Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

BAGAIMANA MENDAPATKAN IMAN ?




eBahana.com – Kita menghadapi tantangan tuntutan Allah tanpa kompromi untuk memiliki iman, “Orang benar akan hidup oleh iman. … Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. … Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya ….”

Dalam tuntutan ilahi ini, kita bisa lihat mengapa Kitab Suci membandingkan iman dengan emas yang berharga. Nilainya unik. Tidak ada penggantinya untuk iman. Tanpa iman, kita tidak bisa menghampiri Allah; kita tidak berkenan kepada-Nya; kita tidak bisa menerima kehidupan-Nya.

Lalu, bagaimana kita mendapatkan iman? Apakah iman adalah sesuatu yang tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dijelaskan yang atasnya kita tidak punya kendali? Atau, apakah Alkitab yang sama, yang mempresentasikan tuntutan Allah agar kita memiliki iman, juga menunjukkan jalan kepada kita bagaimana mendapatkannya?

Roma 10:17 berkata, “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” “Timbul.” “Iman timbul.” Jika kita tidak punya iman, kita bisa mendapatkannya. Namun, bagaimana iman bisa timbul? “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” Namun, apa arti “pendengaran?” Bagaimana kita bisa “mendengar” apa yang Alkitab katakan kepada kita? Dalam bahasa Yunani asli, Perjanjian Baru, ada dua kata, keduanya biasa diterjemahkan sebagai “kata”. Yang satu adalah “logos”; yang satunya adalah “rhema”. Kadang kala kedua kata tersebut digunakan “secara bergantian. Namun, setiap kata itu memiliki perbedaan signifikansi sendiri‐sendiri.

Arti logos lebih dari sebuah kata yang diucapkan atau ditulis; menunjukkan fungsi ekspresi pikiran. Logos didefinisikan sebagai “kuasa pikiran yang dimanifestasikan dalam ucapan”. Dalam hal ini, logos adalah ekistensi “firman Allah” yang tidak berubah. Keputusan Allah—ada dalam kekekalan sebelum permulaan waktu, dan akan berlanjut dalam kekekalan hingga jauh setelah waktu berakhir. Logos ilahi ini yang Daud katakan dalam Mazmur 119:89 ketika ia berkata, “Untuk selama‐lamanya, ya TUHAN, firman‐Mu tetap teguh di sorga.” Tidak ada yang terjadi di bumi bisa mengubah kata yang kekal di surga ini. Di lain pihak, rhema berasal dari kata kerja yang berarti “diucapkan”, dalam waktu dan tempat.

Dalam Roma 10:17, ketika Paulus berkata bahwa “iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus,” ia menggunakan kata rhema, bukan logos. Ini sesuai dengan fakta bahwa ia menggunakan keduanya, “kata” dan “pendengaran”. Secara logis, agar bisa didengar, kata harus diucapkan. Ini sesuai dengan pernyataan Paulus dalam 2 Korintus 3:6, “Ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup.” Tanpa Roh Kudus, tidak bisa ada rhema. Dalam Alkitab, logos—seluruh keputusan Allah—disediakan bagi kita. Namun, logos terlalu luas, besar, dan kompleks untuk kita mengerti seluruhnya.

Rhema adalah cara Roh Kudus membawa dan menurunkan sebagian logos keluar dari kekekalan dan menghubungkannya dengan waktu dan tempat agar kita bisa mengalaminya. Rhema adalah sebagian dari seluruh logos yang diaplikasikan dalam situasi khusus kita pada waktu tertentu. Melalui rhema, logos yang diaplikasikan pada hidup kita menjadi pengalaman pribadi.

Dalam hubungan ini antara Allah dan manusia, iman timbul dan inisiatifnya berasal dari Allah. Dengan demikian, tidak ada tempat bagi kita untuk menjadi arogan atau sombong. Dalam Roma 3:27 Paulus mengatakan bahwa membual bukan bagian dari hukum iman. Allah lebih tahu daripada kita dan hanya sebagian dari logos yang bisa memenuhi kebutuhan kita pada waktu tertentu.

Melalui Roh Kudus, Dia mengarahkan kata‐kata kepada kita yang sesuai atau tepat, lalu mengimpartasi kehidupan ke dalam kata‐kata itu sehingga menjadi rhema—suara Allah yang hidup. Respons yang disyaratkan dari kita adalah “mendengar”. Sejauh kita “mendengar”, kita menerima iman.

Proses apa yang terjadi dalam “mendengar?” Penting kita tahu apa yang disyaratkan dari kita. “Mendengar”, terdiri dari empat elemen. Pertama, kita memberikan perhatian yang tidak terbagi pada apa yang Allah katakan kepada kita melalui Roh Kudus. Dengan keputusan, kehendak pribadi, yang tegas, kita menyingkirkan semua pengaruh yang mengganggu.

Kedua, kita harus mencondongkan telinga kita dengan sikap rendah hati dan mudah diajar terhadap Allah. Kita menolak purbasangka (prejudice) dan pendapat yang diambil sebelumnya (preconception), serta menerima apa yang Allah katakan dengan jelas dan praktis.

Ketiga, kita fokus pada kata‐kata yang mana Allah sudah mengarahkan kita. Jangan kita izinkan mata kita menyimpang ke pernyataan dari sumber lain yang mungkin berkonflik dengan apa yang Allah katakan.

Keempat, bahkan ketika kata‐kata (rhema) tidak ada di depan kita, kita harus terus bermeditasi pada kata‐kata itu dalam hati kita. Dengan cara ini kita terus menyimpannya pada pusat diri kita dan pengaruhnya meresap masuk ke dalam setiap bagian hidup kita.

Ketika rhema datang dari Allah kepada kita, itu selalu bersifat spesifik dan pribadi, dalam hubungan pribadi dengan Allah yang terjadi terus-menerus, sesuai tempat dan waktu. Melalui rhema yang datang berturut‐turut, Allah menuntun kita dalam kehidupan iman sesuai panggilan‐Nya. Rhema yang diberikan kepada seseorang tidak berlaku bagi orang lain. Bahkan tidak sama bagi orang yang sama dalam pengalaman yang lain. Kehidupan yang bergantung pada rhema Allah secara terus-menerus ini terdapat dalam perkataan Yesus ketika Dia dicobai Iblis untuk kali pertama di belantara: “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman (rhema) yang ‘keluar’ dari mulut Allah” (Matius 4:4). Kata “keluar” terjadi pada masa kini (present tense). Sama seperti, “… setiap kata yang keluar dari mulut Allah.” Yesus di sini berbicara mengenai kata spesifik yang keluar dari mulut Allah; kata yang memiliki kuasa melalui “napas mulut Allah”, yang adalah Roh Kudus. Ini “roti kita setiap hari” yang “keluar” selalu baru. Sementara, kita hidup dalam ketergantungan terus-menerus pada rhema‐Nya. Kita mengalami impartasi iman setiap hari yang hanya dari impartasi tersebut orang benar akan hidup oleh imannya.

Kita bisa merangkum hubungan antara logos dan rhema. Rhema diambil dari kekekalan (logos) dan dimasukkan ke dalam waktu (kehidupan di dunia). Rhema diambil dari surgawi (logos) dan dibawa ke bumi. Rhema diambil potensinya (logos) dan dibuat menjadi nyata. Rhema diambil dari keseluruhan (logos) yang luas, besar, dan kompleks dan dibuat menjadi spesifik. Rhema diambil dari seluruh (logos) dan diberikan kepada kita dalam bentuk yang manusia bisa berasimilasi. Rhema itu seperti potongan roti yang Yesus berikan kepada ribuan orang yang datang untuk mendengarkan pengajaran‐Nya. Cocok bagi setiap kebutuhan individu. Rhema juga sering datang kepada kita melalui orang percaya lainnya. Dalam Yesaya 55:‐13 Nabi Yesaya mempresentasikan hubungan antara logos dan rhema dengan perumpamaan yang jelas

Ayat 8, “Sebab rancangan‐Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan‐Ku, demikianlah firman TUHAN.”

Ayat 9, “Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan‐Ku dari jalanmu dan rancangan‐Ku dari rancanganmu.”

Ayat 10, “Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh‐tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan,

Ayat 11, “Demikianlah firman‐Ku yang keluar dari mulut‐Ku: ia tidak akan kembali kepada‐Ku dengan sia‐sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.”

Ayat 12, “Sungguh, kamu akan berangkat dengan sukacita dan akan dihantarkan dengan damai; gunung‐gunung serta bukit‐bukit akan bergembira dan bersorak‐sorai di depanmu, dan segala pohon‐pohonan di padang akan bertepuk tangan.”

Ayat 13, “Sebagai ganti semak duri akan tumbuh pohon sanobar, dan sebagai ganti kecubung akan tumbuh pohon murad, dan itu akan terjadi sebagai kemasyuran bagi Allah, sebagai tanda abadi yang tidak akan lenyap.”

Disini kita melihat dua bidang yang berbeda—surgawi dan duniawi. Pada bidang surgawi, logos ilahi—cara dan pikiran Allah, seluruh keputusan Allah yang menetap di surga. Pada tingkat duniawi, cara dan pikiran manusia, jauh di bawah Allah dan tidak sebanding. Tidak ada jalan di mana manusia bisa naik dari tingkatnya ke tingkat Allah, tetapi ada cara di mana pikiran bisa dibawa kepada manusia. Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, Allah berkata, “Demikianlah firman‐Ku yang keluar dari mulut‐Ku.”

Ini “kata” sama yang Yesus katakan dalam Matius 4:4, “Setiap kata yang keluar dari mulut Allah,” yang darinya manusia hidup adalah logos surgawi yang turun ke bumi sebagai rhema. Cara dan pikiran Allah ini terimpartasi kepada kita yang diaplikasikan pada situasi kita untuk memenuhi kebutuhan kita pada saat‐saat tertentu.

Jika diterima dan ditaati, rhema membawa kita ke dalam aktivitas hidup dan menghasilkan buah yang memuliakan Allah. Kita akan “berangkat dengan sukacita”, dan “dihantarkan dengan damai”. “Sebagai ganti semak dan duri akan tumbuh pohon sanobar, dan sebagai ganti kecubung akan tumbuh pohon murad.” “Semak dan duri, pohon jelatang” melambangkan cara dan pikiran kita. Ketika kita menerima rhema dari mulut Allah, cara dan pikiran kita akan diganti dengan “cemara” dan “sejenis semak berbunga putih”, yang menggambarkan cara dan pikiran Allah.

 

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply