Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Kemerdekaan Penyandang Stigmata




Adegan di mana Padre Pio takjub sekaligus heran menerima stigmata. ist

BIOPIC PADRE PIO: MIRACLE MAN

Berdoalah sambil tersenyum. Jangan dengan hati sedih tapi dengan hati sukacita”

Kalimat itulah yang diucapkan Padre Pio saat mendengarkan kondisi rohani umat Tuhan. Ya, siapa tak mengenalnya, saat umur 5 tahun Padre Pio kecil yang dikenal dengan Francesco, menyatakan diri menjadi biarawan di depan orangtuanya.

St. Padre Pio sendiri, selain memiliki stigmata, juga mempunyai karunia lainnya seperti karunia melakukan mukjizat, penyembuhan, nubuat, bilocation (dapat hadir di dua tempat pada waktu yang bersamaan), levitation (dapat terangkat saat berdoa), dapat membaca isi hati seseorang, mendatangkan pertobatan, dan hidup tanpa tidur dan makan yang normal (dapat hidup selama minimal 20 hari hanya dengan Ekaristi, tanpa makanan lainnya), karunia bahasa lidah, dan dari luka stigmatanya terpancar bau harum. Selama 50 tahun luka stigmatanya mengeluarkan darah dan baru berhenti sesaat sebelum kematiannya. Pada saat kematian, luka stigmata Padre Pio hilang seluruhnya, tanpa meninggalkan bekas. Di mata Gereja Katolik, ia dibeatifikasi dan dikanonisasi sebagai Santo Pio dari Pietrelcina.

Tak semua umat kristiani memahami luka-luka stigmata. Stigmata adalah tanda luka-luka Yesus yang tersalib, yang muncul secara tiba-tiba pada tubuh seseorang. Termasuk dalam tanda sengsara ini adalah luka-luka paku di kaki dan tangan, luka tombak di lambung, luka di kepala akibat mahkota duri, dan luka bilur-bilur penderaan di sekujur tubuh, teristimewa di punggung. Sebagian orang yang tidak percaya, akan menghubungkan tanda luka-luka itu dengan suatu penyakit, bahkan suatu kondisi psikologis tanpa memikirkan gagasan adikodrati. Kondisi inilah yang tentu membuat penyandang stigmata seolah merasa diisolasi dan tidak merdeka.

Film seri Italia yang rilis remi tahun 2002 ini disusun sebagai kilas balik kehidupan Padre Pio, yang bercerita kepada sejawatnya, hanya beberapa jam sebelum kematiannya pada tahun 1968 di San Giovanni Rotondo. Dibintangi oleh aktor Italia, Sergio Castellitto, dan disutradarai oleh Carlo Carlei, film ini menceritakan kehidupan luar biasa dari santo agung Padre Pio. Akhir dari bagian satu dari seri ini digambarkan apik, cenderung menunjukkan seorang pria sederhana yang lebih bingung dengan kontroversi yang mengelilinginya daripada siapa yang menghargainya.

Dapat dikatakan, film ini adalah film katolik yang berbeda, dikemas dengan gambar yang kuat dan sinematografi yang indah. Adegan dimana Padre Pio menerima stigmata terpancar mengharukan. Tanpa disadari, itu menunjukkan realita pertempuran spiritual yang terjadi di sekitar kita. Lalu adegan dimana iblis menerobos dan menyerang Padre Pio pun tergambar menakutkan. Tentu bagian-bagian peperangan rohani lebih baik tidak ditunjukkan kepada anak-anak meski film ini layak ditonton untuk segala kategori usia.

Meskipun durasi film ini ditonton hampir empat jam, dan terbagi dalam dua bagian, hal itu tetap menarik perhatian orang untuk menikmati secara penuh. Bagi kita umat Tuhan di Indonesia, sangat disarankan untuk menontonnya dalam bahasa Italia dengan teks bahasa Inggris. Dan kendati film ini tidak berfokus pada banyak mukjizat dan karunia spiritual yang dimiliki Padre Pio, film ini mempertemukan aspek-aspek yang terjadi dalam kehidupan mistik lainnya, yaitu penderitaan, penganiayaan, dan serangan spiritual jahat yang mencoba mencegah orang-orang menanam benih kebaikan untuk Kerajaan Tuhan di bumi.

Simak ulasan selengkapnya dalam Majalah Bahana volume 361!



Leave a Reply