Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

BAGAIMANA MENERIMA ROH KUDUS




eBahana.com – Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam hidup seseorang yang ingin menerima karunia Roh Kudus?

Sementara kita membahas pengajaran Kitab Suci mengenai subject ini, kita menemukan ada satu prinsip dasar dalam setiap ketetapan yang dibuat untuk manusia melalui kasih karunia Allah. “Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia” (Roma 11:6).

Dalam nas ini, seperti dalam surat-surat lainnya, Paulus mengkontras ekspresi “kasih karunia” dan “perbuatan.” Melalui kasih karunia yang Paulus maksudkan, persediaan dan berkat cuma- cuma Allah yang diberikan kepada manusia yang tidak pantas dan tidak layak atau tidak berhak mendapatkannya. Dengan perbuatan yang Paulus maksudkan, apa yang seseorang lakukan dengan kemampuannya sendiri untuk mendapatkan berkat dan persediaan Allah.

Paulus menyatakan dua cara menerima dari Allah ini, saling tidak mempengaruhi dan saling tidak berinteraksi; tidak pernah bisa dikombinasikan. Apapun yang seseorang terima dari Allah melalui kasih karunia bukan karena perbuatan; apapun yang seseorang terima dari Allah melalui perbuatan bukan kasih karunia.
Dimanapun kasih karunia bekerja, perbuatan tidak berhasil; dimanapun perbuatan bekerja, kasih karunia tidak berhasil.

Ini mengarah kepada kontras lebih jauh antara kasih karunia dan hukum: “sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus” (Yohanes 1:17).

Dibawah Hukum Musa orang-orang mencoba mendapatkan berkat Allah melalui usaha mereka sendiri. Melalui Yesus Kristus persediaan dan berkat cuma-cuma dari Allah dalam dispensasi masa kini ditawarkan kepada semua orang berdasarkan apa yang Kristus telah lakukan mewakili manusia. Ini “kasih karunia.”

Semua yang kita terima dengan cara ini dari Allah melalui Yesus Kristus adalah kasih karunia; cara dimana kita menerima kasih karunia bukan berdasarkan perbuatan melainkan iman. “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu; jangan ada orang yang memegahkan diri” (Efesus 2:8-9).

Prinsip dasar yang diletakkan oleh Paulus dalam nas ini bisa disimpulkan dalam tiga frasa: oleh kasih karunia-melalui iman-bukan hasil perbuatan. Paulus secara spesifik mengaplikasikan prinsip ini untuk menerima karunia Roh Kudus. “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat…..sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu” (Galatia 3:13-14).

Paulus mengungkapkan dua fakta penting yang saling berkaitan: pertama, karunia Roh Kudus disediakan untuk manusia melalui kerja penebusan Kristus di kayu salib; bagian dari persediaan total untuk manusia oleh kasih karunia Allah melalui Yesus Kristus.

Kedua, karunia ini, seperti persediaan lain dari kasih karunia Allah, diterima melalui iman, bukan melalui perbuatan.

Pertanyaan bagaimana karunia Roh Kudus ini diterima tampaknya sudah dibicarakan diantara gereja-gereja Kristen di Galatia, dan Paulus membuat beberapa referensi mengenai itu.

“Hanya ini yang hendak kuketahui dari pada kamu: Adakah kamu telah menerima Roh karena melakukan hukum Taurat atau karena percaya kepada pemberitaan Injil?” (Galatia 3:2).

“Jadi bagaimana sekarang, apakah Ia yang menganugerahkan Roh kepada kamu….berbuat demikian karena kamu melakukan hukum Taurat atau karena kamu percaya kepada pemberitaan Injil?” (Galatia 3:5).

“…sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu” (Galatia 3:14).

Tiga kali, karenanya, dalam beberapa ayat ini Paulus menekankan bahwa penerimaan Roh adalah oleh iman.

Surat Paulus kepada orang-orang Galatia memberi implikasi bahwa orang-orang Kristen disana pada mulanya menerima dengan iman pesan injil dan karunia Roh Kudus dari Paulus, dan mereka masuk kedalam kepenuhan pemeliharaan Allah. Namun, kemudian, melalui guru-guru lain, mereka terlibat dalam sistim legalistik yang diletakkan di atas fondasi injil dan kehilangan visi pertama mereka menerima karunia Allah melalui iman oleh kasih karunia.

Tujuan utama surat Paulus adalah untuk memperingatkan mereka bahaya ini dan mengajak mereka kembali kepada iman awal mereka.

Banyak kelompok orang Kristen di berbagai tempat hari ini terancam kesalahan yang sama seperti orang-orang Galatia yang diperingatkan Paulus. Di banyak tempat hari ini ada kecenderungan menerapkan sistim atau teknik pada mereka yang mencari karunia Roh Kudus.

Bentuk tepatnya teknik berbeda antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Di beberapa tempat penekanannya pada sikap tubuh atau perilaku (attitude). Di tempat lain penekanannya lebih pada kata-kata atau pengulangan frasa-frasa tertentu.

Instruksi seperti ini bagi mereka yang mencari karunia Roh Kudus belum tentu tidak alkitabiah, namun bahayanya sikap tubuh atau kata-kata, sebagai penolong untuk memperoleh iman, bisa berubah menjadi pengganti iman. Dalam kasus ini tekniknya menjadi lebih penting dari hasilnya. Alih-alih menolong mereka menerima karunia Roh Kudus, malah menghalangi mereka menerimanya.

Akibat teknik ini kita sering menemui orang-orang yang mencari karunia Roh Kudus kronis berkata, “saya sudah mencoba semuanya! Saya sudah mencoba memuji…Saya sudah berkata, ‘Haleluya’…Saya sudah mengangkat tangan ke atas…Saya sudah berteriak…Saya sudah melakukan segalanya, tetap tidak berhasil.” Tanpa menyadarinya, mereka membuat kesalahan yang sama seperti orang-orang Galatia: mereka mengganti iman-teknik sederhana mendengar Firman Allah-dengan perbuatan.

Bagaimana memperbaikinya? Seperti yang Paulus usul kepada orang-orang Galatia: agar mereka kembali kepada iman. Iman yang datang dari pendengaran akan Firman Allah. Orang-orang yang mencari karunia Roh Kudus kronis seperti ini tidak perlu lebih memuji, lebih berteriak, atau lebih mengangkat tangan ke atas.

Mereka butuh instruksi baru dari Firman Allah untuk menerima pemberian cuma-cuma kasih karunia Allah.

Sesuai prinsip umum, dimanapun orang mencari karunia Roh Kudus, waktu yang dibutuhkan untuk memberi instruksi atau bimbingan Firman Allah harus selalu lebih dulu sebelum doa. Jika kita menjatahkan tiga puluh menit untuk menolong orang-orang percaya memperoleh karunia Roh Kudus, kita perlu meluangkan lima belas menit pertama untuk memberi instruksi alkitabiah. Lima belas menit berikutnya untuk doa. Ini akan menghasilkan jauh lebih banyak dibanding tiga puluh menit penuh dipakai untuk doa tanpa bimbingan sebelumnya.

Kita melihat syarat dasar untuk menerima karunia Roh Kudus didefinisikan oleh Paulus sebagai “iman yang timbul dari pendengaran Firman Allah.”

Kita harus hati-hati, menjaga interpretasi salah, apa yang dimaksud dengan iman. Seperti iman sebagai pengganti atau substitusi ketaatan. Sebaliknya, iman sejati selalu dimanifestasikan dalam ketaatan. Jadi ketaatan menjadi tes dan bukti iman. Ini diaplikasikan dalam penerimaan Roh Kudus seperti dalam kasih karunia lain Allah.

Dalam pembelaannya dihadapan dewan Yahudi, Petrus fokus pada ketaatan sebagai ekspresi iman. “Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang mentaati Dia” ( Kisah Para Rasul 5:32).

Dalam berbicara mengenai karunia Roh Kudus, Paulus menekankan pada iman, sementara Petrus menekankan pada ketaatan. Namun demikian, tidak ada konflik diantara keduanya. Iman sejati selalu berhubungan dengan ketaatan.

Iman penuh menghasilkan ketaatan penuh. Petrus berkata disini bahwa ketika ketaatan kita penuh, karunia Roh Kudus menjadi milik kita.

Dalam mencari karunia Roh Kudus, bagaimana ketaatan penuh harus diekspresikan? Kita menemukan enam tahap dalam Kitab Suci yang menandai jalan ketaatan yang mengarah kepada karunia Roh Kudus.

Pertama adalah pertobatan dan baptisan.

Dua tahap pertama ini dinyatakan oleh Petrus. “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus” (Kisah Para Rasul 2:38).

Dua tahap dinyatakan oleh Petrus disini “bertobat dan dibaptis.” Pertobatan adalah perubahan didalam hati dan sikap terhadap Allah yang membuka jalan bagi orang berdosa diperdamaikan dengan Allah. Setelah itu, baptisan adalah tindakkan diluar dimana orang percaya menyaksikan perubahan didalam yang dibuat oleh kasih karunia Allah dalam hatinya.

Ketiga haus. Tahap ketiga kepada kepenuhan Roh Kudus dinyatakan oleh Yesus. “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup” (Yohanes 7:37-38).

Dalam ayat berikutnya Yohanes menjelaskan bahwa janji Yesus ini mengacu pada karunia Roh Kudus. Ini sepakat dengan apa yang Yesus katakan juga: “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan” (Matius 5:6).

Satu syarat esensial untuk menerima kepenuhan Roh Kudus adalah lapar dan haus. Allah tidak memboroskan atau menghabiskan dengan sia-sia berkat-berkat-Nya pada mereka yang merasa tidak membutuhkannya. Banyak orang Kristen yang hidup baik dan terhormat tidak pernah menerima kepenuhan Roh Kudus karena mereka merasa tidak membutuhkannya. Mereka puas tanpa berkat ini, dan Allah membiarkan mereka seperti itu.

Dari sudut pandang manusia, kadang-kadang terjadi mereka yang tampak paling tidak layak, menerima karunia Roh Kudus, dan mereka yang tampaknya paling layak, tidak menerima. Ini dijelaskan oleh Kitab Suci. “Ia (Allah) melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa” (Lukas 1:53).

Allah merespons kepada kerinduan hati yang tulus, namun Ia tidak terkesan dengan sikap agamawi kita.

Keempat minta. Yesus juga mempresentasikan tahap keempat untuk menerima Roh Kudus. “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Lukas 11:13).

Disini Yesus menempatkan ke atas anak-anak Allah kewajiban untuk minta karunia Roh Kudus kepada Bapa surgawi mereka. Kita kadang- kadang mendengar orang-orang Kristen membuat komentar seperti “Jika Allah menghendaki saya mendapatkan Roh Kudus, Ia akan memberikannya kepada saya. Saya tidak perlu minta kepada-Nya.” Sikap ini tidak alkitabiah. Yesus dengan jelas mengajar bahwa anak- anak Allah harus minta karunia Roh Kudus kepada Bapa surgawi mereka.

Kelima minum. Setelah minta, tahap selanjutnya adalah menerima. Yesus menyebut ini minum, karena Ia berkata, “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum!” (Yohanes 7:37).

“Minum merepresentasikan proses aktif menerima. Kepenuhan Roh Kudus tidak bisa diterima dengan sikap negatif atau pasif. Tidak seorangpun bisa minum kecuali ada kemauan aktifnya sendiri, dan tidak seorangpun bisa minum dengan mulut tertutup. Secara alamiah, demikian pula secara spiritual. Tuhan berkata, “bukalah mulutmu lebar-lebar, maka Aku akan membuatnya penuh” (Mazmur 81:11).

Allah tidak bisa memenuhi mulut tertutup. Sederhana tampaknya, namun ada orang-orang yang gagal menerima kepenuhan Roh semata-mata karena mereka gagal membuka mulut mereka.

Setelah minum, keenam dan tahap terakhir menerima Roh Kudus adalah berserah. Paulus berbicara kepada orang-orang Kristen mengenai dua ganda berserah kepada Allah. “Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata- senjata kebenaran” (Roma 6:13).

Dua tahap ditetapkan disini bagi kita orang Kristen. Pertama berserah “dari diri kita sendiri” – menyerahkan kehendak dan kepribadian kita. Namun, ini bukan semua. Ada tingkatan lebih jauh menyerahkan anggota tubuh fisikal kita.

Untuk menyerahkan anggota tubuh fisikal kita memerlukan keyakinan lebih besar pada Allah. Dalam menyerahkan diri kita-kehendak kita-kita menyerahkan ketaatan kita kepada pewahyuan kehendak Allah, dengan tetap menggunakan pengertian pikiran kita. Kita bersedia melakukan apa yang Allah minta dari kita, jika kita mengerti apa yang diminta.

Namun, dalam menyerahkan anggota fisikal kita, lebih dari ini. Kita tidak lagi mencoba mengerti secara intelektual apa yang Allah minta dari kita. Kita hanya berserah tanpa syarat, kendali atas anggota fisikal kita dan mengijinkan Allah menggunakannya sesuai kehendak dan tujuan-Nya, tanpa kita harus mengerti apa yang Allah lakukan atau kenapa Ia melakukannya.

Hanya ketika kita menyerahkan diri seperti ini, kita berserah total tanpa syarat. Dan pada titik ini Roh Kudus datang dalam kepenuhan- Nya dan mengambil alih kendali anggota-anggota tubuh kita.

Anggota khusus yang Ia ambil kontrol sepenuhnya adalah anggota yang sukar dikendalikan-lidah. Jadi menyerahkan lidah kita kepada Roh menandai klimaks penyerahan, ketaatan penuh. Melalui ini kita menerima karunia Roh Kudus.

Kita sudah meringkas enam tahap untuk menerima kepenuhan Roh Kudus: pertama pertobatan. Kedua dibaptis. Ketiga haus.

Keempat minta. Kelima minum-secara aktif menerima. Keenam berserah-menyerahkan kendali atas anggota-anggota fisikal kita dengan menggunakan pengertian intelektual kita.

Pertanyaan akan datang secara alamiah: apakah betul setiap orang yang menerima karunia Roh Kudus sudah secara lengkap melakukan semua enam tahap ini?

Jawaban atas pertanyaan ini “tidak.” Kasih karunia Allah berdaulat. Dimanapun Allah melihat cocok, Ia bebas menjangkau oleh kasih karunia-Nya jiwa-jiwa yang membutuhkan, melewati batas syarat- syarat yang ditetapkan dalam Firman Allah. Kasih karunia Allah tidak dibatasi dengan syarat-syarat yang Ia tetapkan. Namun, dilain pihak, dimanapun syarat-syarat itu sepenuhnya dipatuhi, kesetiaan Allah tidak akan pernah menahan berkat-berkat yang Ia sudah janjikan.

Dari tahap-tahap yang baru saja diringkas, karunia Roh Kudus kadang-kadang diberikan juga kepada orang-orang yang belum dibaptis dan yang belum pernah secara spesifik minta karunia ini kepada Allah.

Namun tampaknya Allah tidak pernah memberi karunia Roh Kudus dimana empat syarat lainnya belum dipenuhi. Yakni, Allah tidak pernah memberi Roh Kudus jika tidak ada pertobatan, haus spiritual, keinginan menerima dan berserah.

Dalam menyimpulkan pembelajaran mengenai baptisan dalam Roh Kudus, perlu menekankan sekali lagi hubungan erat antara kepenuhan Roh Kudus dan ketaatan. Seperti Petrus berkata, karunia Roh Kudus adalah untuk mereka yang mentaati Allah.

Bahkan dimana Allah oleh kasih karunia-Nya memberi karunia ini kepada mereka yang belum sepenuhnya memenuhi syarat Firman- Nya, tidak ada ruang bagi kecerobohan atau ketidaktaatan.

Seperti Petrus berkotbah di rumah tangga Kornelius, Roh Kudus turun ke atas semua yang mendengar pesannya (Kisah Para Rasul 10). Namun demikian, jelas bahwa demonstrasi kasih karunia Allah ini tidak masuk akal di interpretasi sebagai pengganti atau substitusi ketaatan kepada Firman Allah, karena kita membaca: “Petrus menyuruh mereka dibaptis dalam nama Yesus Kristus” (Kisah Para Rasul 10:48).

Bahkan bagi mereka yang menerima karunia Roh Kudus, ketetapan atau ordonansi baptisan dalam air tetap perintah Firman Allah yang tidak boleh dikesampingkan atau diabaikan.

Diatas semua, dalam alam karunia-karunia spiritual kita perlu terus menerus menjaga diri terhadap kesombongan spiritual. Lebih kaya kita menerima karunia-karunia kasih karunia Allah, lebih besar kewajiban kita menjadi taat dan setia dalam melakukan dan mengurus karunia-karunia itu.

Prinsip tanggung jawab dalam kasih karunia ini disimpulkan oleh pengajaran Yesus mengenai pekerjaan mengurus. “Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut” (Lukas 12:48).

Lebih melimpah kita menerima karunia-karunia Allah dan kasih karunia melalui Yesus Kristus, lebih besar kewajiban kita pada kerendahan hati, pengabdian, dan ketaatan.

 

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply