Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Mengenali Kapan Saatnya Menyerah




 

Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari masalah. Banyak tantangan yang harus dihadapi setiap hari. Selalu saja ada pilihan untuk menyerah atau terus berjuang ketika menghadapi suatu persoalan. Pada kondisi tersebut, tak sedikit orang yang bingung harus bagaimana: menyerah atau terus berjuang? Jika menyerah, target atau tujuan tidak tercapai. Jika terus berjuang, banyak yang harus dikorbankan, diri sendiri yang akan babak belur, dan hasilnya kelak bisa jadi tidak sepadan dengan usahanya.

Mengapa Menyerah?

Ketika menjalani suatu hubungan yang toxic, dilema untuk menyerah atau terus berjuang tampak sangat nyata. Sebagian pasangan sangat ingin mempertahankan hubungan tersebut karena berbagai faktor; mulai karena alasan masih cinta, terpaksa karena hamil di luar nikah, merasa takut akan kesepian atau malu jika ditinggalkan, dan sebagainya. Padahal di sisi lain, hubungan tersebut tidak lagi sehat dan menuntut banyak pengorbanan.

Di dunia kerja, keinginan untuk menyerah bisa muncul pada saat dihantam oleh banyak masalah, baik karena faktor relasi antarpersonal yang tidak hangat, beban kerja yang tidak masuk akal, tekanan yang terjadi terus-menerus, bullying, atau pelecehan seksual. Ada pula yang menyerah karena bosan dan jenuh dengan pekerjaan dan suasananya. Bentuk tindakan menyerah umumnya adalah mengajukan resign, tetapi ada pula yang hanya bersikap cuek dan bekerja ala kadarnya sehingga berimbas pada kinerja yang menurun.

Menyerah dianggap sebagai pilihan terbaik pada saat itu karena dapat menyelesaikan masalah atau situasi tidak ideal yang sedang dihadapi. Menyerah, pada beberapa kasus, juga setidaknya berpotensi menarik perhatian karena tampak sebagai keputusan yang tidak populer. Namun, apakah tindakan menyerah sebenarnya perlu dipertimbangkan layaknya sebuah kesempatan terbaik?

Kapan Harus Menyerah?

Pada edisi sebelumnya, ada ilustrasi tentang seorang pelari maraton yang terus berlari di jalurnya meskipun telah mencapai kelelahan yang luar biasa. Dia berjuang mencapai garis finish untuk kemudian mendapatkan medali kemenangan. Dia mengesampingkan rasa sakit dan keinginan untuk menyerah karena membayangkan kebahagiaan saat mencapai target.

Bayangkan jika pelari tersebut suatu kali terluka cukup parah. Dia harus diusung sebentar ke luar lapangan untuk mendapatkan perawatan intensif. Namun, karena masih sadar dan bisa berdiri, dia memaksakan diri untuk melanjutkan pertandingan. Para tenaga medis yang mengetahui kondisinya berusaha untuk menghentikan, tetapi dia bersikeras. Menurut Anda, apakah pelari maraton ini mengambil sikap yang benar?

Menyerah sering dimaknai sebagai suatu titik henti yang tidak bisa diganggu-gugat. Ketika mengambil keputusan untuk menyerah, rasanya tidak ada lagi harapan. Faktanya, hidup ini penuh dengan kemungkinan yang sering kali tak terpikirkan sebelumnya. Mundur dan berbalik ketika menemui jalan buntu tidak berarti harus kembali ke titik awal, tetapi masih bisa dilanjutkan dengan memilih jalur terbuka yang lain.

Visi dan Komitmen

Ada dua hal yang sering dilupakan ketika sedang berada di tengah perjuangan untuk mencapai sesuatu yaitu visi dan komitmen. Paulus mengatakan, “Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah ada di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus,” (Flp. 3:13-14). Metafora atletik dalam ayat ini berkaitan dengan visi atau tujuan hidup umat percaya yang harus terus diperjuangkan. Meskipun jatuh bangun, tidak ada kata menyerah untuk menjadi serupa dengan pribadi Yesus setiap hari. Begitu pula dalam tiap perjuangan, harus ada visi kuat yang menyertainya.

Hal kedua adalah komitmen, yaitu janji pada diri sendiri. Membuat komitmen harus didasari oleh hikmat dan pengetahuan. Kemudian, jalani komitmen dalam rentang yang telah disepakati. Apabila ada kendala atau kesulitan di tengah perjalanan, berhentilah sejenak. Gunakan waktu tersebut untuk beristirahat dan berpikir dengan jernih. Setelah itu, mulailah kembali “berlari” menuju target yang telah ditentukan.



Leave a Reply