Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Pentingnya Manajemen Pencegahan Korupsi di Lingkungan Gereja




Jakarta, eBahana.com – Korupsi masih menggerogoti sendi-sendi kehidupan masyarakat. Meski berbagai upaya dilakukan pemerintah dan KPK, namun hal itu tidak serta merta membuat jera para pelaku korupsi. Sebab itu, menjadi penting bagi masyarakat sipil untuk berperan serta melakukan upaya-upaya pencegahan tindak pidana korupsi ini. Karena itulah Bidang Keadilan dan Perdamain PGI melaksanakan kegiatan Focus Group Disscusion (FGD) Manajemen Pencegahan Korupsi di Lingkungan Gereja secara virtual, pada Jumat (5/11) kemarin.

FGD yang diikuti para pendeta dan pimpinan sinode ini digelar dalam rangka mendapatkan masukan, guna perumusan strategi tindak lanjut pencegahan korupsi di lingkungan gereja. Sehingga diharapkan gereja-gereja bisa menjadi role model pencegahan korupsi sebagai sarana kesaksiannya ditengah bangsa Indonesia.

Menurut Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, perilaku koruptif kini tidak hanya terjadi di lingkungan negara. Tapi pada seluruh lapisan masyarakat, termasuk dalam gereja, budaya korupsi juga menggilas habis idealisme generasi muda yang disiapkan untuk memimpin bangsa ke depan. “Saya khawatir para koruptor menjadi teladan bagi anak-anak kita, karena koruptor seakan-akan menjadi selebritis,” tegas Gomar.

Sebab itu, lanjut Gomar, ada 5 kebiasaan baru yang perlu dikembangkan. Diantaranya, gereja harus terus-menerus mempersiapkan jemaat lewat pembinaan agar iman tetap tumbuh, sehingga berani menolak korupsi, memilih beribadah kepada Tuhan diatas segala-galanya, mengembangkan spiritualitas keugaharian, dan membenci pengajaran suap.

Sementara itu, Ajarani Mangkujati Djandam melihat, gereja perlu membangun budaya dan integritas melawan korupsi. Karena menurutnya, sistem yang lemah dan perilaku yang tidak memiliki integritas, serta budaya juga menjadi pemicu tindak korupsi. “Budaya upeti misalnya, dianggap bukan budaya korup, dan dianggap wajar dalam budaya sosial, tapi dalam hukum positif tidak demikian. Ini juga perlu diperhatikan,” tandasnya.

Lebih jauh dijelaskan, ketika gereja mengangkat seseorang pejabat negara duduk dalam kepengurusan gereja, maka gereja tidak dapat melepas tanggungjawab terhadap apa yang dilakukan oleh orang tersebut ketika melakukan praktik korupsi. “Secara moral gereja harus malu, dan ini bisa menjadi peringatan untuk pentingnya uji kelayakan dilakukan gereja. Selain itu, prinsip-prinsip good government juga harus dilakukan dalam gereja untuk mendukung pemerintah dalam melawan praktik korupsi,” kata jemaat GKI Kwitang, Jakarta ini.

Pemikiran menarik juga diungkapkan salah seorang peserta FGD,  Pdt. Leo TB dari GMIT. Menurutnya, tidak adanya SOP, juknis, evaluasi dan monitoring dalam pengelolaan anggaran menjadi penyebab adanya praktik korupsi dalam gereja. Padahal semua ini sangat dibutuhkan. Sebab itu, Leo melihat perlunya PGI mengeluarkan semacam panduan dalam rangka monitoring dan evaluasi pengelolaan anggaran di gereja. Penting pula mendorong gereja-gereja memanfaatkan teknologi melalui aplikasi keuangan agar transparansi dalam pengelolaan anggaran yang dapat dipercaya bisa dilakukan.

(Markus Saragih)



Leave a Reply