Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Bertemu Allah dan Pengakuan Menyingkirkan Penghalang Mendengar dan Hasil Pengakuan Bersama – Bagian 5




eBahana.com – Beberapa poin fondasional mengenai mendengarkan dari Allah: Pertama, kita mendengar suara Allah dengan hati kita, bukan dengan telinga fisikal kita. Itu sebabnya kita harus mengkultivasi “sensitifitas hati.” Jika kita tidak mengembangkan sensitifitas ini, kita bisa menjadi tuli secara spiritual. Dalam Kitab Suci, dua kata yang menggambarkan hati mereka yang mati secara spiritual adalah “tanpa perasaan” dan “mengeras.”

Selanjutnya, ada enam persyaratan spesifik untuk mencapai sensitifitas hati yang kita butuhkan untuk mendengar dari Allah.

Pertama, perhatian. Kedua, kerendahan hati. Ketiga, waktu. Keempat, ketenangan. Kelima, menyembah. Keenam, menunggu.

Kita mencatat Daud berkata, “Hanya dekat Allah saja aku tenang”(Mazmur 62:1), dan persiapan terbaik untuk memulai proses ini adalah dengan menyembah, seperti diekspresi dengan indah dalam Mazmur 95:6: “Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita.” Mazmur 95 juga menginstruksikan kita untuk terbuka dihadapan Tuhan: “Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya! Janganlah keraskan hatimu”(ayat 7-8). Kebenaran yang mengikuti poin-poin fondasional diatas secara natural adalah “Allah menetapkan waktu dan tempat untuk menjawab kita.”

Kita perlu memberi prioritas absolut kepada Allah di atas semua kepentingan dan aktifitas kita. Kita mungkin memiliki rencana. Kita mungkin memiliki aspirasi yang membuat bergairah dan sasaran- sasaran yang kita ingin sekali capai. Tetapi jika kita ingin mendengar suara Allah, kita harus bersedia melepaskan agenda kita. Kita perlu “melepaskan dan rileks,” seperti pemazmur berkata. Allah menetapkan waktu dan tempat, yang mungkin berbeda dari waktu atau tempat yang kita pilih.

Mari kita bahas contoh tiga orang yang bertemu Allah dan mendengar suara-Nya sesuai waktu dan tempat Tuhan: Musa, Elia, dan Yeremia.

Kita mulai dengan catatan kehidupan Musa yang ditemukan dalam Bilangan 7:89. Ayat ini menggambarkan Musa masuk ke tabernakel yang dibangun di belantara. Musa berbicara dengan Allah, dan Allah merespons.

“Apabila Musa masuk ke dalam Kemah Pertemuan (tabernakel) untuk berbicara dengan Dia, maka ia mendengar suara yang berfirman kepadanya dari atas tutup pendamaian, yang di atas tabut hukum Allah, dari antara kedua kerub itu; demikianlah Ia berfirman kepadanya” (Bilangan 7:89).

Apakah kita melihat dari nas ini bahwa ada tempat spesifik dimana Allah berbicara dengan Musa? Dibelakang tabir kedua tabernakel, dari antara dua kerub dalam Ruang Maha Kudus. Kodrat kudus lokasi dimana Allah memilih berbicara dengan Musa menunjukkan kita betapa sakral mendengar suara Tuhan kita.

Kerub disebut disini sebagai simbol menyembah dan bersekutu. Allah berbicara kepada Musa dari posisi sedikit diatas penutup penebusan di tabut kesaksian. Ini tempat dimana darah pengorbanan, yang berbicara mengenai penutupan dan pengampunan dosa, sudah dipercik.

Seberapa signifikan semua poin-poin ini? Ruang Maha Kudus adalah tempat menyembah. Tempat bersekutu. Tempat dimana ada bukti kekal pengampunan dan penutupan dosa. Ini penting karena dosa yang tersembunyi dan belum diampuni akan selalu menahan kita dari mendengarkan suara Tuhan. Dalam tempat penyembahan, persekutuan, dan pengampunan ini Musa mendengar suara Tuhan.

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya dalam Matius 6:6: “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah kedalam kamarmu (secret place)…” Kenapa masuk kedalam kamarmu?

Tujuannya untuk menghindar dari semua distraksi dan menutup pandangan dan suara dunia agar kita bisa berdiam diri dihadapan Allah. Setiap orang Kristen harus memiliki ruang khusus [secret place], menjadi tempat sakral untuknya.

Contoh kedua orang yang mendengar suara Allah dalam waktu dan tempat khusus adalah nabi Elia. Elia mengalami kemenangan pribadi besar ketika ia memerintahkan api turun ke atas korban di Gunung Karmel, mendemonstrasikan kepada nabi-nabi palsu Baal dan orang-orang Israel yang menyembah berhala bahwa hanya Allah sendiri Allah sejati. Nabi-nabi Baal, yang sudah direndahkan dan dipermalukan, lalu di eksekusi atas perintah Elia. Namun setelah kemenangan besarnya, dimana kita menemukan nabi Elia? Ia lari melindungi dirinya dari ratu Izebel.

Di luar belantara kemana ia melarikan diri, Elia bertanya kepada Tuhan agar mengambil jiwanya. Sebaliknya, Allah mengirim seorang malaikat untuk memberi makan dan memberinya kekuatan agar ia mampu mendaki Gunung Horeb (lihat 1 Raja-Raja 18:17-39; 19:1-9). Ini tempat dimana Allah pertama kali membuat perjanjian-Nya dengan Israel. Mari lihat apa yang terjadi pada Elia ketika ia sampai disana: “Lalu firman-Nya: “Keluarlah dan berdiri di atas gunung itu di hadapan TUHAN!” Maka TUHAN lalu! Angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu, mendahului TUHAN. Tetapi tidak ada TUHAN dalam angin itu. Dan sesudah angin itu datanglah gempa. Tetapi tidak ada TUHAN dalam gempa itu.

Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada TUHAN dalam api itu. ” (1 Raja-Raja 19:11-12).

Dalam pertemuan ini, kita melihat tiga demonstrasi besar kuasa Allah: angin yang membelah gunung-gunung dan memecahkan batu-batu, gempa, dan api. Signifikan suara Tuhan tidak berada dalam manifestasi-manifestasi kebesaran-Nya itu. Ini kata-kata dalam nas ini: “Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa ” (1 Raja-Raja 19:12).

Allah tidak berteriak. Meski demikian, beberapa orang membayangkan Allah sebagai pribadi besar dengan teriakkan keras. Realitanya, Ia sangat berbeda. Setelah semua demonstrasi kuasa- Nya, Allah mengungkapkan diri-Nya melalui angin sepoi-sepoi basa – angin sepoi itu memiliki dampak besar pada Elia.

“Segera sesudah Elia mendengarnya, ia menyelubungi mukanya dengan jubahnya, lalu pergi ke luar dan berdiri di pintu gua itu. ” (1 Raja-Raja 19:13).

Apa yang ditandai dengan menyelubungi mukanya dengan jubahnya? Menyembah. Menunduk. Mengindikasikan merendahkan diri dan membuka rohnya pada Allah. Ketika Elia siap mendengar, Allah merespons: “Maka datanglah suara kepadanya yang berbunyi: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” (1 Raja-Raja 19:13).

Pikirkan betapa hati-hatinya persiapan yang Allah buat untuk Elia mendengar suara-Nya. Kenapa? Karena Ia prihatin agar kita mendengar apa yang Ia ingin katakan pada kita. Tolong ingat Tuhan mungkin tidak dalam angin, gempa, atau api. Namun, jika kita memiliki telinga untuk mendengar, ada “bisikan lembut.” Ketika kita mendengar “bisikan lembut, ” itu “suara kecil yang tenang, ” Kita ingin menyelubungi muka kita. Kita ingin menyembah. Hati kita ingin menunduk ke bawah.

Penting melihat apa yang terjadi dengan Elia ketika ia mendengar bisikan lembut Allah. Ketika ia pergi ke Horeb, ia orang yang kalah. Ia hampir putus asa, dan menyerah. Namun setelah ia mendengar suara Allah, ia nabi yang dipulihkan yang sudah menerima kekuatan dan fokus baru dan pengarahan untuk pelayanannya.

Sampai saat itu, Elia tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya. Namun mendengarkan suara Allah memberinya instruksi-instruksi baru untuk pelayanannya. Hasil-hasil yang sama bisa terjadi untuk kita. Kekuatan dan pengarahan baru bisa datang pada kita dari mendengarkan suara Allah.

Orang ketiga yang mendengar suara Allah adalah Yeremia, yang Tuhan perintahkan pergi ke suatu tempat khusus: “Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia, bunyinya: “Pergilah dengan segera ke rumah tukang periuk! Di sana Aku akan mendengarkan perkataan-perkataan-Ku kepadamu” (Yeremia 18:1).

Allah berkata kepada Yeremia, “Jika kamu ingin mendengar suara- Ku, kamu harus berada di tempat tertentu. Aku akan berbicara denganmu. Namun kamu harus berada di tempat yang benar pada waktu yang benar.” Kita melihat dari nas ini Yeremia mentaati pengarahan Allah: “Lalu pergilah aku ke rumah tukang periuk, dan kebetulan ia sedang bekerja dengan pelarikan.

Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya.

Kemudian datanglah firman TUHAN kepadaku, bunyinya: Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel” (Yeremia 18:3-6).

Apakah kita melihat kenapa ada waktu dan tempat? Rumah tukang periuk dimana Allah ingin Yeremia pergi agar ia bisa melihat apa yang tukang periuk lakukan dengan bejana di roda. Tukang periuk bekerja pada bejana tanah liat – simbol bagaimana Allah akan menangani Israel – dan bagaimana Allah menangani Israel, karena pesan Yeremia 18 berlanjut terus untuk diaplikasikan hingga hari ini. Tolong diingat bahwa Israel masih bejana itu dalam tangan Allah.

Tuhan membentuk keturunan Abraham pada roda-roda keadaan dan sejarah masa kini.

Allah membuat janji dengan Yeremia dan berkata, “Jika kamu pergi ke rumah tukang periuk, Aku akan berbicara kepadamu.” Sudah jelas, Yeremia tidak bisa menerima pesan Allah sampai ia berada di tempat yang benar. Ia harus mentaati. Ia harus berada di lokasi yang ditentukan.

Satu poin lain untuk diperhatikan dari nas ini adalah sebelum Yeremia bisa menerima pesan untuk disampaikan pada orang-orang lain, ia sendiri harus mendengar dari Allah. Sering membingungkan kita melihat, sementara sekolah-sekolah tinggi teologia dan seminari-seminari mengeluarkan begitu banyak waktu melatih orang-orang bagaimana berkotbah, jarang lembaga-lembaga ini melatih orang-orang bagaimana “mendengar.” Kebenaran dari masalah ini: jika kita belum pernah mendengar dari Allah, kita benar-benar “tidak memiliki apa-apa” untuk dikatakan. Seseorang yang sudah mendengar dari Allah layak untuk didengarkan – bahkan jika mereka tidak memiliki semua poin-poin homiletika bagus. Hari ini, orang-orang ingin mendengar pada seseorang yang sudah mendengar dari Allah. Tolong berharap dan mendengar janji pertemuan yang Tuhan ingin buat dengan kita.

Sebagian besar orang Kristen mengakui ada penghalang-penghalang yang bisa menahan kita mendengarkan suara Allah. Kita akan fokus menyingkirkan beberapa dari penghalang-penghalang ini. Satu dari penghalang-penghalang terbesar antara Allah dan manusia adalah “kesombongan.” Dosa pertama dalam sejarah alam semesta bukan kemabukan, amoralitas, atau bahkan pembunuhan. “Kesombongan.” Lebih lagi, dosa itu tidak terjadi di bumi; terjadi di surga ketika Lucifer (Iblis) memberontak melawan Allah, ingin meninggikan dirinya diatas Tuhan. Semua dosa lain mengikuti tindakkan awal kesombongan ini.

Jika kita bisa menangani kesombongan dengan efektif, kemungkinan tidak akan ada dosa lain yang kita harus tangani. Namun jika kita tidak menangani kesombongan, akan menahan kita dari menangani banyak dosa-dosa lain.

Ada cara-cara sangat mudah untuk menyingkirkan penghalang ini. Prinsip-prinsip paling penting dalam kehidupan spiritual hampir selalu sederhana. Namun kadang-kadang bisa tampak sangat sulit. Kadang-kadang, membutuhkan banyak pertolongan Allah untuk membawa kita ketempat yang sederhana.

Langkah pertama yang bisa kita ambil untuk merendahkan diri kita dihadapan Allah adalah mengakui dosa-dosa kita. 1 Yohanes 1:9 berkata, “Jika kita mengaku dosa kita, maka ia (Allah) adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.”

Allah “tidak ingin” menahan dosa-dosa kita melawan kita. Melalui Kristus, Ia sudah membuat ketetapan total agar kita diampuni secara lengkap dan disucikan. Namun Tuhan memberi syarat: “Jika kita mengakui dosa-dosa kita….” (1 Yohanes 1:9).

Jika kita “tidak” mengakui dosa-dosa kita, pelanggaran-pelanggaran itu terus diperhitungkan melawan kita. Satu-satunya jalan kita bisa lolos dari konsekuensi dan perasaan bersalah dosa-dosa kita adalah dengan mengakuinya. Kita hanya perlu mengakui, “Ya, Allah, saya melakukan ini.”

Dalam hal pengakuan ini, kita jangan mulai dengan proses memerikasa diri. Lebih kita memeriksa kehidupan kita, lebih kurang senang kita dengan diri kita. Sebaliknya, untuk tujuan ini, Allah memberi kita seorang Pemeriksa. Apakah kita tahu siapa Dia? Roh Kudus.

Dalam Yohanes 16:8, Yesus berkata, “Dan kalau Ia (Roh Kudus) datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman.” Ayat ini berbicara tiga realita kekal yang menjadi dasar semua agama sejati: dosa, kebenaran, dan penghakiman.

1 Yohanes lebih jauh berkata, “Semua kejahatan adalah dosa, tetapi ada dosa yang tidak mendatangkan maut” (1 Yohanes 5:17). Jika kita tahu apa yang betul, maka kita juga tahu apa yang jahat. Apa pun yang tidak lurus adalah jahat. Mungkin ada perbedaan tingkat kejahatan, namun ketika sesuatu jahat, kita tidak bisa lolos dari fakta itu. Sama dengan kebenaran dan dosa. Apa pun yang tidak benar dosa. Hanya ada dua katagori, tanpa banyak bayangan perbedaan. Benar atau dosa – dan Roh Kudus adalah Satu yang meyakinkan kita akan dosa.

Satan (Iblis) berusaha membuat kita merasa bersalah. Ia selalu membuat kita berpikir, “Sudahkah saya melakukan cukup untuk diampuni? Sudahkah saya melakukan lebih?

Apakah itu semua yang disyaratkan?” Namun Roh Kudus tidak melakukan itu. Ia berkata, “Ini apa yang kita lakukan salah; ini apa yang kita harus dibereskan darinya.” Ia sangat spesifik; Ia tidak meninggalkan hal-hal yang kabur. Roh Kudus tidak meninggalkan tempat untuk Satan masuk dengan tuduhan-tuduhan yang tidak adil. Tolong biarkan kebenaran 1 Yohanes 1:9 meresapi roh kita: “Jika kita mengaku dosa kita, maka ia (Allah) adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita.”

“Allah ingin mengampuni dosa-dosa kita.” Ia “tidak” ingin menahan dosa-dosa kita melawan kita. Ia “tidak” ingin kita pergi kemana- mana merasa bersalah. Dengan rancangan-Nya, ada satu langkah untuk diambil: Kita harus mengakui. Kita harus mengatakan, “Ya, saya melakukannya. Saya melakukannya.”

Jika kita membuka pikiran kita pada Roh Kudus dan memberi Allah waktu untuk mengungkapkan perbuatan salah kita, percayalah, Ia “akan” mengungkapkan pada kita. Ia akan membawa keluar peristiwa-peristiwa yang kita mungkin sudah lupa dan perilaku- perilaku kita bahkan yang tidak pernah kita pikirkan sebagai dosa – namun Ia akan menunjukkannya kepada kita dari perspektif-Nya.

Jika kita mengakui dosa-dosa kita dan menerima pengampunan Allah, kita tidak akan pernah harus diperhitungkan untuk dosa-dosa itu lagi – “selamanya.” Meski demikian, jika kita tidak mengakuinya, suatu hari, kita harus memberi pertanggung jawaban pada Allah.

Memalukan secara pribadi mengatakan pada Allah apa yang sudah kita lakukan. Namun jauh lebih memalukan lagi, jika suatu hari, seluruh alam semesta mendengar apa yang kita sudah lakukan.

Penyembuhan kedua untuk menyingkirkan penghalang kesombongan. Juga sama sederhananya. Kita menemukan penyembuhan ini dalam Yakobus 5:16: “Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh.”

Sangat jelas dari konteks ini bahwa dosa yang belum diakui adalah penghalang untuk kesembuhan. Kemungkinan satu penghalang paling umum untuk kesembuhan.

Orang-orang yang baru saja menerima keselamatan juga mudah menerima kesembuhan. Mereka datang maju sebagai orang-orang berdosa yang bertobat, mempercayai mereka tidak layak – namun, mereka diampuni “dan” mereka disembuhkan. Apakah kita tahu kenapa ini begitu sering terjadi? Karena orang-orang yang bertobat ini tidak memiliki penghalang lagi. Pada momen itu, setiap dosa yang mereka pernah buat sudah diampuni, dan mereka sepenuhnya terbuka untuk apa pun yang mereka bisa terima dari Tuhan.

Sayangnya, sementara menjalankan kehidupan Kristen, kecuali kita sangat waspada dan hati-hati, kita bisa-bisa mengakumulasi dosa- dosa yang belum diakui. Lalu, ketika kita pergi pada Allah untuk kesembuhan, penghalang dosa yang belum diampuni menahan kita dari menerima kesembuhan yang kita inginkan. Ini sebabnya Yakobus berkata, “Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu.”

Merendahkan diri tindakkan mengakui dosa-dosa kita kepada Allah. Bahkan lebih merendahkan diri lagi jika kita mengakui dosa-dosa kita satu sama lain. Ketika kita melaksanakan dalam konteks hubungan saling percaya, ini bentuk merendahkan diri yang sangat sehat.

Kita sudah melihat pentingnya saling mengakui dosa-dosa kita dalam konteks hubungan saling percaya. Mari kita lihat dua hasil tambahan pengakuan dosa bersama.

Sepanjang pelayanan dalam tubuh Kristus, kita mendengar banyak nubuat-nubuat tentang kebangunan rohani yang akan datang.

Namun satu fakta yang tak dapat dibantah: “kita tidak memiliki kebangunan rohani sampai kita mengalaminya.” Lebih jauh, kita tidak akan mengalami kebangunan rohani sampai kita memenuhi syarat-syaratnya.

Kita bisa mendapatkan nubuat-nubuat yang memprediksi kebangunan rohani, namun penghalang riil kebangunan rohani adalah dosa yang belum diakui. Sampai penghalang itu ditangani, berapun banyaknya kotbah, lagu pujian, atau publisitas tidak bisa menciptakan terjadinya kebangunan rohani. Kecuali kita mengatasi isu ini, kemajuan kita menuju kebangunan rohani akan tetap mengecewakan.

Hasil faedah lain dari mengakui dosa-dosa kita ditemukan dalam Yesaya 59:1-2: “Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.”

Suatu dorongan mengetahui Allah memiliki pendengaran baik sekali dan tangan-Nya yang kuat. Juga dorongan mengetahui Tuhan tidak menunjukkan sikap memihak. Setiap dari kita memiliki hak akses yang sama kepada Allah melalui penyucian darah Yesus. Namun kita sering mengabaikan kebenaran penting ini: darah tidak menyucikan mereka yang tidak mengakui.

Pentingnya memenuhi syarat-syarat Allah untuk pengampunan bisa dilihat dengan jelas dalam nas berikut: “Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran.

Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya, menyucikan kita dari pada segala dosa” (1 Yohanes 1:6-7).

Dalam ayat 7, ada tiga kata kerja yang berlangsung terus pada masa kini (continuing present tense). Jika kita “terus menerus” hidup dalam terang, kita “terus menerus” memiliki persekutuan satu sama lain, dan darah “terus menerus” menyucikan kita. Catat bahwa hasil- hasil ini bersyarat. Kata pertama adalah jika: “Jika kita hidup dalam terang…”

Pentingnya memenuhi syarat itu: “jika kita diluar persekutuan, kita di luar terang.” Jika kita diluar persekutuan, darah tidak menyucikan kita. Darah tidak menyucikan dalam gelap; hanya menyucikan dalam terang. Maka, jika kita dalam gelap namun ingin disucikan, kita harus datang pada terang. “Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya, menyucikan kita dari pada segala dosa”

Pelajarannya jelas; sementara kita menyingkirkan penghalang- penghalang dosa dan kesombongan dari kehidupan kita, kita membuka jalan untuk mendengar dari Tuhan. Ini terjadi ketika kita mencari Tuhan secara individual dan ketika kita mencari-Nya secara bersama-sama (berjemaah).

Sangat penting diingat, alasan utama kita untuk datang pada Tuhan bukan untuk menerima semua berkat-berkat dan faedah-faedah- Nya. Motivasi utama kita karena siapa Dia. Pertama dan terpenting, mendengarkan dari Allah adalah untuk memiliki hubungan. Berkat atau faedah apa saja yang mengikuti adalah hasil dari hubungan dan koneksi kita pada Kepala, Tuhan kita Yesus Kristus.

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply