Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Pdt. Iswari Setyanti M.Min. : Kasih Setia Tuhan Menyertaiku Selama 25 Tahun Sebagai Pendeta




eBahana.com- Wanita kelahiran Semarang ini mempunyai nama lengkap Iswari Setyanti dan biasa dipanggil Ais. Dibesarkan oleh ibu yang bernama Widyatmi Juliani dan ayah bernama Soeharto Hadisutjipto yang sejak kecil sudah mengenalkan Allah dan Ciptaan-Nya  melalui firman, pujian dan musik.

“Ketika kami masih kecil, menjelang tidur ibu selalu menyanyikan lagu-lagu negro spiritual. Sejarah dan kisah lagu itu selalu diceritakan dengan detail dan runut. Kebanyakan memang bahasa Inggris tetapi ibu menerjemahkan dengan sangat indah dan puitis. Maka tak heran kami semua sangat senang musik dan nyanyian” ungkap Pdt. Ais.

Penyuka lumpia basah Surabaya, tempe dan ikan asin ini, sudah menyanyi sejak TK dan sejak remaja sudah melayani sebagai pemain organ. “Salah satu lagu yang saya senangi adalah Great Is Thy Faitfullnes. Saya bersyukur pernah masuk dalam group Orkestra lagu-lagu karya Johan Sebastian Bach. Lagu-lagu Fanny Crosby juga sangat berkesan. Namun diakhir-akhir 10 tahun belakangan ini Hillsong juga saya suka. Satu lagu yang selalu ada di penahbisan dan peneguhan saya adalah NKB 154. Setialah, Setialah. Syairnya sangat indah.” jelasnya.

Sejak kecil ia bercita-cita menjadi wartawan karena kesukaannya akan menulis. Saat duduk di bangku SMA ia berkesempatan mengikuti lomba menulis tentang budaya, antropologi dan sosial. Lulus SMA, ia memutuskan untuk masuk ke Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan memilih Fakultas Seni, Jurusan Etnomusikologi.

Namun karena panggilan Tuhan begitu kuat, akhirnya tahun 1987 ia berputar haluan dan memberanikan diri mendaftar di Fakultas Teologi, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), tentu saja atas doa dan seijin pendeta, Majelis Jemaat dan keluarganya. Lulus dari UKDW tahun 1991 dan diwisuda pertengahan tahun 1992.

Pdt. Ais menjalani masa pengenalan Jemaat di GKI Pregolan Bunder Surabaya dan GKI Merisi Indah Surabaya serta praktek pelayanan di GKI Diponegoro Surabaya. Tahun 1996 diteguhkan menjadi Penatua Tugas Khusus (PTK) di Tuban dan 4 Mei 1998 ditahbiskan menjadi pendeta pertama di GKI Tuban. Setelah itu 26 Juli 2004 diteguhkan sebagai Pendeta Jemaat di GKI Sepanjang Sidoardjo.

Saat muda ia juga pernah melayani di Kalimantan, Papua, Sulawesi ke tenda-tenda pengungsian, barak-barak, gereja-gereja tempat orang-orang transmigrasi dengan menggunakan pesawat Hercules, kadang kapal laut dilanjut lagi dengan perahu. “Saat melayani di daerah transmigrasi, mereka memberi uang kepada saya dengan dibungkus saputangan. Semuanya uang koin dan itu hasil persembahan yang mereka kumpulkan. Hati ini teriris memandangi wajah-wajah mereka. Persembahan itu saya terima setelah itu saya persembahkan kembali untuk gereja mereka. Banyak pengalaman yang menguatkan panggilan perjalanan saya dan tetap menetapkan diri untuk menjadi hamba-Nya.” cerita Pdt. Ais.

Pada 11 April 2016 diteguhkan sebagai Pendeta Jemaat GKI Pamulang Tangerang Selatan sampai sekarang. “GKI Pamulang sangat berharga bagi saya karena ia merupakan keluarga, teman, sahabat dimana kami berbagi hidup melalui pelayanan dan persekutuan dengan kekeluargaan. Harapan dan doa saya, GKI Pamulang akan menjadi gereja yang dewasa dalam pengenalan akan Tuhan Yesus yang hidup. Mengerti apa yang Tuhan mau nyatakan dalam gereja-Nya. Kehadirannya dapat dirasakan dan berdampak pada sekitarnya. Menjadi gereja yang transformatif dalam menjawab tantangan zaman.” ungkapnya.

Umat adalah kepunyaan Allah dan milik Allah. Saya dipanggil dan dipercaya Allah untuk menjaga, merawat, memperhatikan dengan penuh cinta karena Allah Sang Pemilik mempercayakannya dan menjadi tanggung jawab saya. Sekalipun begitu umat adalah keluarga Allah, keluarga saya yang harus saya kasihi dan cintai dengan syukur serta sukacita. Belajar untuk mengasihi umat seperti Yesus mengasihi saya dan mereka.

Penyuka warna hijau dan ungu ini, pernah menjalani isolasi mandiri karena Covid-19 dan pengalaman itu tidak membuatnya patah semangat. Menurutnya, pandemi Covid-19 bukanlah hukuman tetapi semacam peringatan dan “break” untuk melihat betapa rapuhnya kita sebagai manusia karena selalu membutuhkan-Nya. Pandemi menggajarkan kita akan banyak hal.

Isteri dari Anil Dawan dan ibu dari Kyle Pietra Inggil ini menyampaikan bahwa menjadi pendeta memang pilihan yang membutuhkan kepekaan tersendiri. “Kepekaan untuk terus bertanya dan mau mendengar apa kehendak-Nya. Tidak menanyakan apa yang akan aku dapatkan tapi mengatakan pada diri apa yang akan aku lakukan untuk orang lain. Dan terbukti kasih setia Tuhan menyertaiku selama 25 tahun melayani.” ungkapnya.

Buat para remaja dan pemuda, mulailah bertanya pada Tuhan apa yang akan saya kerjakan dalam hidup ini? Bertanyalah dan asahlah. Jangan takut untuk merespon panggilan Tuhan sebagai pendeta. Tuaian banyak sekali tapi pekerja masih sedikit. Menjadi pekerja sangat menyenangkan dan pastinya sangat membahagiakan karena kasih setia Tuhan menyertai kita senantiasa, amin. (LN)



Leave a Reply