, TUHAN tidak tertarik dengan berapa banyak aset saya, berapa banyak orang yang mendengarkan kotbah saya, atau berapa pasangan yang krisis bisa didamaikan kembali. Tetapi salah satu hal yang harus saya pertanggungjawabkan di hadapan TUHAN adalah apa yang saya ajarkan, tanamkan, lakukan bagi anak-anak saya. Karena itulah tanggung jawab utama saya, atas ‘titipan’ yang TUHAN percayakan kepada saya.

Renungkan Sejenak:

Sudahkan Anda menerapkan aturan, nilai dan visi itu dengan konsisten?

Bagaimana jika ada anak yang ‘melanggar’? Apa yang anda lakukan dan siapa yang bertugas atau bertanggung jawab untuk memastikannya?

(Himawan Hadirahardja – Direktur Eksekutif Family First Indonesia, pembicara masalah keluarga)



Leave a Reply