Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

4 Sikap Hati @The Next Level




eBahana.com – Sebenarnya, hanya ada satu kata kunci untuk merengkuh hidup pada level berikutnya.
Persekutuan. Namun, sikap hati yang bagaimana yang perlu kita bangun dalam membentuk persekutuan sejati dengan Sang Pencipta? Melalui bukunya, “Living @the Next Level”, B. Courtney McBath menulis 4 sikap hati untuk mencapai hidup pada level berikutnya.

Berikut, tips dan triknya.

1. Hati yang bersekutu dengan Allah
Sejak penciptaan, Allah mengejar manusia untuk menjadi sahabat-sahabat-Nya. IA tidak menciptakan kita sekadar untuk menyenangkan hati-Nya dengan melakukan apapun yang benar setiap saat, meskipun kita berusaha melakukannya. Barangkali kita hanya tidak sadar bahwa Allah ingin tahu setiap detail aspek hidup kita.

Alkitab menjanjikan ketika kita mendekati Allah, Dia akan mendekat kepada kita (Yak. 4:8).Kita dapat melakukan hal ini dengan memutuskan memiliki prioritas untuk bertanya pada-Nya setiap pagi atau setiap kita hendak memulai sesuatu. Datanglah pada-Nya, ungkapkan isi hati, lalu dengarkan komentar Tuhan melalui pembacaan Firman Tuhan atau pun suara hati nurani yang murni yang selalu berbicara selaras dengan firman-Nya.

2. Hati yang bersyukur kepada Allah
Ada keterbatasan yang tidak dapat diubah. Sementara kita mungkin tak mampu mengubah asal-usul keluarga, mengubah orang lain, atau menghapus peristiwa masa lalu yang menyakitkan, setidaknya kita bisa mandiri demi masa depan kita sendiri atau generasi berikutnya. Lewat sudut pandang ini, keterbatasan yang tidak dapat diubah sebenarnya dapat menjadi motivasi untuk memilih jalan hidup yang berbeda.

Namun, ada pula keterbatasan akibat tindakan atau keputusan yang kita buat. Ketika menghadapi kesulitan kita sangat sering berusaha menentukan penyebabnya dan menentukan tanggung jawab kita–atau tanggung jawab orang lain. Tapi Yesus berkata, jika demikian kita akan mengalami kesulitan hidup. Sebagian hal terjadi begitu saja. Berhentilah mencari kesalahan orang lain. Berhentilah untuk memahami dan mempertanyakan yang mungkin telah kita lakukan sehingga hal itu terjadi. Kita bisa dilemahkan oleh analisis yang berlebihan tentang keadaan kita.

Kita butuh pertolongan Allah. Kita tak dapat menempuh perjalanan dengan kekuatan sendiri. Jika kekuatan dan ketetapan hati cukup, kita pasti telah mengatasi keterbatasan. Pada titik tertentu kita harus memakai iman, seperti yang disampaikan Yesus kepada murid-murid-Nya di perahu. Selanjutnya, dalam iman, kita menyerahkan diri kepada-Nya untuk melakukan karya besar yang hanya dapat dilakukan oleh-Nya. Bersyukur adalah ungkapan mempercayai Allah mengatasi keterbatasan kita.

3. Hati yang berharap kepada Allah
Harapan adalah tempat kepercayaan. Masalahnya, kita terlalu cepat meragukan Allah. Untuk menjauhkan hati dari rasa frustasi pada masa sulit, kita sering mengecilkan harapan kita pada Allah. Kita tidak ingin lagi menderita karena ketidakpuasan dan takut jika berani mengharapkan perubahan. Kita telah menempatkan diri sebagai yang terluka. Kita menutup harapan dan impian kita.

Ini bukanlah bentuk persekutuan yang sehat. Karenanya, tetaplah berharap pada Allah. Saat kita berharap Sahabat kita menepati janji-Nya, kita dapat melepaskan rasa frustasi dan mengalami karunia kasih-Nya. Percaya diri dalam Allah adalah perisai bagi persekutuan kita dengan Dia.

4. Hati yang mencari Allah
Tuhan tahu kita adalah makhluk yang terbatas. Dalam perjalanan keluar dari keterbatasan, kita perlu mencari Allah. Mencari Allah membutuhkan iman. Ini bukan permainan petak umpet. Allah tidak menyembunyikan kehendak-Nya dan membiarkan kita berdiri di tengah halaman sambil menghitung dengan mata tertutup. DIA ingin kita mencari jalan untuk bertemu dengan-Nya. Saat perjalanan kita terhalang, berjalanlah terus. Bersama-Nya, selalu ada cara mengatasi. JL



Leave a Reply