Harga Penebusan & Tujuh Kali Percikan Darah – Bagian 2
eBahana.com – Mari kita pelajari harga penebusan kita – harga yang Yesus bayar. Kita sudah bicara mengenai dibeli, dan motif untuk membeli.
Namun, mari kita kembali pada “harga.”
Dalam berbagai bagian dalam Perjanjian Baru, harga penebusan kita dinyatakan dengan sangat jelas. Kita akan melihat dua nas. Pertama adalah Kisah Para Rasul 20:28, dimana Paulus berbicara kepada penatua-penatua gereja di Efesus: “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri.”
Tolong perhatikan disana Paulus memberi kepada Yesus gelar spesifik “Allah.” Ia berkata Allah memperoleh (membeli) jemaat Allah dengan darah-Nya sendiri. Jadi, “darah Yesus” harga untuk membeli.
Nas kedua dalam 1 Petrus 1, di mulai dengan ayat 17, “Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam (ketakutan) selama kamu menumpang di dunia ini.”
Beberapa orang Kristen belum pernah mendengar ayat itu. Petrus disini tidak mengacu pada ketakutan seorang budak, melainkan rasa tanggung jawab yang dalam. Apa alasannya? Karena harga yang dibayar untuk menebus kita. Kita tidak boleh pernah memandang diri kita murah.
Ketika kita menyadari kita sudah ditebus dengan darah Yesus, kita tidak boleh membuat diri kita murah.
Kita melihat jawaban alasan untuk tidak membuat diri kita murah dalam ayat-ayat 18-19: “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.”
Tolong perhatikan lagi harga yang Yesus bayar untuk menebus kita adalah darah-Nya yang mahal. Ia disebut Domba Allah tak bernoda dan tak bercacat.
Yesus tak bernoda – Ia tanpa dosa asal. Ia juga tak bercacat – Ia tanpa dosa pribadi. “Darah-Nya” yang sudah menebus kita.
Untuk pengertian tambahan dalam proses penebusan, mari beralih ke referensi dari Mazmur 130:7: “Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel! Sebab pada TUHAN ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan atau “penebusan” (redemption – Alkitab King James Version).
Penting untuk kita mengerti bahwa “penebusan” adalah “membeli kembali.” Dimana versi ini berkata, “banyak kali mengadakan penebusan,” Alkitab King James Version berkata, “pebebusan yang berlimpah.” Terjemahan Alkitab The New Living berkata, “penebusan-Nya meluap.” Dalam terang frasa-frasa ini, kita harus mengerti apa arti penebusan berlimpah. Artinya Yesus “membayar lebih.” Ia membayar “lebih” dari pada nilai kita sebenarnya.
Yesus berlebih-lebihan melampaui batas. Ia membayar segalanya. Ia tidak menahan apa pun. Ia sebenarnya membayar lebih dari harga yang disyaratkan.
Kasih Allah berlebih-lebihan! Begitu banyak orang menggambarkan Tuhan kikir. Namun Ia tidak kikir – Ia sangat murah hati. Ketika Ia melihat sesuatu yang Ia inginkan, Ia akan membayar dengan harga penuh dan lebih.
Mari sekarang kita lihat cara dimana Yesus “membayar” harga. Dalam tinjauan pendahuluan Perjanjian Lama, pengorbanan Yesus dalam Imamat 16:1. Ada dua nubuatan besar gambaran Yesus dan pengorbanan-Nya dalam Perjanjian Lama. Sudah pasti, ada banyak gambaran, namun dua yang paling signifikan adalah Paskah dan Hari Penebusan.
Hari Penebusan, yang digambarkan dalam Imamat 16, adalah hari suci Yahudi yang sudah berlangsung dari dulu hingga sekarang.
Dalam Ibrani, disebut “Yom Kippur” atau “Yom Kippurim,” kata hari Ibrani untuk “penebusan.” Pada dasarnya, sebagian besar orang Yahudi masih puasa dari matahari terbenam hingga matahari terbenam hari berikutnya.
Dalam berbicara mengenai aktifitas-aktifitas Hari Penebusan, Imamat 16:29 memberi mandat dari Tuhan: “kamu harus merendahkan diri.” Orang-orang Yahudi selalu mengerti bahwa frasa itu berarti “berpuasa.” Banyak dalam komunitas Yahudi berpuasa, tanpa makanan atau air selama 24 jam.
Meski ada banyak peringatan-peringatan termasuk dalam hari suci ini – fokusnya pada aktifitas sentral Hari Penebusan. Esensi dari hari suci adalah imam besar masuk kedalam Ruang Maha Kudus untuk membuat penebusan untuk dosa-dosa dirinya sendiri, rumah tangganya, dan bangsa Israel. Ia hanya melakukan ini satu tahun sekali. Satu-satunya waktu manusia melewati tabir kedua, dari Ruang Kudus kedalam Ruang Maha Kudus. Langkah-langkah yang imam ambil untuk jalan masuk dengan jelas ditetapkan. Jika ada langkah berbeda atau hilang, imam besar akan mati.
Mari kita membaca dari Imamat 16, ayat 11: “Harun harus mempersembahkan lembu jantan yang akan menjadi korban penghapus dosa baginya sendiri dan mengadakan pendamaian baginya dan bagi keluarganya…”
Penting untuk dimengerti bahwa kata Ibrani dalam Perjanjian Lama untuk “penebusan” berarti “penutup.” Bentuk lain dari kata benda yang sama digunakan untuk ter dengannya nabi Nuh dan anak- anaknya mengedap air bahtera. Itu memberi kita gambaran penutup pelindung dalam penebusan.
Penebusan penuh tidak pernah dicapai dalam Perjanjian Lama. Semua dosa hanya ditutup untuk satu tahun lagi. Ini terjadi – sampai Yesus mati. Yesus datang untuk menghapus dosa dengan pengorbanan diri-Nya Sendiri. Itu satu dari elemen-elemen kunci
yang membuat Perjanjian Baru berbeda sama sekali dari Perjanjian Lama. Setelah kematian dan kebangkitan Yesus, tidak ada lagi korban disyaratkan untuk dosa-dosa.
Kembali ke ayat 11-12: “Harun harus mempersembahkan lembu jantan yang akan menjadi korban penghapus dosa baginya sendiri dan mengadakan pendamaian baginya dan bagi keluarganya; ia harus menyembelih lembu jantan itu.
Dan harus mengambil perbaraan berisi penuh bara api dari atas mezbah yang dihadapan TUHAN, serta serangkup penuh ukupan dari wangi-wangian yang digiling sampai halus, lalu membawanya masuk ke belakang tabir.”
Imam besar harus memiliki dua elemen ini untuk melewati tabir. Ia harus memiliki perbaraan berisi penuh bara api serta serangkup penuh ukupan dari wangi-wangian agar asap wangi-wangian menutupinya dan memenuhi Ruang Maha Kudus. Elemen lain yang ia harus miliki adalah darah korban. Kita melihat dari gambaran ini bahwa jalan masuk kedalam hadirat Allah harus dengan “darah” dan “wangi-wangian.”
Ini pola untuk kita. Kita tidak mempunyai akses kedalam hadirat Allah kecuali kita datang dengan wangi-wangian penyembahan dan darah Yesus mewakili kita.
Deskripsi aktifitas Hari Penebusan berlanjut dalam ayat-ayat 13-14: “Kemudian ia harus meletakkan ukupan itu di atas api yang di hadapan TUHAN, sehingga asap ukupan itu menutupi tutup pendamaian yang di atas hukum Allah, supaya ia jangan mati.
Lalu ia harus mengambil sedikit dari darah lembu jantan itu dan memercikkannya dengan jarinya ke atas tutup pendamaian di bagian muka, dan ke depan tutup pendamaian itu ia harus memercikkan sedikit dari darah itu dengan jarinya tujuh kali.”
Tabernakel – kemudian bait – menghadap ke timur, agar sisi timur kursi takhta belas kasih didepannya. Dalam menghampiri kursi takhta belas kasih, ia diharuskan dibungkus setiap saat dalam asap wangi-wangian, imam besar memercikkan darah tujuh kali di depan kursi takhta belas kasih. Lalu ia memercikkannya pada depan kursi takhta belas kasih.
Kita akan mempelajari bagaimana Hari Penebusan dihubungkan dengan kematian Yesus dan bagaimana Ia juga memercikkan darah- Nya tujuh kali dihadapan kursi takhta belas kasih.
Tujuh angka sangat signifikan dalam Alkitab.
Fakta bahwa darah harus dipercik tujuh kali dihadapan kursi takhta belas kasih pada Hari Penebusan digenapi tepat dalam pengalaman Yesus. Kita akan telusuri tujuh kali percikan darah Yesus.
Pentingnya darah Yesus yang dicucurkan tidak bisa dikurangi. Siapa pun yang tidak mengapresiasi darah Yesus adalah jiwani dan tidak spiritual (rohani). Darah Yesus garis pemisah jelas untuk orang- orang Kristen. Ada bagian besar dari Gereja hari ini telah berbalik melawan darah Yesus. Satu denominasi bahkan mencetak buku nyanyian rohani dengan menyingkirkan setiap lagu rohani yang menyebut darah Yesus. Darah Yesus bukan hanya penting sekarang – namun akan juga menjadi isu besar dalam tahun-tahun yang akan datang.
Sebagai lambang darah Yesus yang dicurahkan dalam penebusan kita, kita akan secara sistimatik menunjukkan tujuh insiden terpisah dimana Yesus menumpahkan darah-Nya mewakili kita.
Di taman Getsemani, ketika Yesus berserah kepada kehendak Bapa dalam doa, Lukas 22:44 menggambarkan: “Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh- Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.”
Bukan malam yang panas, sebaliknya mungkin cukup dingin, karena musim semi. Apa yang menyebabkan Yesus keluar banyak keringat? Kesengsaraan fisikal, spiritual dan emosional yang menyebabkan- Nya berkeringat, dan darah-Nya mengalirkan keringat-Nya.
Peristiwa kedua, kita sampai pada Yesus di pelataran Imam Besar Hanas, seperti di catat dalam Matius 26:67: “Lalu mereka meludahi muka-Nya dan meninju-Nya; orang-orang lain memukul Dia.”
Mengenai pemukulan yang terjadi kemungkinan dengan “tongkat,” karena ada nubuat spesifik dalam Perjanjian Lama yang menubuatkan bagaimana terjadinya.
Mikha 4:14: “…..dengan tongkat mereka memukul pipi orang yang memerintah Israel.”
Ini prediksi jelas apa yang terjadi pada Yesus. Sudah pasti, jika kita memukul seseorang dengan tongkat di pipi, akan membuatnya berdarah.
Kembali ke Matius 27:26, kita melihat insiden ketiga. Ini penentuan terakhir Pontius Pilatus apa yang harus dilakukan terhadap Yesus: “Lalu ia membebaskan Barabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan.”
Terjemahan lebih baik, “ketika Ia dicambuk.” Sudah jelas, gubernur tidak akan melakukan pencambukkan sendiri.
Cambuk Romawi instrumen penyiksa khusus. Memiliki gagang dan berbagai lecutan. Di lecutan tertanam potongan tulang dan logam, sengaja diletakkan disana di rancang untuk merobek daging orang terbuka. Cambuk itu percikan darah Yesus ketiga.
Insiden keempat terkait dengan Yesus mendera dicambuk. Untuk detil percikan keempat, kita perlu kembali ke Perjanjian Lama pada nabi Yesaya. Kita mungkin tidak menyadari bahwa Perjanjian Baru tidak mengatakan apa-apa pada kita apa yang berlangsung selama penderitaan-Nya. Perjanjian Baru mencatat dengan sederhana apa yang terjadi. Meski demikian, jika kita membaca nabi-nabi dan mazmur-mazmur untuk mengerti penderitaan Yesus, kita akan menemukan banyak detil mengenai apa yang Yesus derita didalam diri-Nya.
Roh Mesias memprediksi bagaimana penderitaan-Nya sendiri dalam Perjanjian Lama. Tentunya, nabi-nabi berbicara dalam orang pertama mengenai peristiwa-peristiwa yang tidak terjadi pada mereka, melainkan pada hamba yang menderita. Ini satu contoh dalam Yesaya 50:6: “Aku memberi punggung-Ku kepada orang-orang yang memukul Aku (itu cambuk)”.
Tolong perhatikan Ia “memberi” punggung-Nya. Yesus menyerahkan punggung-Nya dengan kehendak dan pilihan-Nya sendiri.
Sangat penting untuk dimengerti kebenaran ini – Ia tidak bergulat. Ia tidak melawan. Ia tidak protes.
“Dan pipi-Ku kepada orang-orang yang mencabut janggut-Ku. Aku tidak menyembunyikan muka-Ku ketika Aku dinodai dan diludahi.”
Gambaran nubuatan ini berarti diantara tindakkan-tindakkan kejam yang dilakukan terhadap Yesus, mereka juga dengan kasar mencabut janggut-Nya. Dalam proses melakukan tindakkan itu, sangat mungkin mereka membuat-Nya mengeluarkan darah.
Untuk insiden kelima, kita kembali pada Matius 27, ayat 28, dimana tentara-tentara Romawi menghina Yesus: “Mereka menanggalkan pakaian-Nya dan mengenakan jubah [ungu] kepada-Nya.”
Kemungkinan, penggunaan kata “ungu” lebih baik disini, karena warna kerajaan. Tentara-tentara menghina-Nya dan berkata: “jika engkau raja, marilah memberi engkau baju raja.” Mereka memberi- Nya jubah ungu ini, yang sudah ternoda dengan darah-Nya sendiri. Lalu mereka memberi-Nya mahkota – namun mahkota duri.
Ia bukan hanya menebus umat manusia, Ia juga menebus semua akibat dosa manusia diatas bumi.
Dalam Kejadian, Allah berkata kepada Adam ketika ia berdosa, “semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu.” Durinya ungu, warna yang sama dengan jubah Yesus yang dipakai. Durinya riil. Di Yerusalem tumbuh jenis duri yang digunakan untuk mahkota dengan ujung runcing sangat panjang, sangat keras – hampir sekeras kuku, dan tajam sekali.
Maka, setelah mengenakan jubah ungu pada-Nya, mereka lalu memahkotai-Nya dengan duri. Kita membaca apa yang terjadi selanjutnya dalam ayat-ayat 28-30: “Mereka menanggalkan pakaian-Nya dan mengenakan jubah ungu kepada-Nya.
Mereka menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya, lalu memberikan Dia sebatang buluh di tangan kanan- Nya. Kemudian mereka berlutut di hadapan-Nya dan mengolok- ngolokkan Dia, katanya: “Salam, hai raja orang Yahudi!”
Mereka meludahi-Nya dan mengambil buluh itu dan memukulkannya ke kepala-Nya.”
Dengan buluh dan tangan, mereka menekan duri-duri itu menembus kedalam kulit kepala-Nya. Umumnya kulit kepala, ketika dipenetrasi, mengalir darah dengan bebas. Di pikiran kita muncul gambaran Yesus dengan berkas janggut-Nya tercabut, bekas pukulan dengan tongkat di pipi-Nya, darah mengalir kebawah kulit kepala-Nya di setiap sisi, membeku di janggut-Nya. Kitab Suci berkata dalam Yesaya 52:14: “….Seperti banyak orang akan tertegun melihat dia – begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi.” Terjemahan lebih harfiah dari ayat ini: “Ia kehilangan wajah manusia.” Setelah apa yang Yesus derita, Ia tidak lagi tampak seperti manusia.
Itu kucuran darah kelima – mahkota duri.
Indiden keenam, kita sampai pada penyaliban sesungguhnya yang digambarkan dalam Matius 27:35, luar biasanya, dikatakan hanya dalam tiga kata. “Mereka menyalibkan Dia.”
Semua yang Alkitab katakan, “Mereka menyalibkan Dia.” Kita tahu luka yang ditimbulkan melalui penyaliban, dan juga dari apa yang Yesus katakan setelah kebangkitan-Nya, mengundang murid-murid- Nya untuk melihat bekas penyaliban. Kita tahu algojo-algojo-Nya menusuk tangan-Nya dan kaki-Nya. Lagi, darah-Nya mengalir sebanyak-banyaknya – khususnya, dari tangan-Nya. Menusuk tangan dan kaki-Nya adalah percikan darah-Nya keenam.
Untuk percikan darah Yesus ketujuh dan terakhir, kita akan mengacu pada Yohanes 19, tahap dimana Yesus sudah mati di salib. Lalu, Yohanes 19:31 berkata: “Karena hari itu hari persiapan dan supaya pada hari Sabat mayat- mayat itu tidak tinggal tergantung pada kayu salib – sebab Sabat itu adalah hari yang besar – maka datanglah orang-orang Yahudi kepada Pilatus dan meminta kepadanya supaya kaki orang-orang itu dipatahkan dan mayat-mayatnya diturunkan.”
Jika seseorang yang disalib belum mati, algojo-algojo akan membawa kematian lebih cepat dengan mematahkan kaki. Ini akan dengan cepat menyebabkan kematian karena, agar bernapas, seseorang harus mengangkat tubuhnya dengan kakinya. Jika kakinya dipatahkan, orang itu tidak bisa mengangkat dirinya dan akan mati karena sesak napas.
Catatan berlanjut dengan ayat-ayat 32-33: “Maka datanglah prajurit-prajuritnya lalu mematahkan kaki orang yang pertama dan kaki orang yang lain yang disalibkan bersama- sama dengan Yesus; tetapi ketika mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa Ia telah mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya.”
Yesus tidak mati karena efek-efek fisikal penyaliban. Melainkan, Ia mati karena patah hati ditolak. Ayat 34 berkata: “tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air.”
“Air” tampaknya selaput pembungkus jantung, yang dialirkan oleh tombak. Membaca sedikit lebih jauh, kita melihat ilustrasi lain dari dari apa yang terjadi dalam pengorbanan Yesus di salib. Ayat 35-36 berlanjut: “Dan orang yang melihat hal itu sendiri [itu rasul Yohanes] yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya.
Sebab hal itu terjadi, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci: “Tidak ada tulang-Nya yang akan dipatahkan.”
Segala sesuatu yang terjadi pada Yesus adalah penggenapan nasihat predeterminasi Allah yang diungkapkan dalam Kitab Suci. Allah tidak pernah kehilangan kendali atas situasi satu momen pun.
…Kitab Suci harus digenapi, “Satu tulang pun tidak boleh di patahkan mereka” (lihat Bilangan 9:12).
Frasa itu, “Satu tulang pun tidak boleh di patahkan mereka,” dinyatakan mengenai domba Paskah. Walaupun kekejaman- kekejaman dan perlakuan kejam yang Yesus derita, tidak ada dari tulang-tulang-Nya yang dipatahkan.
“Dan ada pula nas yang mengatakan: “Mereka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam” (Yohanes 19:37).
Apakah kita bisa melihat dari ini bagaimana setiap detil yang di tahbiskan Allah di implementasi dengan tepat, bahkan meski jahat, orang tak bertuhan yang melaksanakannya? Begitu penting untuk kita menyadari kita tidak dipanggil untuk melalui semua yang Yesus lalui. Meski begitu, kadang-kadang sebagian besar dari kita tunduk pada kekuatan-kekuatan jahat, pada perlakuan tidak adil, dan mungkin bahkan pada kebrutalan. Kita diingatkan tidak seorang pun bisa melakukan apa-apa lebih dari pada yang Allah ijinkan. Ia pengendali tertinggi.
Ini kesimpulan pembelajaran kita dari tujuh percikkan darah Yesus. Percikkan darah di kursi takhta belas kasih yang menjadi kemuliaan.
Oleh Loka Manya Prawiro.