Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Kisah Andriana (Umur 9 Tahun)




Papua, eBahana

Kesempatan untuk dapat bersekolah mungkin adalah salah satu  impian terbesar seorang anak. Impian ini pun dirasakan oleh Andriana Wouw yang berasal dari Kampung Woman. Andriana bersama kedua orang tua dan adik-adiknya menetap di kampung Woman yang berjarak empat sampai  lima jam berjalan kaki dari kampung Brumahkot.

Guru Imelda bersama Andriana

Pada bulan Oktober, saat cuaca di Korowai sangat panas pada siang hari, Yosua Wouw ayah dari Andriana datang menemuiku di kampung Brumahkot untuk menyampaikan tekadnya menyekolahkan anak perempuannya itu. Setelah berjumpa denganku ia menceritakan impian besarnya itu. Namun, Ayah Andriana memiliki permintaan khusus. Ia ingin agar anak perempuannya dapat bersekolah, tetapi di luar daearah Korowai. Ia menjelaskan alasannya meminta Andriana untuk bersekolah di luar daerah Korowai agar Andriana tidak terjebak dalam budaya perkawinan anak dibawah umur yang melilit anak-anak perempuan Korowai lainnya. Ia menyakinkan Andriana dan ibunya bahwa saya dapat menolongnya mewujudkan impiannya itu. Setelah berdiskusi cukup lama dengan ayah Andriana, saya menganggukan kepala tanda menyetujui rencana tersebut.

Saya menyetujui rencana tersebut dan mendiskusikan dengan Penginjil, warga Kampung dan beberapa pemuda di kampung tentang keputusan membawa Andriana untuk bersekolah di luar daerah Korowai. Atas kesepakatan diskusi tersebut, saya memberanikan diri membawa Andriana keluar dari kampungnya untuk bersekolah. Saya sangat bersyukur untuk kesempatan dapat menolong seorang anak perempuan mengejar impiannya untuk bersekolah. Saya bersama dua orang pemuda yang sudah ditunjuk menyiapkan diri untuk menggerjakan misi tersebut.

Pada minggu kedua Oktober, saya melakukan perjalanan kedua ke kampung Woman. Saya ditemani dua pemuda kampung menuju ke kampung Woman untuk menjemput Andriana dan membawanya ke Danowage. Setelah di Danowage, saya akan berkoordinasi dengan Pdt. Trevor serta Tim Sahabat Margi untuk mengevakuasi Andriana serta menyekolahkan dia di Sentani. Sebelumnya, Novita seorang anak perempuan Korowai yang berasal dari kampung Danowage sudah dievakuasi terlebih dahulu agar dapat bersekolah di Sentani. Kami berencana Andriana akan mengikuti jejak Novita. Mereka berdua akan sekolah di Sentani dan mencapai cita-cita mereka.

Andriana Wouw, 9 tahun

Setelah melakukan perjalanan selama 9 jam, akhirnya saya dan tim beserta Andriana tiba di kampung Danowage dan beristirahat di rumah Pdt. Trevor. Kami sangat kelelahan karena kami  mengalami kesulitan hingga tersesat di hutan. Saya merasa lelah dan sekaligus kesakitan karena tangan saya digigit oleh  dua ekor lebah hutan. Gigitan itu sangat sakit, meninggalkan bekas dan saya merasa demam serta nyeri hebat di bagian gigitan tersebut. Saya memutuskan mencari obat di klinik terdekat dan segera beristirahat. Kedua pemuda yang menemani kami tidak tinggal bersama saya dan Andriana. Mereka menginap di rumah warga yang lain. Malam itu saya tidak dapat tidur terlelap karena kesakitan akibat gigitan lebah. Saya mecoba menahan rasa sakit tersebut hingga pagi hari dan akan mencari obat yang lebih baik untuk mengobati rasa sakit tersebut.

Mentari pagi telah bersinar cerah. Pagi itu saya bangun dengan susah payah karena kepala saya pusing serta tangan kanan saya yang masih nyeri akibat gigitan lebah. Saya bergegas menyiapkan makan pagi dan membangunkan Andriana. Setelah Andriana bangun dan membersihkan wajahnya, kami berdua duduk melingkari meja makan dan makan pagi bersama. Kami menikmati sarapan sederhana kami yaitu mie rebus dan telur. Selesai makan pagi, saya mengajak Andriana untuk melihat sekolah di kampung itu serta bertemu guru-gurunya. Andriana sangat senang mendengar ide tersebut, ia segera menghabiskan makananya dan merapikan dirinya. Kami berjalan bergandeng tangan menuju sekolah yang ada di dekat rumah tersebut.

Keluarga Penginjil Nataber bersama Andriana serta Guru Imelda

Wajah Andriana gembira dan ia sangat senang berada di lingkungan sekolah. Saya mengajak Andriana bertemu para guru dan memperkenalkan dirinya serta rencana untuk menyekolahkan dirinya di luar daerah Korowai. Rencana itu disambut dengan baik. Saya diijinkan menggunakan signal Wi-Fi agar dapat menghubungi Pdt. Trevor dan teman-teman saya yang berada di kota. Saya sangat bersyukur karena mendapat kesempatan dapat berkomunikasi dengan teman dan keluarga saya. Siang itu saya menghabiskan waktu untuk berdiskusi dengan Pdt. Trevor dan Tim Sahabat Margi. Diskusi kami tidak menghasilkan kesepakatan yang jelas. Saya mengalami kesulitan unntuk memenuhi janji saya pada Adriana diakibatkan kami membutuhkan rencana yang matang dan dana untuk mendukung rencana tersebut. Saya merasa sedih hari itu. Namun, kami berdua masih bertahan di Danowage untuk mencoba mencari jalan keluar atas permasalahan Andriana. Kami tetap bertahan di Danowage selama seminggu. Pada hari ke delapan, kami mendapat kunjungan dari keluarga Penginjil Brumahkot, Bapak Nataber dan keluarganya. Mereka merasa khawatir karena sudah seminggu saya belum kembali ke kampung Brumahkot, jadi mereka datang untuk menjemput saya dan Andriana. Saya senang mendapat kunjungan dari Penginjil dan keluarganya.

Pada hari berikutnya, hari ke Sembilan saya memutuskan untuk kembali ke  kampung Brumahkot bersama keluarga penginjil Nataber. Kami berjalan kaki kembali ke kampung Brumahkot.  Saya berpisah dengan Andriana, ia tidak mengikuti saya kembali ke Brumahkot melainkan ia diantar sama keluarga untuk pulang ke kampungnya di Woman. Hari itu kami berpisah dalam kesedihan, saya tidak menyangka akan merasa sangat sedih berpisah dengan Andriana. Saya melihat wajahnya, memeluknya dan mengucapkan salam perpisahan. Ia juga memelukku dan berkata ia akan menungguku di kampung Woman. Ia akan menunggu saya hingga saya kembali ke kampungnya dan membawa ia bersekolah di kota. Perpisahan pagi itu terasa sesak di dadaku. Saya kembali merasakan kegagalan lagi menolong seorang anak perempuan Korowai. Oh Andriana yang malang, seandainya saya mempunyai dana yang cukup dan memiliki cara yang lebih baik untuk menolongmu, saya akan berusaha terus. Saya minta Andriana berjanji bahwa ia harus terus menjaga keinginannya untuk bersekolah. Saya pun akan terus mendoakannya dan mencari pertolongan baginya agar ia dapat bersekolah.

Perpisahan itu adalah hari terakhir saya melihat wajah Andriana. Saya juga tidak bertemu ayah Andriana lagi. Kami berpisah dalam diam dan harapan menggebu-gebu yang tertunda.

“Andriana sayang tetaplah bermimpi untuk ke sekolah, Ibu akan mendoakanmu selalu”.

Sebelumnya, 1, 2, 3, 4

Bersambung, 6



Leave a Reply