Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Kesucian Hidup Orang Percaya




eBahana.com – Dalam Roma 10:5 tertulis demikian, “Sebab Musa menulis tentang kebenaran karena hukum Taurat: ‘Orang yang melakukannya, akan hidup karenanya.’” Dari tulisan Musa ini kita memperoleh kebenaran bahwa orang yang dapat melakukan hukum Taurat akan hidup karenanya. Hidup di sini tentu memiliki pengertian yang luas. Pertama, kata hidup berarti orang percaya dapat diperkenan oleh Allah sementara ada di bumi. Bagi umat pilihan Perjanjian Lama, perkenanan Allah diukur dari melakukan hukum Taurat Musa. Bagi umat pilihan Perjanjian Baru, perkenanan Allah diukur dari sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus. Kedua, pengertian hidup dalam ayat tersebut adalah bahwa di balik kehidupan ini (di balik kubur) orang yang melakukan hukum Taurat dapat memperoleh kesempatan untuk hidup di langit baru dan bumi yang baru. Tentu bagi umat Perjanjian Lama, mereka yang melakukan hukum Taurat Musa dapat menjadi anggota masyarakat. Sementara bagi umat Perjanjian Baru, yang melakukan hukum Taurat yang disempurnakan, yaitu kesucian Allah menjadi anggota keluarga Kerajaan; dimuliakan bersama-sama dengan Yesus.

Dari hal tersebut, kita memperoleh pelajaran rohani yang sangat berharga: hendaknya kita tidak memandang hukum Taurat sebagai sesuatu yang tidak bernilai. Hukum Taurat diberikan oleh Allah agar pelakunya bisa hidup berkualitas atau memiliki hidup kekal (Mat. 19:16–20). Dengan menjadi pelaku hukum Taurat Musa, hidup seseorang bisa berkualitas, apalagi kalau menjadi pelaku hukum Taurat yang disempurnakan. Itulah sebabnya, selanjutnya Paulus menulis dalam ayat 6–8 mengenai kehidupan iman orang percaya.

Dalam Roma 10:6–8 tertulis, “Tetapi kebenaran karena iman berkata demikian: ‘Jangan katakan di dalam hatimu: Siapakah akan naik ke surga?’, yaitu: untuk membawa Yesus turun, atau: ‘Siapakah akan turun ke jurang maut?’, yaitu: untuk membawa Kristus naik dari antara orang mati. Tetapi apakah katanya? Ini: ‘Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu.’ Itulah firman iman, yang kami beritakan.” Kalimat-kalimat tersebut bisa memiliki dua pengertian sebagai berikut:

Pertama, bahwa hukum Taurat adalah hukum yang dapat dilakukan, baik itu adalah hukum Taurat Musa maupun hukum Taurat yang disempurnakan. Sebenarnya kalimat yang ditulis oleh Paulus di ayat 6–8 adalah kutipan dari Ulangan 30:11–14 yang demikian bunyinya: “Sebab perintah ini, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, tidaklah terlalu sukar bagimu dan tidak pula terlalu jauh. Tidak di langit tempatnya, sehingga engkau berkata: Siapakah yang akan naik ke langit untuk mengambilnya bagi kita dan memperdengarkannya kepada kita, supaya kita melakukannya. Juga tidak di seberang laut tempatnya, sehingga engkau berkata: Siapakah yang akan menyeberang ke seberang laut untuk mengambilnya bagi kita dan memperdengarkannya kepada kita, supaya kita melakukannya? Tetapi firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan.”

Ulangan 30:11–14 memuat firman yang menunjukkan bahwa Taurat yang diberikan oleh Allah bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan, melainkan umat pilihan dimungkinkan dapat melakukannya. Allah tidak mungkin memberi perintah yang tidak dapat dilakukan oleh umat-Nya. Di Perjanjian Lama, kalau umat gagal melakukan hukum, Tuhan memberi solusi darah domba (darah binatang) untuk menyelesaikannya. Bila hal ini dikenakan bagi umat Perjanjian Baru, dengan kutipan yang diambil Paulus, Paulus hendak menunjukkan bahwa hukum Taurat yang disempurnakan dapat dilakukan oleh orang percaya. Walaupun pada kenyataannya sering orang percaya bisa gagal/jatuh bangun, Tuhan selalu memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri. Inilah proses pendewasaan yang tidak selesai dalam sehari.

Pengertian kedua dari maksud Ulangan 30:11–14 adalah kalau bangsa Yahudi melandaskan iman mereka berdasarkan apa yang diberikan Allah melalui Musa, sekarang Allah (Allah Anak) sendiri yang turun dari surga tanpa pengantara mengajarkan kebenaran kepada umat Perjanjian Baru. Dalam hal ini, kita dapat melihat
betapa jauh lebih berkualitas iman orang percaya dibanding dengan keberagamaan (dalam konteks agama Yahudi).

Paulus menulis, “Tetapi apakah katanya? Ini: ‘Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu.’ Itulah firman iman, yang kami beritakan.” Firman di mulut dan di hati berbicara mengenai kebersatuan kebenaran yang diajarkan Paulus dalam kehidupan orang percaya. Kalau hukum Taurat hanya bersifat lahiriah, tetapi kebenaran iman dalam kehidupan orang percaya adalah Taurat yang disempurnakan, yaitu kesucian Allah yang dikenakan dalam kehidupan setiap hari. Dengan demikian, segala sesuatu yang kita ucapkan dan kita pikirkan selalu sesuai dengan kesucian Allah. Iman orang Yahudi bertumpu pada Taurat sebagai hukum kehidupan, tetapi bagi orang percaya Tuhan sendiri (kesucian-Nya) menjadi hukum dalam kehidupan ini. Kalau bangsa Yahudi membutuhkan Musa sebagai perantara untuk memperoleh hukum, orang percaya tidak memakai perantara siapa pun sebab Allah Anak sendirilah yang turun dari surga. Kalau dalam Perjanjian Lama imam besar yang mewakili umat bertemu dengan Allah setahun sekali membawa darah domba sebagai sarana pendamaian bagi umat, dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristuslah yang menjadi Imam Besar Agung dengan membawa darah-Nya sendiri sebagai korban pendamaian bagi semua manusia.

Oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono.



Leave a Reply