Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Nilai-Nilai Kekristenan dalam Tradisi Tionghoa




Medan, eBahana.com,- Sebagian besar masyarakat Tionghoa yang sudah tinggal dan menetap di Indonesia, berpendapat kalau semua agama itu baik. Namun, mereka juga sangat yakin dengan kekuatan sendiri dan tidak terlalu peduli dengan ritual agama tertentu, sehingga inilah penyebab mereka sangat menghargai apapun yang berhubungan dengan kekuatan supranatural. Agama Kristen Pada zaman penjajahan Belanda, membawa pengaruh bagi masyarakat Tionghoa, sehingga kebanyakan dari mereka memilih menganut agama Kristen. Namun, ketika mereka menjadi Kristen, timbul konflik internal antara keluarga yang sudah dan belum menjadi Kristen.

Salah satu staf Dosen pengajar  di STT Baptis Kalvari, Pdt.Dr. Pan Djun Tjhong, kepada eBahana.com via selulernya belum lama ini, mengatakan  kalau masyarakat Tionghoa yang memeluk agama Kristen  kebanyakan  berasal  dari agama lelehur yang setia melaksanakan  tradisi mereka. Ketika mereka kembali menjadi Kristen, timbul konflik internal, di mana mereka merasakan adanya larangan yang bersifat agamawi bagi mereka, untuk melaksanakan tradisi yang pada gilirannya menimbulkan konflik di antara keluarga yang bukan pemeluk agama Kristen.

“Perlu saya jelaskan, saat masyarakat Tionghoa menjadi Kristen, memang timbul konflik internal, di mana mereka merasakan ada larangan untuk mereka melaksanakan tradisi, akhirnya ada banyak hal yang terjadi. Bagi sebagian yang sudah mengerti dapat keluar dari konfliknya tapi bagi yang belum, perlu follow up lebih lanjut,’’ ungkapnya.

Disinggung soal Perayaan Imlek apakah bisa dilakukan bagi orang Tionghoa yang sudah menganut agama Kristen, kata Ps Pan Djun Tjhong, imlek diperbolehkan asalkan mengerti batasannya, yakni tidak melakukan yang bersifat ritual sembahyang dan masih selaras dengan Firman Tuhan yang tertulis di Alkitab. “Intinya segala sesuatunya boleh asal tidak mengandung penyembahan serta bermanfaat dan membamgun sesuai 1 Korintus 10:23 (Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun),” lanjutnya.

Fenomena ini, lanjut Pan Djun Tjhong, tentu saja menimbulkan perdebatan di internal komunitas Tionghoa Kristen. Tak sedikit masalah keluarga yang timbul berkenan dengan adanya anggota keluarga yang bukan Kristen, yang menjalankan tradisi budaya Tionghoa tersebut.  Tidak jarang pula perselisihan terjadi akibat adanya pandangan bahwa orang Tionghoa di Indonesia yang beragama Kristen tidak lagi berbakti kepada orang tua dan leluhur karena menjauhi tradisi yang telah di warisi turun temurun.

Seminar Nilai-Nilai Kekristenan dalam Tradisi Tionghoa

Pdt.DR Pan Djun  Tjhong juga menjelaskan  supaya persoalan ini tidak berlarut, di tahun kemarin, masyarakat Kristen Tionghoa Kota Medan, yang tergabung dalam komunitas Christ Offer Favor For Everybody Eveerywhere atau COFFEE, dengan PIC-nya Ps.Cintia dan Ps Rudiyudiana ini pernah menyelenggarakan seminar dengan tema Nilai-Nilai Kekristenan dalam Tradis Tionghoa, dan Ia sendiri  hadir sebagai pembicaranya.

Dalam seminar yang diselenggarakan di GBI Millenium kota Medan Sumatera Utara itu, dihadiri oleh interdenominasi gereja, ada yang dari HKBP, GBI,GSJA, Methodist dan lainnya. “Materi yang saya sampaikan saat itu adalah mengenai tradisi secara umum, pendapat Alkitab tentang tradisi, apakah ada larangan melaksanakan tradisi di dalam Alkitab secara eksplisit, apakah Yesus anti tradisi, adakah nilai-nilai Kekristenan dalam Tradisi Tionghoa seperti imlek Tionghoa, tinjauan  Perjanjian Lama dan Perjanjian baru, pertemuan Tradisi dengan Firman Tuhan  dalam masyarakat Plural, apakah  Tionghoa harus berhenti menjadi Tionghoa mereka menjadi Kristen,” paparnya.

Peserta yang hadir saat itu sangat antusias sekali dan banyak terjadi dialog dan tanya jawab. Ia berharap ke depannya masyarakat Tionghoa bisa berjalan tanpa ada unsur keraguan, tetap menggunakan dasar Alkitab

“Saya harap komunitas ini lebih bertumbuh dan lebih pasti melangkah dalam kekristenan tanpa keraguan dan kekhawatiran berdosa, karena tidak terombang ambing pengajaran yang melarang ataupun mendukung mereka, tanpa bisa menjelaskan dasar Alkitabnya, mereka lebih bisa hidup berdampingan dengan keluarga dan masyarakat di sekelilingnya dengan damai tanpa memaksakan penggalan-penggalan Alkitab kepada orang lain, tanpa terlebih dahulu menggali kebenarannya dan menuai pengertian terlebih dahulu dari padanya,’’ demikian disampaikan Pdt.DR Pan Djun  Tjhong.

(Joanny Pesulima)



Leave a Reply