Bisakah Orang Kristen Murtad?
eBahana.com – Dalam tulisan saya yang sebelumnya, saya pernah menjelaskan bahwa salah satu faktor kuat seseorang pindah agama adalah keadaan kejenuhan rohani. Seperti judul seri kedua ini ‘dapatkah seorang Kristen menjadi murtad?’ Sebenarnya bisa atau tidak bisanya seseorang murtad (pindah keyakinan) tentu saja terjadi pada semua kelompok agama, bukan hanya dalam kekristenan. Ini merupakan peristiwa hidup yang universal. Namun di sini kita sedang membahasnya dalam konteks kekristenan.
Saya dapat katakan bahwa setiap orang memiliki potensi untuk murtad. Justru adalah berbahaya kalau kita mengatakan bahwa seorang anak Tuhan tidak mungkin murtad, sebab menanamkan kepercayaan bahwa seorang anak Tuhan tidak mungkin murtad malah akan mencenderungkan anak Tuhan menjadi tidak mengerti tanggung jawabnya sebagai anak Tuhan yaitu mengerjakan keselamatan. Panggilan untuk tetap di dalam keselamatan adalah panggilan yang tidak kalah hebat dan pentingnya dengan panggilan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi.
Mengerjakan keselamatan adalah fase selanjutnya dari perjalanan iman seseorang setelah menerima keselamatan. Dalam banyak bagian Alkitab mengemukakan agar kita bergumul terus, mengusahakan terus, berjuang terus untuk berpegang teguh atas apa yang kita yakini dan jalani sampai iman kita mencapai kesempurnaan (Wahyu 2:25;3:11). Bila kemurtadan itu hanya sebatas kiasan saja, maka sudah barang tentulah Tuhan Yesus tidak perlu sedemikian tegasnya mengingatkan orang percaya untuk berjaga-jaga dan berpegang teguh atas apa yang sudah dipercayai. Bahkan Alkitab Wahyu 3:5, Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya. Ini memberi peringatan keras bahwa ada kemungkinan nama seseorang yang telah tertulis dalam Kitab Kehidupan dihapus.
Alkitab dengan gamblang dan jujur, kita harus berani mengakui bahwa 12 murid Yesus yang terkemuka adalah orang-orang khusus yang telah menerima kuasa untuk pergi memberitakan Kerajaan Sorga. Tidak dikatakan bahwa ada yang tidak menerima kuasa artinya semua murid menerima kuasa yang sama. Mereka adalah orang-orang yang telah mengalami kuasa Tuhan, melihat dan mendengar banyak kebenaran, tetapi ada diantara mereka yang telah meninggalkan iman mereka dan terhilang. Dalam konteks yang lebih luas Alkitab juga mengatakan bahwa sekalipun bangsa Israel adalah umat pilihan Allah, ketidaktaatan mereka mendatangkan bencana atau hukuman bagi mereka. Demikian pula dengan orang percaya yang tidak hidup dalam kepercayaannya.
Dalam 1 Petrus 2:1-12, ditegaskan bahwa kalau Tuhan tidak sayang terhadap malaikat yang jatuh dengan membuang mereka, demikian juga terhadap orang yang menyimpang dari iman kepada Yesus Kristus. Kehidupan anak-anak Tuhan yang telah memiliki hubungan dengan Tuhan tetapi menyia-nyiakan anugerah Allah, ia dibuang.
Hal itu diperkuat dengan penjelasan Rasul Paulus Roma 11:19-22, Mungkin kamu akan berkata: ada cabang-cabang yang dipatahkan, supaya aku dicangkokkan di antaranya sebagai tunas.Baiklah! Mereka dipatahkan karena ketidakpercayaan mereka, dan kamu tegak tercacak karena iman. Janganlah kamu sombong, tetapi takutlah! Sebab kalau Allah tidak menyayangkan cabang-cabang asli, Ia juga tidak akan menyayangkan kamu. Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahan-Nya; jika tidak, kamu pun akan dipotong juga.
Artinya adalah kalau bangsa Israel yang adalah cabang yang asli bisa dipatahkan, maka kita yang adalah “cabang liar” bisa dipatahkan pula kalau tidak tetap tinggal dalam kemurahan-Nya.
Dalam Alkitab, kata murtad diterjemahkan dari bahasa Yunani “paraptoma” dan “apostasia”. Kata paraptoma berasal dari akar kata pipto yang berarti salah langkah; jatuh dari meninggalkan kepercayaan; tidak kena sasaran (searti dengan ‘hamartia’). Kata paraptoma inilah yang dipakai dalam Ibrani 6:6 dan Rm. 11:11-12, tentang kejatuhan orang Yahudi yang menolak Yesus sebagai Juruselamat adalah kemurtadan. Maksudnya bahwa mereka menyimpang dari jalan yang benar. Sinonim dari kata paraptoma adalah apostasia yang berarti meninggalkan; memberontak; jatuh. Kata apostasia biasanya menunjuk kepada tindakan/langkah meninggalkan sesuatu yang menjadi tugasnya dan berdiri sebagai pihak pemberontak. Kata ini digunakan dalam Kis. 21:21 dan 2 Tes. 2:3.
Dua kata ini (paraptoma dan apostasia) memiliki pengertian yang sama yaitu menunjuk kepada kemurtadan, orang yang sudah beriman lalu meninggalkan imannya. Namun, kita perlu juga melihat pengertian “murtad” yang dipakai Tuhan Yesus. Mat. 24:10 yang berbunyi, ”dan banyak orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci”. Kata murtad di sini adalah skandalisthesontai dari kata skandalizo yang bisa berarti meninggalkan kepercayaan. Selain itu juga ada kata murtad di dalam Ibr. 6:6, ”namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum”.
Kata murtad di sini adalah parapesontas dari kata parapipto yang artinya meninggalkan kepercayaan, jatuh, menyimpang. Kalau kita perhatikan konteks kitab Ibrani pasal 6, yang dikatakan murtad adalah mereka yang menyalibkan Tuhan Yesus kedua kali dan menghina-Nya di muka umum. Menghina-Nya di muka umum berarti tidak bisa menjadi saksi-saksi-Nya. Berarti murtad itu tidak selalu berada dalam kondisi meninggalkan iman Kristen, tetapi saat seseorang menyimpang dari kebenaran sudah bisa dikatakan murtad kendatipun masih Kristen. Bisa juga ketika seseorang berhenti bertumbuh dalam kebenaran maka itu merupakan langkah menuju kemurtadan yaitu menyalibkan Tuhan Yesus kedua kalinya. Orang yang menyalibkan Tuhan Yesus kedua kali, disebut oleh Paulus sebagai “seteru salib Kristus”, di mana ia tidak bersedia mengerti kehendak Tuhan dan melakukannya (Fil. 3:18-19). Hidupnya tidak sesuai dengan kebenaran yang ia ketahui. Ia tahu kebenaran tetapi tidak melakukannya adalah tindakan yang melukai perasaan Tuhan Yesus.
Tidak sedikit orang Kristen yang berada pada kondisi ini tanpa mereka sadari. Mereka memang tidak berniat menyalibkan Tuhan Yesus tetapi oleh perbuatannya yang mengikuti keinginannya sendiri telah mempermalukan Tuhan Yesus di muka umum. Tindakan orang Kristen yang tidak bisa menjadi saksi Tuhan, ibarat garam telah menjadi tawar. Tidak berharga lagi di mata Tuhan.
Oleh Pdt. Wijaya Naibaho B.Th, Gembala GPdI “Alhayat“.