Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Singa Yehuda dan Juru Selamat – Bagian 3




eBahana.com – Apakah ada dua binatang yang lebih kontras satu sama lain daripada domba dan singa? Namun Yesus mengkombinasi kualitas dari keduanya di dalam diri-Nya. Fakta ini mengilustrasi prinsip bahwa setiap gelar Yesus mengungkapkan beberapa aspek penting mengenai banyak sisi kodrat gemilang-Nya.

Gelar “Singa suku Yehuda” ditemukan dalam kitab Wahyu. Dalam pasal 5, Yohanes Pewahyu menggambarkan visi yang ia lihat di surga. Pemandangan kemegahan dan keagungan, dan melukiskan takhta Allah. Ini apa yang Yohanes lihat dimana takhta Allah berdiri: “Maka aku melihat di tangan kanan Dia yang duduk di atas takhta itu, sebuah gulungan kitab, yang ditulisi sebelah dalam dan sebelah luarnya dan dimeterai dengan tujuh meterai.

Dan aku melihat seorang malaikat yang gagah, yang berseru dengan suara nyaring, katanya: “Siapakah yang layak membuka gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya?

Tetapi tidak ada seorang pun yang di sorga atau yang di bumi atau yang di bawah bumi, yang dapat membuka gulungan kitab itu atau yang dapat melihat sebelah dalamnya” (Wahyu 5:1-3).

Gulungan kitab ini pewahyuan dari apa yang terbentang sepanjang sejarah manusia dan sampai akhir zaman ini. Tentunya, Yohanes ingin mengetahui apa yang Allah coba ungkapkan. Namun kekuatannya tidak mampu membuka gulungan kitab. Meski malaikat perkasa yang memproklamasi dengan suara besar, tidak seorang pun merespons, tidak seorang pun layak. Maka Yohanes sangat berduka, dan menulis, “Maka menangislah aku dengan amat sedihnya, karena tidak ada seorang pun yang dianggap layak untuk membuka gulungan kitab itu ataupun melihat sebelah dalamnya.

Lalu berkatalah seorang dari tua-tua itu kepadaku: “Jangan engkau menangis! Sesungguhnya, singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, telah menang, sehingga Ia dapat membuka gulungan kitab itu dan membuka ketujuh meterainya” (Wahyu 5:4-5).

“Singa suku Yehuda” adalah Yesus. Ia juga adalah “Tunas Daud,” satu yang darinya Daud menerima otoritas rajanya.

Di titik ini, Yohanes melihat kearah takhta mengharapkan melihat singa ini, namun ia melihat sesuatu yang sangat berbeda.

“Maka aku melihat di tengah-tengah takhta dan keempat makhluk itu dan di tengah-tengah tua-tua itu berdiri seekor Anak Domba seperti telah disembelih, bertanduk tujuh dan bermata tujuh: itulah ketujuh Roh Allah yang diutus ke seluruh bumi” (ayat 6).

Dapatkah kita melihat paradoks-nya? Yesus diproklamasikan sebagai Singa, namun ketika Yohanes melihat, ia melihat seekor Domba yang telah disembelih. Yohanes melanjutkan, “Lalu datanglah Anak Domba itu dan menerima gulungan kitab itu dari tangan Dia yang duduk di atas takhta itu.

Ketika Ia mengambil gulungan kitab itu, tersungkurlah keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba itu, masing-masing memegang satu kecapi dan satu cawan emas, penuh dengan kemenyan: itulah doa orang-orang kudus.

Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: “Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai- meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa” (Wahyu 5:7-9).

Ingat tentang Domba Allah, melalui satu darah Domba, penebusan dilakukan. Domba Paskah melakukan penebusan sementara. Namun Yesus, Anak kekal Allah, Domba Allah, melakukan penebusan kekal melalui darah-Nya.

Maka kita melihat lagi paradoks: Domba sudah menjadi Singa. Sehubungan dengan gelar “Singa suku Yehuda” (ayat 5), perhatikan bahwa ini gambaran kekal dan gelar kekal Yesus. Yesus dimuliakan selama-lamanya di sebelah kanan Allah. Ia masih disebut Singa suku Yehuda. Penunjukkan itu sangat signifikan.

Yesus tidak mengidentifikasi diri-Nya hanya sementara dengan umat manusia melalui inkarnasi. Ia menjadi manusia selama-lamanya tanpa kehilangan identitas-Nya sebagai Allah. Lebih jauh, identitas- Nya dengan orang-orang Yahudi tidak sementara. Ia selama- lamanya Singa suku Yehuda. Ia memiliki hubungan khusus dengan bangsa Yahudi.

Mari kita lihat beberapa karakteristik yang diasosiasikan dengan singa, seperti digambarkan dalam kitab Amsal.

Pertama, singa menginspirasi rasa takut: “Kemarahan raja adalah seperti raung singa muda, tetapi kebaikannya seperti embun yang turun ke atas rumput” (Amsal 19:12). Yesus adalah Singa yang suara raungnya menginspirasi rasa takut. Namun, puji Tuhan, kebaikan- Nya “seperti embun yang turun ke atas rumput.”

Kedua, Singa digambarkan sebagai tak kenal takut: “Orang fasik lari, walaupun tidak ada yang mengejarnya, tetapi orang benar merasa aman seperti singa muda” (Amsal 28:1). Keberanian bagian dari kodrat singa.

Ketiga, singa digambarkan sebagai tidak dapat dilawan. Amsal 30, menggambarkan empat makhluk impresif.

Pertama dan paling impresif adalah singa. “Ada tiga binatang yang gagah langkahnya, bahkan, empat hal yang gagah jalannya, yakni: singa, yang terkuat di antara binatang, yang tidak mundur terhadap apa pun.

Ayam jantan yang angkuh, atau kambing jantan, dan seorang raja yang berjalan di depan rakyatnya” (Amsal 30:29-31).

Perhatikan bahwa “singa, yang terkuat di antara binatang…tidak mundur terhadap apa pun.” Yesus tidak dapat dilawan, Singa suku Yehuda menaklukan semua. Singa memiliki kekuatan besar. Ditakuti. Sangat menginspirasi. Kita bisa takut terhadap-Nya. Namun kita harus mengerti kebenaran indah ini: jika kita menerima Domba, kita tidak perlu takut pada Singa.

Prinsip kekal direpresentasi dalam gambaran gabungan Yesus sebagai Domba dan Singa: dari sudut pandang Allah, kelembutan adalah jalan yang ditetapkan menuju pada kekuatan sejati. Prinsip itu sangat berbeda dari sudut pandang manusia. Allah berkata, “Jika kita ingin menjadi kuat, kita harus menjadi lemah. Jika kita ingin ditinggikan, kita harus menjadi rendah.”

Paulus menulis dalam 1 Korintus mengenai jenis orang-orang yang Allah terima sebagai milik-Nya: “Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan?

Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil.

Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang- orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah” (1 Korintus 1:20-24).

Berikut aplikasinya: “Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia” (ayat 25).

Semua ini direpresentasikan dalam Domba. Tampak kebodohan bagi pikiran alami, namun pewahyuan akhir hikmat Allah dan kekuatan Allah terkandung dalam Domba.

Catat apa yang Paulus katakan mengenai pengalaman pribadinya: “Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan- penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri.

Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku.

Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.

Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (2 Korintus 12:7-10).

Itu pelajaran mengenai Domba dan Singa. Jika kita ingin menjadi kuat dengan kekuatan Allah, kita harus menjadi lemah dalam kekuatan kita sendiri. Jika kita ingin ditinggikan, kita harus direndahkan. Jalan untuk menjadi singa adalah dimulai sebagai domba. Itu hikmat Allah, namun kebodohan bagi orang-orang.

Kekuatan Allah, di pandang kelemahan di mata manusia.

Puji Tuhan, Yesus membuktikan, sekali dan untuk selama-lamanya, bahwa kebodohan Allah lebih bijaksana daripada hikmat manusia dan kelemahan Allah lebih kuat daripada kekuatan manusia. Semua disimpulkan dalam Domba yang menjadi Singa.

Gelar yang dipresentasikan berikut mungkin yang paling sederhana, namun paling luarbiasa dari semua gelar Yesus. Juru Selamat.

Gelar Juru Selamat diberikan dengan pewahyuan melalui seorang malaikat pada Yusuf ketika Maria bertunanangan dengannya namun mereka belum kawin waktu itu. Malaikat berkata.

“Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.

Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Matius 1:20-21).

Pernyataan malaikat, “engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka,” mengindikasi bahwa nama Yesus berarti “Juru Selamat,” namun kita juga tahu dari asal kata. Dalam Ibrani, nama “Yesus” adalah “Yeshua,” yang adalah bentuk nama lazim lain dari Perjanjian Lama,”Yehoshua,” atau Yosua. Nama “Yeshua,” atau “Yehoshua,” berarti “keselamatan Tuhan.”

Penting melihat nama ini diberikan oleh Allah Sendiri langsung melalui malaikat, dan diberikan sebelum kelahiran Yesus.

Pewahyuan kenapa Allah mengirim Yesus. Ia mengirim-Nya untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka.

Mari kita pikirkan sejenak peran Yosua dalam Perjanjian Lama. Allah membawa orang-orang Israel keluar dari Mesir dibawah pemimpin besar mereka, Musa. Namun Musa tidak bisa membawa Israel kedalam Tanah Perjanjian. Dibutuhkan pemimpin baru, Yosua, yang namanya berarti “keselamatan.” Itu gambaran apa yang Yesus lakukan untuk kita dalam perjanjian baru. Ia sendiri pemimpin yang bisa membawa kita kedalam tanah janji-janji Allah – “tanah keselamatan.”

Berkenaan dengan memberi nama ini dan aplikasinya, sangat penting melihat bahwa keselamatan adalah dalam pribadi, bukan hanya dalam agama, perintah-perintah, atau upacara-upacara.

Semua itu mungkin baik, namun, hanya itu sendiri, tidak cukup untuk memberi keselamatan. Keselamatan membutuhkan satu Pribadi.

Kebenaran ini di ungkapkan lagi di bagian belakang dari cerita bayi Yesus. Ketika orang tua-Nya membawa-Nya ke bait untuk mempersembahkan korban yang disyaratkan Hukum. Melalui pengarahan Roh Kudus, Simeon mengambil bayi Yesus di lengannya dan berdoa doa yang indah dimana ia berkata sepuluh kata kepada Allah: “sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada- Mu” (Lukas 2:30).

Apa “keselamatan yang dari pada-Mu”? Bayi kecil di lengannya. Namun dalam bayi kecil itu, Yesus – dalam Pribadi itu – keselamatan Allah.

Kemudian, dalam pelayanan publik Yesus, ada saat ketika Ia sendiri datang ke rumah pemungut cukai bernama Zakheus.

Setiap orang berpikir bahwa Zakheus tidak layak menerima Yesus di rumahnya, dan mereka mulai berbisik. Namun setelah Yesus masuk rumah, Ia berkata pada Zakheus.

“Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham.

Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Lukas 19:9 – 10).

Bagaimana keselamatan datang ke rumah Zakheus? Keselamatan datang dalam Pribadi Yesus. Ketika Yesus datang kedalam rumahnya itu, disambut dan diterima oleh Zakheus, maka keselamatan memasuki rumah.

Keselamatan Allah bukan hanya dalam hukum atau agama; dalam Pribadi. Kita harus mengetahui Pribadi untuk tahu keselamatan.

Prinsip yang sama di indikasi secara nubuatan dalam Perjanjian Lama. Sebagai contoh, dalam Mazmur, kita menemukan doa Daud yang luar biasa. Daud dibawah banyak tekanan; ia memiliki banyak musuh, dan hidupnya dalam bahaya, maka ia berdoa kata-kata ini:

“Berbantahlah, Tuhan, melawan orang yang berbantah dengan aku, berperanglah melawan orang yang berperang melawan aku!” (Mazmur 35:1).

Lalu, ia melanjutkan, “Katakanlah kepada jiwaku: “Akulah keselamatanmu!” (ayat 3).

Itu doa yang luar biasa. Daud tidak hanya berkata, “Selamatkan aku.” Ia berkata, “Hadirkan Diri-Mu sebagai keselamatanku.” Allah mencatat doa Daud itu, dan seribu tahun kemudian, Ia menjawabnya ketika Ia mengutus Yesus. Apa pun kurang dari Allah tidak cukup untuk keselamatan.

Lagi, keselamatan dari Yesus secara nubuatan ditunjukkan sebelumnya oleh Yesaya: “Pada waktu itu engkau akan berkata: “Aku mau bersyukur kepada- Mu, ya Tuhan., karena sungguh pun Engkau telah murka terhadap aku: tetapi murka-Mu telah surut dan Engkau menghibur aku.

Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab Tuhan Allah itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku” (Yesaya 12:1-2).

Kita melihat prinsip yang sama disini. Nas ini merepresentasi pribadi Allah, anak Allah, atau umat Allah dibawah kemarahan Allah. Lalu, kemarahan Allah berbalik, dan Ia menghibur. Saat pewahyuan itu, penjelasannya adalah “Allah sudah menjadi keselamatanku.”

Untuk mengerti seluruh lingkup keselamatan yang Allah sediakan bagi kita dalam Yesus, kita perlu melihat arti kata kerja tersebut yang banyak di gunakan dalam Perjanjian Baru. Dalam bahasa Yunani, kata kerjanya adalah “sozo.” Biasanya diterjemahkan, “untuk menyelamatkan,” namun juga diterjemahkan dalam banyak cara lain.

Bagi mereka yang tidak memiliki akses pada Yunani asli, ada banyak tempat dimana kata “sozo,” “untuk menyelamatkan,” digunakan.

Namun kita tidak akan mengenalinya, karena kata tersebut diterjemahkan dalam bahasa Inggris “untuk menyembuhkan,” “untuk pengobatan,” dan untuk cara-cara lain. Setiap kali kata “sozo,” digunakan, ini artinya bagian dari apa yang Allah sudah sediakan dalam Yesus Juru Selamat. Begitu besar sehingga, semua termasuk dalam keselamatan yang Yesus bawa.

Sebagai contoh, kata ini digunakan sehubungan dengan penyembuhan penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Seorang perempuan yang mengidap pendarahan, yang tidak dapat disembuhkan secara medis, datang dibelakang Yesus dalam kerumunan orang. Dalam iman, ia menyentuh batas jubah-Nya dan secara mujizat disembuhkan. Yesus mengidentifikasinya sebagai orang yang menyentuh-Nya.

“Tetapi Yesus berpaling dan memandang dia serta berkata: “Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.” Maka sejak saat itu sembuhlah perempuan itu” (Matius 9:22).

Kata Yunani yang diterjemahkan “disembuhkan” adalah “sozo,” atau “diselamatkan” – “Imanmu telah (menyelamatkan) engkau.” Bukan hanya keselamatan jiwanya. Namun kesembuhan tubuhnya juga.

Kata yang sama digunakan untuk pelepasan dari sakit mental dan opresi satanik. Dalam Lukas 8, kita membaca mengenai orang kesurupan yang dirasuk legion roh jahat. Ketika ia datang pada Yesus, Tuhan mengusir keluar semua roh-roh jahat darinya dan menyembuhkannya. Mari kita baca akhir dari catatan tersebut: “Dan keluarlah orang-orang untuk melihat apa yang telah terjadi. Mereka datang kepada Yesus dan mereka menjumpai orang yang

telah ditinggalkan setan-setan itu duduk di kaki Yesus; ia telah berpakaian dan sudah waras. Maka takutlah mereka.

Orang-orang yang telah melihat sendiri hal itu memberitahukan kepada mereka, bagaimana orang yang dirasuk setan itu telah [diselamatkan]” (Lukas 8:35-36).

Terjemahan kata Yunani “diselamatkan” adalah “sozo,” atau “disembuhkan.” Jadi kita melihat “pelepasan” dari penyakit mental dan kerasukan setan adalah bagian dari keselamatan dalam Yesus.

Kata yang sama juga digunakan mengenai seseorang yang dibangkitkan dari mati. Yesus pergi ke rumah Yairus, kepala sinagoge yang anak perempuannya baru saja mati. “Tetapi Yesus mendengarnya dan berkata kepada Yairus: ” Jangan takut, percaya saja, dan anakmu akan selamat” (Lukas 8:50). Lagi, kata Yunani untuk “disembuhkan” adalah “sozo,” atau “diselamatkan.”

Paulus menggunakan kata “sozo” ketika berbicara mengenai keyakinannya akan kuasa Allah untuk bertahan sampai akhir hidupnya. Ia berkata dalam 2 Timotius 4:18, “Dan Tuhan akan melepaskan aku dari setiap usaha jahat. Dia akan menyelamatkan aku, sehingga aku masuk ke dalam Kerajaan-Nya di sorga.” Terjemahan dalam Yunani, kata “Dia akan menyelamatkan aku” adalah “sozo”: “…sehingga aku masuk (diselamatkan) ke dalam Kerajaan-Nya.” Jadi, keselamatan Allah berarti pelestarian terus menerus Allah atas umat-Nya juga.

Keselamatan adalah total persediaan Allah untuk setiap kebutuhan umat manusia, dalam waktu dan kekekalan.

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply