Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

HUKUM DAN KASIH KARUNIA




eBahana.com – Menurut Perjanjian Baru, keselamatan diterima hanya melalui iman-iman dalam karya penebusan Kristus-tanpa perbuatan-perbuatan manusia dalam bentuk apa pun. Tetapi setelah itu iman selalu menghasilkan perbuatan-perbuatan yang benar-tindakan-tindakan sesuai dengan iman yang di anut. Iman yang tidak menghasilkan perbuatan-perbuatan yang benar ini hanya pernyataan kosong-iman mati-tidak mampu membawa pengalaman keselamatan riil.

Kesimpulan ini secara alamiah membawa kita kepada pertanyaan lebih jauh. Perbuatan-perbuatan apa yang harus kita lakukan dalam kehidupan setiap orang yang menganut iman dalam Kristus untuk keselamatan? Lebih spesifik lagi, apa hubungan antara iman dalam Kristus dan syarat-syarat hukum Musa?

Jawaban Perjanjian Baru jelas dan konsisten: begitu seseorang sudah percaya Kristus untuk keselamatan, kebenarannya tidak lagi bergantung pada mematuhi hukum Musa, baik semua maupun sebagian.

Ini subjek dimana ada banyak pemikiran yang membingungkan dalam pembicaraan diantara orang-orang Kristen. Agar menjernihkan kebingungan ini, kita pertama harus mengetahui fakta-fakta dasar tertentu mengenai hukum Taurat.

Fakta besar pertama hukum diturunkan lengkap, sekali untuk selama-lamanya, melalui Musa. “sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus” (Yohanes 1:17).

Perhatikan frasa “hukum diberikan oleh Musa.” Bukan “beberapa hukum,” atau “sebagian hukum,” tetapi “hukum-keseluruhan hukum, lengkap dan keseluruhan dalam satu sistim-diberikan pada satu periode dalam sejarah dan melalui instrumentalitas manusia dari hanya satu orang, dan orang itu adalah Musa. Frasa “hukum” menunjukkan sistim hukum yang lengkap diberikan oleh Allah melalui Musa. Konfirmasi ini ditemukan dalam Roma. “Sebab sebelum hukum Taurat ada, telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat. Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman Musa juga atas mereka yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang telah dibuat oleh Adam, yang adalah gambaran Dia yang akan datang” (Roma 5:13-14).

Perhatikan dua frasa mengindikasikan satu periode waktu: “sebelum hukum Taurat” dan “zaman Adam sampai kepada zaman Musa.” Ketika Allah menciptakan Adam dan menaruh dia dalam taman Eden, Ia memberinya bukan sistim hukum yang lengkap tetapi satu perintah negatif. “buah pohon yang ada di tengah-tengah taman….jangan kamu makan” (Kejadian 3:3).

Ketika Adam melanggar perintah ini, dosa masuk kedalam umat manusia dan turun ke atas Adam dan semua keturunannya sejak itu dan seterusnya. Bukti bahwa dosa turun ke atas semua manusia sejak zaman Adam dan keturunannya adalah fakta bahwa semua manusia mengalami kematian, akibat dosa.

Namun demikian, sejak zaman Adam melanggar satu perintah pertama yang diberikan Allah sampai zaman Musa, tidak ada sistim hukum lain yang diberikan Allah kepada umat manusia. Ini menjelaskan bagaimana dua frasa “sebelum hukum Taurat” dan “zaman Adam sampai kepada zaman Musa” menunjukkan periode sejarah manusia yang sama-periode dari pelanggaran satu perintah Adam dalam taman Eden turun sampai zaman ketika sistim hukum ilahi lengkap (hukum Taurat) diberikan oleh Allah melalui Musa.

Selama periode ini umat manusia hidup tanpa hukum dari Allah. Ini sepakat sepenuhnya dengan pernyataan yang sudah dikutip dari Yohanes 1:17. “hukum Taurat diberikan oleh Musa.”

Hukum yang diberikan ini, satu sistim perintah lengkap, undang-undang, ordonansi-ordonansi, dan penghukuman-penghukuman. Semua ini dikandung, keseluruhannya, didalam empat buku pedoman Alkitab-Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan.

Sebelum zaman Musa tidak ada sistim hukum ilahi diberikan kepada umat manusia. Lebih jauh, setelah berakhirnya periode ini, tidak ada lebih jauh ditambahkan pada sistim hukum ini. Hukum itu jadi, diberikan lengkap sekali untuk selama-lamanya, dijelaskan oleh

kata-kata Musa. “Maka sekarang, hai orang Israel, dengarlah ketetapan dan peraturan yang kuajarkan kepadamu untuk dilakukan, supaya kamu hidup dan memasuki serta menduduki negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu. Janganlah kamu menambahi apa yang kuperintahkan kepadamu dan janganlah kamu menguranginya, dengan demikian kamu berpegang pada perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu” (Ulangan 4:1-2).

Kata-kata ini menunjukkan sistim hukum yang diberikan oleh Allah kepada Israel melalui Musa lengkap dan terakhir. Setelah itu tidak ada lagi yang ditambahkan padanya dan tidak ada yang di kurangi darinya.

Ini membawa kita pada fakta besar selanjutnya yang harus dibangun dengan jelas sehubungan mematuhi hukum: setiap orang yang berada di bawah hukum karenanya diwajibkan memperhatikan seluruh sistim hukum secara keseluruhan setiap saat. Tidak boleh hanya melakukan bagian-bagian tertentu hukum dan membatalkan atau menghilangkan bagian-bagian lain. Tidak boleh juga melakukan hukum pada waktu-waktu tertentu dan gagal menjalankannya pada waktu-waktu lain. Siapa pun yang berada di bawah hukum diwajibkan mematuhi seluruh hukum setiap saat.

“Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya. Sebab Ia yang mengatakan: “Jangan berzinah”, Ia mengatakan juga: “Jangan membunuh”. Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga” (Yakobus 2:10-11).

Ini jelas dan logikal. Seseorang tidak bisa berkata, “Saya mempertimbangkan beberapa hal tertentu penting, jadi saya akan melakukannya; namun saya mempertimbangkan beberapa hal lain dari hukum tidak penting, jadi saya tidak melakukannya.” Siapa saja di bawah hukum harus memperhatikan semua syarat-syaratnya setiap waktu. Jika ia melanggar hanya satu hal, ia sudah melanggar seluruh hukum.

Hukum adalah satu sistim lengkap yang tidak bisa dibagi menjadi beberapa bagian untuk diaplikasikan dan yang lain-lainnya tidak diaplikasikan. Sebagai jalan kebenaran, seluruh hukum harus diterima dan diaplikasikan, lengkap dan seluruhnya, sebagai satu sistim, atau tidak berfaedah atau valid. “Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat” (Galatia 3:10).

Perhatikan frasa itu “melakukan segala sesuatu.” Ini mengindikasikan bahwa seseorang yang berada di bawah hukum harus melakukan seluruh hukum setiap saat.

Seseorang yang kapan pun melanggar bagian manapun dari hukum sudah melanggar seluruh hukum, dan sudah karenanya berada di bawah kutukan ilahi atas semua pelanggaran hukum.

Berlanjut dari sini, kita sampai pada hal penting ketiga yang harus diketahui sehubungan dengan hukum, dan ini fakta historis sesungguhnya: sistim hukum yang diberikan oleh Musa ditahbiskan oleh Allah hanya untuk satu bagian kecil dari umat manusia, dan itu bangsa Israel setelah pembebasan mereka dari belenggu Mesir.

Tidak ada dalam Alkitab Allah berniat memberlakukan hukum Musa, seluruhnya atau sebagian bagi orang-orang non-Yahudi, secara nasional atau pribadi. Satu-satunya pengecualian ditemukan dalam kasus beberapa orang non-Yahudi yang secara sukarela memutuskan untuk mengasosiasikan diri mereka dengan Israel dan karenanya menempatkan diri mereka sendiri dibawah semua kewajiban-kewajiban agamawi yang Allah kenakan atas Israel.

Orang-orang non-Yahudi yang berpindah agama menjadi Judaisme dalam Perjanjian Baru disebut “proselit.”

Selain ini, kewajiban-kewajiban hukum belum pernah dikenakan oleh Allah atas orang-orang non-Yahudi.

Jadi kita bisa menyimpulkan tiga fakta penting yang diperlukan untuk mengetahui sebelum kita mempelajari hubungan orang-orang percaya Kristen dengan hukum Musa.

Pertama, hukum diberikan sekali untuk selama-lamanya, sebagai satu sistim lengkap, melalui Musa; setelah itu, tidak ada bisa ditambahkan padanya atau di batalkan darinya.

Kedua, hukum harus selalu diberlakukan secara keseluruhan sebagai satu sistim lengkap; melanggar bagian mana saja dari hukum sama dengan melanggar seluruhnya. Ketiga, sebagai fakta sejarah manusia, sistim hukum ini tidak pernah ditahbiskan oleh Allah untuk orang-orang non-Yahudi, hanya untuk bangsa Israel.

Sesudah membangun tiga fakta ini sebagai dasar, mari kita memerikasa secara detil apa yang Perjanjian Baru ajarkan mengenai hubungan antara orang percaya Kristen dan hukum Musa.

Pertanyaan ini mengacu pada banyak nas-nas yang berbeda dari Perjanjian Baru, dan dalam setiap nas diajarkan kebenaran yang sama. Kebenaran orang percaya Kristen tidak bergantung pada melakukan bagian mana pun dari hukum Musa.

Mari kita lihat beberapa nas dalam Perjanjian Baru yang menjelaskan ini. Pertama, Roma 6:14 yang ditujukan pada orang-orang percaya Kristen: “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.”

Ayat ini mengungkapkan dua kebenaran penting. Pertama, orang-orang percaya Kristen tidak berada di bawah hukum tetapi di bawah kasih karunia. Ini dua alternatif yang satu sama lain meniadakan yang lain: seseorang yang berada di bawah kasih karunia tidak berada di bawah hukum. Tidak ada orang bisa berada di bawah hukum dan kasih karunia pada waktu bersamaan.

Kedua, alasan kenapa dosa tidak akan menguasai orang percaya Kristen adalah karena mereka tidak berada di bawah hukum. Selama seseorang tidak berada di bawah hukum ia juga tidak dikuasai dosa. Untuk lolos dari dosa seseorang harus keluar dari atau tidak berada di bawah hukum. “Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat” (1 Korintus 15:56).

Hukum sebenarnya memperkuat kuasa dosa atas mereka yang berada di bawah hukum. Lebih kuat mereka berusah melakukan hukum, lebih lagi mereka menyadari kuasa dosa didalam diri mereka, yang bahkan melawan kehendak mereka, dan membuat frustrasi setiap usaha untuk hidup menurut hukum. Satu-satunya jalan agar lolos dari kuasa dosa ini adalah keluar dari bawah hukum dan masuk ke bawah kasih karunia. “Sebab waktu kita masih hidup di dalam daging, hawa nafsu dosa, yang dirangsang oleh hukum Taurat, bekerja dalam anggota-anggota tubuh kita, agar kita berbuah bagi maut. Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat” (Roma 7:5-6).

Disini Paulus berkata bahwa mereka yang berada di bawah hukum tunduk pada hawa nafsu dosa dalam keinginan kodrat kedagingan mereka, yang mengakibatkan mereka berbuah bagi maut, namun sebagai orang-orang percaya Kristen, “kita telah dibebaskan dari hukum….”sehingga kita sekarang melayani Allah, bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat, tetapi dalam keadaan baru menurut Roh yang kita terima melalui iman dalam Kristus.

Lagi dalam Roma 10:4 Paulus berkata: “Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya.”

Begitu seseorang menaruh imannya dalam Kristus untuk keselamatan, itu akhir dari hukum bagi orang tersebut sebagai jalan memperoleh kebenaran (keselamatan). Disini Paulus sangat tepat dalam apa yang ia katakan. Ia tidak berkata hukum akan berakhir sebagai bagian dari Firman Allah. Sebaliknya, Firman Allah “bertahan selama-lamanya.” Namun hukum akan berakhir bagi orang percaya sebagai jalan memperoleh kebenaran (keselamatan).

Kebenaran orang percaya tidak lagi datang dari melakukan hukum, seluruhnya atau sebagian, namu hanya dari iman dalam Kristus.

Paulus menyatakan bahwa hukum sebagai jalan kebenaran berakhir dengan kematian Kristus di kayu salib. “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib”(Kolose 2:13-14).

Disini Paulus berkata melalui kematian Kristus, Allah “menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita” dan “ditiadakan-Nya …………………………………………………………………………………………………… ”

Paulus tidak berbicara mengenai menghapuskan dosa tetapi mengenai menghapuskan “ketentuan-ketentuan.” Ini bisa diterjemahkan lebih baik “ordonansi-ordonansi.”

Ordonansi-ordonansi ini adalah ketetapan-ketetapan hukum yang menghalangi antara Allah dan mereka yang melanggarnya, dan karenanya peraturan-peraturan itu harus dihapuskan sebelum Allah bisa menganugerahi belas kasih dan pengampunan atas mereka.

Kata ordonansi-ordonansi disini menunjukkan seluruh sistim hukum yang Allah sudah tahbiskan melalui Musa, termasuk bagian khusus dari hukum yang biasanya kita sebut Sepuluh Perintah.

Bahwa “menghapuskan” ini termasuk Sepuluh Perintah dikonfirmasi oleh Paulus kemudian dalam pasal yang sama. “Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat”(Kolose 2:16).

Kata “karena itu” pada pembukaan ayat ini mengindikasikan hubungan langsung dengan apa yang sudah dinyatakan dua ayat sebelumnya, yaitu, menghapuskan ketetapan-ketetapan hukum melalui kematian Kristus.

Lagi, sebutan “Sabat” di akhir ayat mengindikasikan bahwa melakukan ketaatan agamawi hari Sabat termasuk diantara ketetapan-ketetapan yang sudah dihilangkan. Perintah menghormati hari Sabat adalah perintah keempat dari Sepuluh Perintah. Ini mengindikasikan bahwa Sepuluh Perintah termasuk diantara keseluruhan (totalitas) dari ketetapan-ketetapan hukum yang sudah dihilangkan dan dikeluarkan melalui kematian Kristus.

Ini mengkonfirmasi apa yang kita sudah bangun: hukum, termasuk Sepuluh Perintah, adalah satu sistim lengkap. Sebagai jalan memperoleh kebenaran, dimasukkan sebagai satu sistim lengkap oleh Musa, dan, sebagai satu sistim lengkap, dibatalkan oleh Kristus.

“Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera” (Efesus 2:14-15).

Paulus disini mengatakan pada kita bahwa Kristus, melalui kematian-Nya di kayu salib, sudah menghapuskan (tidak ada efeknya lagi) “perintah perintah hukum”; Dia sudah merubuhkan tembok pemisah besar dari hukum Musa yang memisahkan orang-orang Yahudi dari orang-orang non-Yahudi, untuk menciptakan keduanya bagi orang-orang Yahudi dan orang-orang non-Yahudi, keduanya menjadi satu manusia baru di dalam Kristus, keduanya diperdamaikan dengan Allah dan dengan satu sama lain.

Frasa “perintah perintah hukum” mengindikasikan sejelas mungkin keseluruhan hukum Musa, termasuk Sepuluh Perintah, tidak memiliki efek lagi sebagai jalan kebenaran (keselamatan) oleh kematian Kristus di kayu salib.

Dalam 1 Timotius 1:8-10 Paulus lagi mendiskusikan hubungan orang-orang percaya Kristen dengan hukum dan sampai pada kesimpulan yang sama.

“Kita tahu bahwa hukum Taurat itu baik kalau tepat digunakan, yakni dengan keinsafan bahwa hukum Taurat itu bukanlah bagi orang yang benar, melainkan bagi orang durhaka dan orang lalim, bagi orang fasik dan orang berdosa, bagi orang duniawi dan yang tak beragama, bagi pembunuh bapa dan pembunuh ibu, bagi pembunuh pada umumnya, bagi orang cabul dan pemburit, bagi penculik, bagi pendusta, bagi orang makan sumpah dan seterusnya segala sesuatu yang bertentangan dengan ajaran sehat.”

Disini Paulus mendefinisikan dua kelas orang: disatu pihak, ada orang yang benar; dilain pihak, mereka yang bersalah dalam berbagai dosa dalam daftar Paulus. Seseorang yang bersalah dari dosa-dosa ini bukan orang percaya Kristen yang benar; orang seperti itu belum diselamatkan dari dosa melalui iman dalam Kristus.

Seseorang yang mempercayai Kristus untuk keselamatan tidak lagi bersalah dari dosa-dosa seperti itu. Dia sudah dijustifikasi dan dibenarkan-bukan dengan kebenaran dirinya sendiri, tetapi dengan kebenaran Allah “yaitu melalui iman dalam Yesus Kristus bagi semua dan atas semua yang percaya.”

Paulus menegaskan bahwa hukum tidak dibuat untuk orang benar seperti ini; ia tidak lagi berada di bawah hukum. “Semua orang yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah” (Roma 8:14).

Anak-anak Allah yang benar adalah mereka yang dipimpin Roh Allah -yaitu yang menandai mereka sebagai anak-anak Allah. Mengenai orang-orang seperti itu, Paulus berkata: “Akan tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat” (Galatia 5:18).

Jadi, hal yang menandai anak-anak percaya Allah yang benar-dipimpin Roh Allah-berarti juga bahwa orang-orang seperti itu tidak berada di bawah hukum.

Kita bisa meletakkan dengan singkat: Jika kita anak percaya Allah yang benar melalui iman dalam Kristus, buktinya adalah kita dipimpin Roh Allah. Namun jika kita dipimpin Roh Allah, maka kita tidak berada di bawah hukum. Oleh karenanya, kita tidak bisa menjadi anak Allah dan berada di bawah hukum pada waktu yang bersamaan.

Anak-anak Allah tidak berada di bawah hukum. Kita bisa mengilustrasikan kontras ini antara hukum dan Roh dengan contoh mencoba menemukan jalan ke tempat tertentu dengan dua cara: satu cara menggunakan peta; cara kedua mengikuti pemandu pribadi. Hukum ibarat peta; Roh Kudus ibarat pemandu.

Di bawah hukum seseorang diberi map yang sangat detil, lengkap dan akurat, dan dikatakan padanya bahwa jika ia mengikuti setiap detil peta tanpa kesalahan, akan mengarahkannya pada jalan dari bumi ke surga. Namun demikian, tidak ada manusia yang pernah berhasil mengikuti peta tanpa kesalahan. Artinya, tidak ada manusia yang pernah melakukan perjalanan dari bumi ke surga dengan melakukan hukum tanpa kesalahan.

Di bawah kasih karunia seseorang mengkomitkan dirinya kepada Kristus sebagai Juru Selamat, dan setelah itu Kristus mengutus Roh Kudus kepada orang itu untuk menjadi pemandu pribadinya. Roh Kudus, karena datang dari surga, tahu jalan kesana dan tidak memerlukan peta. Orang percaya dalam Kristus yang dipimpin Roh Kudus hanya perlu mengikuti pemandu pribadinya untuk sampai ke surga. Dia tidak perlu bergantung pada peta, yang adalah hukum Taurat. Orang percaya seperti itu bisa yakin sepenuhnya pada satu hal: Roh Kudus tidak akan pernah membawa dia melakukan apapun yang berlawanan dengan kodrat kudus-Nya.

Oleh karena itu, Perjanjian Baru mengajarkan bahwa mereka yang berada di bawah kasih karunia dipimpin Roh Allah dan tidak bergantung pada hukum Taurat.

Kita menyimpulkan, oleh karenanya, bahwa Allah sebenarnya tidak pernah mengharapkan manusia memperoleh kebenaran sejati dengan melakukan hukum, seluruhnya atau sebagian.

Kesimpulan ini mengangkat satu pertanyaan menarik: jika Allah tidak pernah mengharapkan manusia memperoleh kebenaran dengan melakukan hukum, kenapa hukum Taurat diberikan kepada orang-orang?

Jawabannya, tujuan hukum Taurat adalah untuk mengungkapkan dosa.

 

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply