Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

TUJUAN PENTAKOSTA – PENGANTAR DAN PERINGATAN




eBahana.com – “Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama” (1 Korintus 12:7).

Kita sudah membahas tahap-tahap iman dan ketaatan yang melaluinya seseorang bisa menerima baptisan dalam Roh Kudus. Mengarah lebih jauh adalah pertanyaan praktikal: Kenapa baptisan dalam Roh Kudus diberikan? Atau, mengatakan dengan cara lain, hasil-hasil apa yang Allah ingin hasilkan dalam kehidupan orang percaya dengan membaptisnya dalam Roh Kudus?

Sebelum memberi jawaban alkitabiah atas pertanyaan ini, perlu menjernihkan salah paham umum yang sering menyulitkan orang- orang yang baru saja menerima baptisan dalam Roh Kudus dan menghalangi mereka menerima faedah-faedah dan berkat-berkat yang Allah sediakan bagi mereka melalui pengalaman ini.

Hal pertama yang perlu ditekankan adalah, dalam kehidupan orang percaya, Roh Kudus tidak pernah bertindak sebagai “diktator.”

Ketika Yesus menjanjikan karunia Roh Kudus kepada murid-murid- Nya, Ia berbicara mengenai-Nya sebagai Penolong, Penghibur, atau Penasihat. Roh Kudus selalu membatasi diri-Nya dalam batas-batas ini. Ia tidak pernah merebut kehendak atau kepribadian orang percaya. Ia tidak pernah memaksa orang percaya melakukan apa saja yang berlawanan dengan kehendak atau pilihan orang percaya.

Roh Kudus juga disebut “Roh kasih karunia” (Ibrani 10:29). Ia terlalu ramah untuk memaksakan diri-Nya atas orang percaya atau memaksakan cara-Nya dalam kepribadian orang percaya dimana Ia tidak diterima sebagai tamu yang disambut.

Paulus menekankan kemerdekaan yang datang dari Roh Kudus. “Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan” (2 Korintus 3:17).

Paulus mengontras kemerdekaan orang Kristen yang dibaptis Roh dengan perbudakan Israel dibawah hukum Musa, dan ia mengingatkan orang-orang Kristen: “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi” (Roma 8:15).

Oleh karenanya, sejauh mana orang percaya dengan suka rela berserah kepada Roh Kudus dan menerima kendali dan pengarahan- Nya. Sejauh mana Roh Kudus akan mengendalikan dan mengarahkan orang percaya tersebut. Yohanes Pembaptis berkata: “Karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas” (Yohanes 3:34).

Ukurannya bukan seberapa yang diberikan Allah; namun bagaimana penerimaan kita. Kita bisa memiliki Roh Kudus sebanyak yang kita mau. Namun untuk menerima-Nya, kita harus secara suka rela berserah kepada-Nya dan menerima kendali-Nya. Ia tidak akan pernah memaksa kita melakukan apapun yang berlawanan dengan kehendak kita.

Beberapa orang percaya membuat kesalahan ketika mencari baptisan dalam Roh Kudus. Mereka membayangkan Roh Kudus akan menggerakkan mereka sedemikian rupa dengan kekuatan hingga mereka dipaksa berbicara dengan bahasa lidah, diluar kehendak mereka. Namun, ini tidak benar. Perhatikan pengalaman murid- murid pertama pada Hari Pentakosta, seperti dicatat dalam Kisah Para Rasul 2:4. “Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu ‘mereka mulai berkata-kata’ dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.”

Murid-muridlah yang pertama memulai berbicara sendiri, dan lalu Roh Kudus memberi kepada mereka “ucapan” untuk mengatakannya. Jika murid-murid tidak secara suka rela memulai berbicara, Roh Kudus tidak akan memberi mereka “ucapan” untuk dikatakan. Ia tidak akan memaksakan “ucapan” kepada mereka tanpa kerjasama suka rela mereka. Dalam hal ini untuk berbicara dalam bahasa-bahasa lain, harus ada kerjasama antara orang percaya dan Roh Kudus.

Dua arah hubungan antara Roh Kudus dan orang percaya bisa disimpulkan sebagai berikut: orang percaya tidak bisa melakukannya tanpa Roh Kudus; Roh Kudus tidak akan melakukannya tanpa orang percaya.

Kerjasama dengan Roh Kudus ini penting bahkan setelah menerima baptisan dalam Roh Kudus. Disini lagi beberapa orang percaya membuat kesalahan besar dengan berpikir, setelah mereka menerima baptisan awal kepenuhan Roh Kudus, dengan bukti berbicara dalam bahasa roh, setelah itu Roh Kudus akan otomatis melakukan kendali atas seluruh diri mereka tanpa respons atau kerjasama di pihak mereka. Ini tidak benar.

Kita sudah mengutip Paulus berkata, “Sebab Tuhan adalah Roh” (2 Korintus 3:17). Roh Kudus adalah Tuhan – sepenuhnya seperti Allah Bapa dan Allah Anak. Namun Ia, seperti Bapa dan Anak, menunggu orang percaya mengakui ketuhanan-Nya.

Untuk membuat ketuhanan Roh realitas yang efektif dalam hidup orang percaya sehari-hari, ia harus terus menerus menyerahkan setiap bagian dari kepribadiannya dan kehidupannya kepada kendali Roh. Dibutuhkan iman, kekudusan atau pengabdian dan doa untuk menjaga kepenuhan dalam Roh seperti ketika orang percaya menerima kepenuhan awal.

Baptisan dalam Roh Kudus bukan tujuan akhir pengalaman orang Kristen; jalan pintu awal mengarah kedalam alam baru kehidupan Kristen. Setelah masuk melalui jalan pintu ini, setiap orang percaya memiliki tanggung jawab pribadi untuk maju dengan iman dan tekad dan mengeksplorasi bagi dirinya semua potensi-potensi alam baru ini yang ia masuki.

Orang percaya yang gagal menyadari dan mengaplikasikan kebenaran ini akan mendapatkan hanya sedikit faedah-faedah atau berkat-berkat yang Allah inginkan baginya melalui baptisan dalam Roh Kudus. Orang percaya seperti itu menjadi batu sandungan yang mengecewakan dirinya dan orang-orang Kristen lainnya.

Ini mengarahkan kita ke salah paham lain yang harus di jernihkan. Pembelajaran mengenai Perjanjian Baru menjelaskan Allah sudah menyediakan pemeliharaan penuh bagi setiap keperluan orang percaya, dalam setiap bagian dari dirinya, dan dalam setiap aspek dari pengalamannya. Sebagai bukti, kita bisa mengutip dua ayat dari Perjanjian Baru. “Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (2 Korintus 9:8).

“Karena kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib” (2 Petrus 1:3).

Ayat-ayat ini mengungkapkan bahwa kombinasi kasih karunia dan kuasa Allah, melalui pengetahuan akan Yesus Kristus, menyediakan pemeliharaan penuh bagi setiap keperluan orang percaya. Tidak ada keperluan yang Allah belum sediakan – yakni pemeliharaan sempurna melalui Yesus Kristus.

Jika kita memikirkan seluruh pemeliharaan Allah bagi orang percaya, kita menemukan ada berbagai jenis berlipat ganda pemeliharaan.
Satu bagian pemeliharaan Allah bukan pengganti untuk bagian lain. Disini begitu banyak orang percaya membuat kesalahan serius: mereka mencoba membuat satu bagian pemeliharaan Allah menjadi pengganti untuk bagian lain. Namun Allah tidak pernah menginginkannya seperti itu, dan karenanya tidak menghasilkan apa-apa.

Sebagai contoh praktikal pemeliharaan Allah bagi orang percaya, bisa kita baca dari daftar Paulus mengenai persenjataan rohani. Paulus berkata “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis” (Efesus 6:11). Dan lagi: “Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah” (ayat 13).

Dalam dua ayat ini Paulus menekankan bahwa, untuk mendapatkan perlindungan penuh, orang Kristen harus mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah, bukan hanya sebagian. Dalam empat ayat selanjutnya Paulus menyebutkan satu demi satu enam perlengkapan senjata Allah: 1. berikatpinggangkan kebenaran dan;
2. berbajuzirahkan keadilan; 3. kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan injil damai sejahtera; 4. dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman; 5. terimalah ketopong keselamatan dan 6. pedang Roh, yaitu firman Allah.

Orang Kristen yang mengenakan semua enam persenjataan ini akan terlindung sepenuhnya dari atas kepala sampai tapak kaki. Namun jika ia mengabaikan hanya satu bagian saja dari persenjataan ini, ia tidak memiliki perlindungan lengkap.

Sebagai contoh, jika seorang Kristen mengenakan semua lima persenjataan namun mengabaikan “ketopong keselamatan” (topi baja yang melindungi kepala atau pikiran), kemungkinan ia akan cedera di kepala (pikiran). Begitu mengalami cedera di kepala (pikiran), kemampuan dia untuk menggunakan sisa persenjataan Allah lainnya terganggu. Sebaliknya orang Kristen bisa memakai topi baja dan seluruh persenjataan untuk melindungi tubuh, namun mengabaikan kasut (sepatu untuk berjalan) – memberitakan injil.

Ia tidak memiliki cara untuk menahan musuh di kejauhan atau melakukan penyerangan untuk melawannya.

Kita melihat karenanya, bahwa untuk memperoleh perlindungan penuh seorang Kristen harus mengenakan semua enam persenjataan yang Allah sediakan. Ia tidak bisa mengabaikan satu yang mana saja dan berharap satu yang lainnya menjadi pengganti. Allah tidak menginginkan cara itu. Ia sudah menyediakan seperangkat persenjataan lengkap, dan Ia mengharapkan orang Kristen mengenakan semuanya.

Prinsip yang sama diaplikasikan dalam pemeliharaan Allah bagi orang Kristen. Epafras berdoa agar orang-orang Kristen di Kolose “berdiri teguh, sebagai orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah” (Kolose 4:12). Agar berdiri teguh dalam kepenuhan kehendak Allah, seorang Kristen harus menggunakan semua yang Allah sediakan melalui Kristus. Ia tidak bisa mengabaikan bagian manapun dari seluruh pemeliharaan Allah, lalu mengharapkan beberapa bagian lainnya menjadi pengganti untuk yang ia abaikan.

Namun di titik ini begitu banyak orang Kristen tersesat dalam pikiran mereka. Secara sadar atau tidak mereka beralasan karena mereka sudah menggunakan sebagian dari pemeliharaan Allah bagi mereka, mereka tidak perlu risau mengenai bagian-bagian lain yang mereka abaikan.

Sebagai contoh, beberapa orang Kristen menekankan untuk bersaksi dengan berkata-kata namun melalaikan aspek-aspek praktikal kehidupan Kristen sehari-hari.

Sebaliknya, orang-orang Kristen lain berhati-hati mengenai perilaku mereka namun gagal bersaksi secara terbuka kepada teman-teman dan tetangga-tetangga mereka. Setiap tipe dari orang-orang Kristen ini cenderung mengkritik atau memandang rendah yang lain.
Namun keduanya sama-sama salah. Kehidupan Kristen yang baik bukan pengganti bersaksi melalui berkata-kata. Dilain pihak, bersaksi melalui berkata-kata bukan pengganti untuk kehidupan Kristen yang baik. Allah mensyaratkan keduanya. Orang percaya yang mengabaikan yang mana saja tidak sempurna dalam kehendak Allah.

Banyak contoh serupa lainnya bisa dikutip. Sebagai contoh, beberapa orang percaya menaruh penekanan pada karunia-karunia spiritual tetapi mengabaikan buah spiritual. Orang-orang lain menaruh penekanan mereka pada buah spiritual tetapi tidak menunjukkan usaha mencari karunia-karunia spiritual. Paulus berkata: “Kejarlah kasih itu (buah spiritual) dan usahakanlah dirimu memperoleh karunia-karunia Roh” (1 Korintus 14:1).

Dengan kata lain, Allah mensyaratkan keduanya, karunia-karunia spiritual dan buah spiritual. Karunia-karunia bukan pengganti buah, dan buah bukan pengganti karunia-karunia.

Lagi, dalam mempresentasikan injil, ada orang-orang yang menekankan hanya fakta-fakta pengetahuan masa lalu dan takdir Allah; orang-orang lain mempresentasikan hanya teks-teks yang berhubungan dengan kehendak bebas manusia. Sering dua alur pendekatan ini mengarah kepada konflik doktrinal. Namun jika salah satu dari keduanya berdiri sendiri, tidak lengkap dan bahkan menyesatkan.

Seluruh rencana keselamatan mengandung ruang untuk keduanya “predestinasi” Allah dan “kebebasan memilih manusia.” Salah menekankan salah satu dari keduanya.

Prinsip ini diaplikasikan juga pada baptisan dalam Roh Kudus. Bagi orang-orang percaya yang dengan tulus berhasrat masuk kedalam seluruh kepenuhan kehidupan Kristen berkemenangan dan bermanfaat, baptisan Roh Kudus adalah penolong satu-satunya terbesar yang Allah sediakan. Namun bukan pengganti kewajiban atau pengalaman utama Kristen.

Sebagai contoh, baptisan dalam Roh bukan pengganti belajar Alkitab secara pribadi dan reguler atau pengganti kehidupan kudus sehari- hari atau pengganti penyangkalan diri atau pengganti kesetiaan beribadah dalam gereja yang berpikiran spiritual.

Seorang percaya yang setia dalam semua aspek lain kehidupan Kristen namun yang belum menerima baptisan dalam Roh Kudus kemungkinan akan membuktikan sebagai orang Kristen yang lebih efektif dibanding seorang yang sudah dibaptis dalam Roh Kudus namun yang mengabaikan aspek-aspek lain kehidupan Kristen.
Dilain pihak, jika orang percaya yang sudah setia dalam kewajiban- kewajiban lain menerima baptisan dalam Roh Kudus, ia akan langsung menemukan bahwa faedah-faedah dan efektivitas dari semua aktifitas-aktifitas lainnya akan diperkaya dan ditambahkan melalui pengalaman baru.

Maka kita melihat, baptisan dalam Roh Kudus bukan hanya fenomena luar biasa dan terisolasi yang bisa dipisahkan dari seluruh konteks pengalaman dan kewajiban Kristen seperti diungkapkan dalam Perjanjian Baru. Sebaliknya, baptisan dalam Roh Kudus hanya akan menghasilkan faedah-faedah dan berkat-berkat yang Allah maksudkan ketika digabung bersama dalam pelayanan aktif Kristen dengan semua bagian-bagian utama dari seluruh pemeliharaan Allah bagi orang percaya. Diisolasi dari semua pelayanan dan kehidupan Kristen, kehilangan signifikansi sejatinya dan gagal mencapai tujuan sejatinya.

Sebetulnya, mencari baptisan dalam Roh Kudus tanpa dengan tulus bertujuan menggunakan kuasa yang diterima dalam pelayanan alkitabiah untuk Kristus sangat berbahaya.

Alasannya, baptisan dalam Roh tidak hanya mengarahkan kedalam alam berkat spiritual baru; mengarahkan juga kedalam alam konflik spiritual baru. Sebagai akibat logikal, bertambahnya kuasa dari Allah akan selalu mengakibatkan bertambahnya oposisi dari Satan.

Orang Kristen yang mengunakan dengan bijaksana kuasa alkitabiah yang diterima melalui baptisan dalam Roh akan berada dalam posisi menghadapi oposisi Satan yang meningkat. Dilain pihak, orang Kristen yang menerima baptisan dalam Roh namun mengabaikan aspek-aspek lain dari kewajiban Kristen akan mendapatkan dirinya dalam posisi sangat berbahaya. Ia akan menemukan bahwa baptisan dalam Roh membuka kodrat spiritualnya ke bentuk-bentuk baru serangan atau tekanan satanik, namun ia tidak memiliki cara-cara yang Allah tetapkan untuk membedakan kodrat serangan Satan dan mempertahankan diri terhadapnya.

Cukup sering seorang Kristen mendapatkan pikirannya di serang oleh suasana keraguan yang aneh atau ketakutan atau depresi, atau ia diperhadapkan dengan pencobaan moral atau spiritual yang ia belum pernah alami sebelum menerima baptisan dalam Roh.
Kecuali ia diperingati dan dipersenjatai sebelumnya untuk menghadapi bentuk-bentuk baru serangan satanik ini, ia bisa dengan mudah kalah oleh tipu muslihat dan serangan gencar musuh dan jatuh ke tingkat spiritual lebih rendah dibanding sebelum ia masuk ke alam baru konflik ini.

Kehidupan Yesus memberi gambaran kebenaran ini. Pada baptisan- Nya di sungai Yordan Roh Kudus turun keatas-Nya dalam bentuk burung merpati dan tinggal dengan-Nya. Setelah itu Roh Kudus membawa-Nya ke pertempuran pribadi dengan Satan. “Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali dari sungai Yordan, dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun.

Di situ Ia tinggal empat puluh hari lamanya dan dicobai Iblis” (Lukas 4:1-2).

Lukas menekankan pada titik ini Yesus “dipenuhi dengan Roh Kudus.” Ini alasan Ia didorong masuk kedalam konflik dengan setan dalam pelayanan-Nya.

Dalam sebelas ayat selanjutnya Lukas mencatat bagaimana Yesus menghadapi dan mengalahkan tiga pencobaan Satan. Ia menyimpulkan: “Dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea” (Lukas 4:14).

Perhatikan frasa baru yang Lukas gunakan disini: “dalam kuasa Roh.” Ketika Yesus pergi ke padang gurun, Ia sudah “dipenuhi dengan Roh.” Namun ketika Ia kembali dari padang gurun, Ia datang “dalam kuasa Roh.” Ini merepresentasikan tingkat pengalaman spiritual lebih tinggi. Kuasa penuh Roh Kudus sekarang bisa dengan bebas tersedia bagi-Nya untuk digunakan dalam pelayanan-Nya yang ditetapkan Allah. Bagaimana Ia masuk kedalam tingkat pengalaman lebih tinggi? Dengan menghadapi dan mengalahkan Satan “muka dengan muka.”

Lebih jauh, dalam mengalahkan Satan, Yesus menggunakan satu senjata, dan hanya satu – “pedang Roh, yaitu firman Allah” (Efesus 6:17). Setiap kali Satan mencobai-Nya, Yesus menjawab-Nya dengan frasa “sebab tertulis.” Ia menghadapi Satan dengan mengutip Firman tertulis Allah. Melawan senjata ini Satan tidak memiliki pertahanan.

Bagian pengalaman Yesus ini adalah pola bagi semua mereka yang mengikuti-Nya kedalam kehidupan dan pelayanan yang dipenuhi Roh. Dalam kehidupan setiap orang percaya tujuan Allah yang tidak berubah bahwa kepenuhan Roh Kudus harus digabung bersama dengan penggunaan efektif reguler Firman Allah. Hanya dengan cara-cara ini orang percaya bisa mengharapkan kemenangan dalam konflik spiritual baru.

Karena Firman Allah disebut “pedang Roh.” berarti orang percaya yang tidak menggunakan Firman Allah secara otomatis menghilangkan senjata utama Roh Kudus yang Ia ingin gunakan mewakili orang percaya.

Akibatnya, seluruh perlindungan spiritual orang percaya tidak cukup. Dilain pihak, orang percaya yang pada tahap ini mempelajari dan mengaplikasikan Firman Allah akan mendapatkan senjata ini mewakilinya dengan kuasa dan hikmat yang jauh lebih besar dari dirinya – kuasa dan hikmat Roh Kudus Sendiri.

 

OLEH LOKA MANYA PRAWIRO.



Leave a Reply