Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Campuran Menciptakan Kebingungan dan Perpecahan – Bagian 5




eBahana.com – Campuran kebaikan dan kejahatan menghasilkan dua hasil utama: kebingungan dan perpecahan. Pesan-pesan yang dicampur mengandung butir-butir kebenaran dan kepalsuan, memberi penerima dua respons pilihan: mereka bisa fokus pada komponen kebaikan, atau, kebenaran, dan menerima yang buruk bersamanya; atau, mereka bisa fokus pada komponen yang buruk, atau palsu, menolak yang baik bersamanya.

Dalam kasus manapun, tujuan-tujuan Allah digagalkan. Dalam gereja, kebingungan selalu menghasilkan perpecahan; garis yang salah terbentuk sesuai fokus orang-orang. Arus akhir-akhir ini dengan tanda-tanda dan mujizat-mujizat mengindikasi campuran roh-roh: Roh Kudus dan roh-roh tidak kudus.

Allah memperingatkan terhadap campuran ini dalam Perjanjian Lama. Ulangan 22:9 menginstruksikan, “Janganlah kautaburi kebun anggurmu dengan dua jenis benih, supaya seluruh hasil benih yang kautaburkan dan hasil kebun anggurmu jangan menjadi milik tempat kudus.” Lebih jauh, “Janganlah engkau membajak dengan lembu dan keledai bersama-sama” (ayat 10), dan “Janganlah engkau memakai pakaian dua jenis bahannya, yakni bulu domba dan lenan bersama-sama” (ayat 11). Allah melarang mengawinkan ternak campuran, menabur benih campuran, dan memakai pakaian yang dibuat dari bahan campuran.

Prinsip yang disampaikan oleh larangan-larangan ini adalah ketika kita melayani Tuhan, kita tidak boleh mencampur dua jenis hal yang berbeda. Menabur dengan benih campuran bisa mempresentasi pesan yang sebagian kebenaran, sebagian kepalsuan. Memakai pakaian dari campuran bahan, seperti hidup secara simultan sesuai Kitab Suci dan sesuai pola dunia ini. Mengijinkan melahirkan ternak campuran bisa merepresentasi kelompok pelayanan Kristen yang menyelaraskan dirinya dengan kelompok lain yang bukan Kristen.

Berguna untuk dicatat bahwa ketika dua jenis berbeda dikawinkan, anak-anaknya biasanya steril. Sebagai contoh, mengawinkan keledai dengan kuda menghasilkan bagal – binatang yang tidak bisa mereproduksi. Kelompok-kelompok Kristen yang bergabung dengan “perkawinan” dari dua sistim kepercayaan – jenis yang berbeda – sering menghasilkan hasil-hasil steril serupa.

Raja Saul mempresentasi contoh penting dari peringatan alkitabiah terhadap campuran roh-roh. Pada suatu ketika, ia bernubuat dalam Roh Kudus; pada waktu lain, ia bernubuat dalam roh satanik.

Meskipun empat puluh tahun pemerintahannya, campuran kemenangannya sebagai komandan militer, dan kemenangan- kemenangannya yang lain, membuktikan tanda buruk kematiannya. Hanya sebelum peperangan, ia berkonsultasi dengan ahli sihir; hari berikutnya , ia bunuh diri di medan perang. Campuran roh-roh raja Saul dan hasil-hasil mengerikan yang ia alami harus mencegah kita mencampur roh-roh dalam hidup kita.

Kita harus tanya diri kita, sebagai individual dan sebagai gereja apakah kita menabur dengan benih campuran. Apakah kita sudah mengkombinasi kebenaran dengan kepalsuan? Apakah kita memakai pakaian dari bahan campuran – sebagian kebenaran Yesus, sebagian kodrat kedagingan kita sendiri? Berkat Allah tidak akan tinggal pada campuran kemurnian dan kenajisan.

Meski dengan adanya benih-benih kebenaran, dan kejahatan tidak masuk gereja. Kita tidak boleh pasif atau netral terhadap apa yang kita terima. Amsal 8:13 menginstruksikan, “Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan.” Salah berkompromi dengan kejahatan, berdosa. Satan masuk lewat kejahatan dengan tujuan “untuk mencuri, dan membunuh dan membinasakan” (Yohanes 10:10).

Tujuan ini berlaku pada individual dan jemaat gereja, dan kita harus mengambil tindakkan pertahanan aktif melawan skema-skema setan.

Sehubungan dengan kerja Roh Kudus Allah, banyak gereja bersikap netral – jemaat mereka menolak mengambil sikap melawan, mencoba merekonsiliasi Allah dengan dunia, mencoba menjaga hubungan bersahabat antara keduanya. Ketika Roh Kudus datang, Ia menggoncang pagar – tidak ada lagi yang duduk netral! Kita harus memilih dipihak yang mana. Beberapa gereja menolak Roh Kudus untuk mempertahankan netralitas mereka, namun Yesus berkata, “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku” (lihat Matius 12:30).

Trend masa kini serba membolehkan – dan gereja hari ini tidak terkecuali. Tidak ada batas – kita bisa menemukkan orang-orang menari-nari, bertepuk tangan, terlibat dalam pemeragaan dramatik, atau aktifitas-aktifitas yang sebelumnya tidak pernah terdengar di gereja. Ini mungkin usaha-usaha tulus untuk memuji Allah, namun bisa juga inovasi-inovasi menyembah yang mempromosi distraksi ketimbang penyembahan.

Meningkatnya toleransi membiarkan meningkatnya kebebasan; hanya sedikit pembatasan-pembatasan spesifik mencegah setan.

Meski demikian, Allah menentang pembiaran pada zaman ini. Seperti kita lihat dalam pasal terakhir 2 Timotius 3:1-5 memperingatkan, “Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar.

Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah.

Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!”

Ini peringatan nubuatan degenerasi karakter dan perilaku manusia yang bahkan sedikit orang hari ini lihat. Delapan belas cacat moral diatas sebagian besar berurusan dengan cinta yang diletakkan pada “tempat yang salah” – cinta pada diri sendiri, hamba uang, dan cinta kesenangan. Bahkan orang-orang yang menganut keselamatan – mereka yang “menjalankan ibadah” – cenderung menunjukkan perilaku-perilaku ini.

Tembok-tembok yang sudah runtuh dalam gereja mengindikasi hilangnya garis demarkasi – batas-batas yang ada untuk tujuan spesifik Allah. Berdasarkan kitab Kejadian, tampaknya ada dua garis batas yang Allah jaga dengan teguh. Pertama hubungan seks antara malaikat dan manusia. Kedua pembatas antara laki-laki dan perempuan, yang dewasa ini, sudah kabur. Ulangan 22:5 berkata, “Seorang perempuan janganlah memakai pakaian laki-laki dan seorang laki-laki janganlah mengenakan pakaian perempuan, sebab setiap orang yang melakukan hal ini adalah “kekejian” bagi TUHAN, Allahmu.”

Bahasa Ibrani “kekejian,” (toebah), adalah kata paling keras untuk sesuatu yang Allah benci dan jijik. Tidak berarti Allah memiliki preferensi mengenai mode dan gaya pakaian, namun ini berarti harus ada perbedaan definitif antara penampilan laki-laki dan perempuan.

Bahasa sudah di sama ratakan: kebalikan dari “laki-laki” dan “perempuan,” kita sebut “orang.” Kebalikkan dari “suami” atau “istri,” kita sebut “pasangan.”

Beberapa gereja yang bergerak dengan manifestasi-manifestasi tidak biasa mengklaim penekanan pada kasih. Tidak salah menekankan pada kasih, tapi tidak dengan mengorbankan ketaatan pada Tuhan. Kasih apa pun yang tidak menghasilkan ketaatan “tidak alkitabiah.” Dalam Yohanes 14:15, Yesus menginstruksikan murid- murid-Nya, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” 1 Yohanes 5:3 menegaskan mandat ini: “Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah- perintah-Nya.”

Kasih untuk Allah di ekspresi dalam ketaatan. Dengan cara yang sama, kasih Allah untuk kita berhubungan dengan ketaatan: Ia menghajar mereka yang Ia kasihi. Sebagai Bapa kita, Allah mendisiplin kita. Dalam Wahyu 3:19, Yesus menyatakan, “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!”

Beberapa orang Kristen menukar kalimat “Allah adalah kasih” dengan “Kasih adalah Allah.” Mereka berasumsi bahwa apa pun yang berakar dalam kasih tidak bisa salah, mereka lupa bahwa kasih apa saja yang memisahkan orang-orang dari Allah atau menghasilkan ketidaktaatan pada Firman-Nya adalah kasih yang tidak absah.

Seperti kita sudah lihat, kesalahan bisa juga masuk gereja melalui nubuat. Banyak orang salah berpikir mereka harus menerima setiap nubuat, karena takut akibat jika menolak. Ini mengkontradiksi pengajaran-pengajaran Perjanjian Baru mengenai nubuat. Meski demikian, dalam 1 Korintus 14:29, Paulus berkata, “Tentang nabi- nabi – baiklah dua atau tiga orang diantaranya berkata-kata dan yang lain menanggapi apa yang mereka katakan,” dan dalam 1 Tesalonika 5:19-21, ia mengajarkan, “Janganlah padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.”

Meskipun kita tidak memandang rendah manifestasi-manifestasi Roh Kudus, kita harus mengujinya, menerima hanya apa yang baik dan benar. Nabi-nabi harus membiarkan yang lain menilai mereka; jika seorang nabi tidak bersedia di nilai dan di uji, ia tidak boleh bernubuat. Kita tidak boleh percaya nabi-nabi jika mereka mengatakan pada kita, “Jika engkau menghakimi pesan saya, Allah akan menghakimi engkau.” Sebaliknya, kita harus takut penghakiman Allah jika kita gagal menghakimi nubuat-nubuat, yang Ia katakan kita harus lakukan. Nabi-nabi bukan diktator.

Standar apa yang harus kita gunakan ketika kita menghakimi nubuat-nubuat? Baca Yesaya 8:19-20: “Sesungguhnya, aku dan anak-anak yang telah diberikan TUHAN kepadaku adalah tanda dan alamat di antara orang Israel dari TUHAN semesta alam yang diam di gunung Sion.

Dan apabila orang berkata kepada kamu: “Mintalah petunjuk kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan komat- kamit,” maka jawablah: “Bukankah suatu bangsa patut meminta petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka meminta petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup?”

“Carilah pengajaran dan kesaksian!” Siapa yang tidak berbicara sesuai dengan perkataan itu, maka baginya tidak terbit fajar.”

Ujian terakhir bagi nabi, “Apakah ia berbicara sesuai dengan perkataan Firman Allah?” Jika tidak, baginya tidak terbit fajar – tidak ada terang didalamnya.

Nubuat bisa menyesatkan. Dalam Roma 12:6, Paulus menulis, “Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita.” Dengan kata lain, nabi-nabi tidak boleh melewati ukuran iman mereka ketika mereka bernubuat.

Bernubuat bisa menjadi pengalaman menyenangkan, dan nabi-nabi bisa kebablasan, bahkan lepas dari apa yang sebenarnya mereka terima dari Firman Allah dan Roh Kudus.

Sebagai contoh, seseorang bisa menerima nubuat sejati: “Akan ada kebangunan rohani besar.” Namun ia bisa begitu bergairah dan menambahkan, “Dan kebangunan rohani itu akan di mulai di gereja mereka.” Bagian pertama bisa benar, namun bagian kedua bisa salah dan sebaliknya. Bagaimana ini bisa terjadi? Ini terjadi ketika seorang nabi bertindak melebihi proporsi iman yang Allah berikan kepadanya.

Nubuat bisa juga akurat namun tidak bersumber dari Allah. Dalam Perjanjian Lama kita membaca peringatan mengenai kemungkinan ini. Kisah Para Rasul 16 memberi contoh nubuat atau pewahyuan yang bukan dari Allah meskipun akurat. Paulus dan Silas baru saja tiba di kota Filipi.

“Pada suatu kali ketika kami pergi ke tempat sembahyang itu, kami bertemu dengan seorang hamba perempuan yang mempunyai roh tenung; dengan tenungan-tenungannya tuan-tuannya memperoleh penghasilan besar.

Ia mengikuti Paulus dan kami dari belakang sambil berseru, katanya: “Orang-orang ini adalah hamba Allah Yang Mahatinggi. Mereka memberitakan kepadamu jalan kepada keselamatan” (Kisah Para Rasul 16:16-17).

Setiap kata yang perempuan ini ucapkan benar. Lebih jauh, ia orang pertama di Filipi yang secara benar mengidentifikasi Paulus dan Silas dan peran mereka sebagai hamba-hamba Kristus. Namun bukan Roh Allah yang berbicara melaluinya; melainkan, roh peramal.

Nas selanjutnya, “Hal itu dilakukannya beberapa hari lamanya. Tetapi ketika Paulus tidak tahan lagi akan gangguan itu, ia berpaling dan berkata kepada roh itu: “Demi nama Yesus Kristus aku menyuruh engkau keluar dari perempuan ini.” Seketika itu juga keluarlah roh itu” (ayat 18). Sejak itu dan selanjutnya, perempuan itu tidak bisa lagi meramal. Luar biasa bagaimana banyak orang mempraktikkan ramalan – dan berapa banyak mereka mengatakan kebenaran – namun apa yang mereka ramal bukan dari Allah.

Kebohongan tidak bisa dihindari bercampur dengan kebenaran nubuat-nubuat mereka, namun kebenaran disini berperan sebagai umpan – jika kita termakan, kita menelan kebohongan bersama kebenaran. Jangan menerima takdir Satan atas hidup kita, yang ia mungkin coba yakinkan kita untuk terima dengan mempresentasi kita hal-hal yang kita tahu benar.

Perumpamaan mengenai kerajaan Allah yang dipresentasi dalam Matius 13 berbicara tentang akhir zaman dan penghakiman atas campuran. Seorang petani menanam benih gandum baik di ladangnya. Pada malam hari, musuh menabur lalang diantara benih gandum. Sementara tanaman tumbuh, petani menemukan lalang tumbuh diantara gandum (lihat Matius 13:24-30).

Ladang ini merepresentasi Kekristenan, atau kerajaan Allah, termasuk orang-orang yang menghasilkan buah-buah yang sesuai – seperti gandum yang baik – dan yang lain tidak menghasilkan buah – seperti lalang. Hamba-hamba bertanya pada tuan mereka apakah mereka harus mencabut lalang. “Tetapi ia berkata: Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu” (Matius 13:29).

Respons ini mengindikasi bahwa perbedaan antara gandum dan lalang tak berarti; tanaman yang menghasilkan buah sering disalah artikan dengan yang tidak menghasilkan. Respons tuan mencerminkan rencana Yesus untuk orang-orang percaya dan orang-orang fasik di akhir zaman: “Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku” (ayat 30).

Perbedaan kunci antara ladang fiktif dan kerajaan Allah ini adalah kearifan penuai. Sementara petani di ladang kesulitan membedakan gandum dan lalang, penuai-penuai Allah adalah malaikat-malaikat yang, seperti Allah, tidak memiliki masalah memisahkan orang- orang percaya sejati dari orang-orang fasik.

Sangat sering, orang-orang Kristen yang kesal dengan orang-orang fasik mencoba mengusir mereka keluar dari gereja. Allah mengatakan pada kita untuk memiliki kesabaran dan tinggal dengan lalang sampai Ia mencabut akar dan membuang mereka. Tanggung jawab utama kita memastikan identitas kita sebagai gandum ketimbang sebagai lalang.

Dalam Yehezkiel 22:30-31, Tuhan mendaftar dosa-dosa nabi-nabi, imam-imam, pangeran-pangeran dan orang-orang: “Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya.

Maka Aku mencurahkan geram-Ku atas mereka dan membinasakan mereka dengan api kemurkaan-Ku; kelakuan mereka Kutimpakan atas kepala mereka, demikianlah firman Tuhan ALLAH.”

Allah mencari seseorang untuk membangun tembok – restorasi. Ia juga mencari seseorang sebagai pendoa syafaat – untuk melakukan perantaraan. Tembok memisahkan dan membagi, mengasingkan satu tempat dari tempat lainnya. Disekeliling gereja yang sekarang, sebagian besar tembok yang membagi sudah diruntuhkan; kita harus merestorasinya, dan pendoa-pendoa syafaat harus berdiri diantaranya.

Berdoa syafaat lebih daripada berdoa; sikap permanen yang seseorang harus lakukan antara Allah dan obyek-obyek dari kemarahan-Nya.

Lebih dari hanya satu jam doa, berdoa syafaat dalam keadaan konstan. Abraham contoh pendoa syafaat. Ketika Tuhan berencana menghancurkan orang-orang Sodom, Abraham memohon mewakili mereka; ia berakar dalam doa syafaat.

Kita tidak boleh berkompromi pada perbedaan alkitabiah, khususnya karena penghakiman akan dimulai di rumah Allah (lihat 1 Petrus 4:17). Sebagai perwakilan-perwakilan Allah, kita harus memberitakan-Nya dengan setia dan berdiri pada isu-isu yang penting bagi-Nya.

Pencegah campuran adalah kebenaran, kebenaran Firman Allah yang murni. Dalam pengadilan hukum sekular, setiap saksi harus berjanji untuk mengucapkan “kebenaran, seluruh kebenaran, dan tidak ada yang lain kecuali kebenaran.” Berapa banyak lagi kita orang-orang Kristen harus berdiri diatas kebenaran?

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply