Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Satu Yang Adalah Kebenaran Kita & Satu Yang Selalu Hadir – Bagian 5




eBahana.com – Nama perjanjian Allah keenam adalah “Satu Yang Adalah Kebenaran Kita.” Nama ini ditemukan dalam satu dari banyak janji restorasi yang diberikan kepada Israel melalui nabi-nabi – semuanya berpusat pada Mesias. Mari kita lihat satu dari janji-janji ini dalam Yeremia: “Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri.

Dalam zamannya Yehuda akan dibebaskan, dan Israel akan hidup dengan tenteram; dan inilah namanya yang diberikan orang kepadanya: TUHAN keadilan kita” (Yeremia 23:5-6).

Restorasi termasuk mendirikan kembali kebenaran. Tanpa kebenaran, bentuk-bentuk lain restorasi mustahil atau tidak berarti.

Allah akan merestorasi kebenaran dalam umat-Nya. Namun kebenaran yang Ia janjikan untuk direstorasi ada dalam satu Pribadi. Kebenaran kita bukan dalam sistim hukum atau dalam satu agama; melainkan, dalam satu pribadi – dan Pribadi itu adalah Mesias yang dijanjikan.

Penting melihat ada dua jenis kebenaran. Satu kebenaran diri kita sendiri – apa yang kita sebut kebenaran diri – yang tidak dapat diterima Allah. Yesaya berkata,

“Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor” (Yesaya 64:6).

Kita bisa dengan mudah mengerti jika Yesaya berkata, “segala kesalehan kami seperti kain kotor.” Dengan kata lain, bahkan yang terbaik yang kita bisa capai dalam kebenaran diri kita sama sekali tidak dapat diterima Allah. Jauh dibawah standar kebenaran yang Allah syaratkan.

Kita diperhadapkan pada dua alternatif: memiliki jenis kebenaran yang kita capai dengan usaha kita sendiri atau jenis kebenaran yang kita terima dalam satu Pribadi, dalam Yesus Mesias. Keduanya eksklufif satu sama lain; kita tidak bisa menawarkan dua-duanya kepada Allah.

Ini tekad Paulus, seperti dicatat dalam Filipi 3:8-9): “Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada dalam Dia (Yesus Kristus, Mesias) bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.”

Perhatikan Paulus harus menolak jenis kebenaran yang ia bisa capai dengan usahanya sendiri agar mendapatkan kebenaran yang datang melalui iman dalam Yesus Kristus. Kita melihat, kesalahan besar yang orang-orang Israel lakukan dalam sejarah mereka – satu yang memiliki efek berbahaya dan merugikan dalam takdir mereka selama dua ribu tahun – mereka mencari jenis kebenaran yang salah. Paulus menjelaskan ini dalam Roma: “Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah.

Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya” (Roma 10:3-4).

Penting melihat kematian Kristus di salib menebus dosa-dosa dan kelemahan-kelemahan semua yang gagal mentaati hukum. Dan juga menyediakan jalan lain kebenaran, melalui iman dalam Kristus.

Mereka yang mencoba mendirikan kebenaran mereka sendiri tidak takluk kepada kebenaran Allah melalui Kristus dan, karenanya, tidak dibenarkan.

Frasa “tidak takluk kepada kebenaran Allah” (Roma 10:3) mengindikasi ada syarat untuk merendahkan diri yang kita harus lakukan agar memperoleh “kebenaran Allah” (ayat 3). Pertama, kita harus menolak kebenaran kita sendiri, mengakui bahwa usaha- usaha kita sendiri belum mencapai apa yang Allah syaratkan. Lalu, kita harus menerima tawaran belas kasih dan kebenaran Allah melalui iman dalam penebusan kematian Yesus Kristus.

Paulus berbicara tentang kebenaran yang disediakan bagi kita melalui Kristus: “Dia (Yesus) yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya [Allah] menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2 Korintus 5:21).

Pertukaran dibuat disalib: Yesus dibuat menjadi dosa karena kita. Ia menjadi korban penebus, “korban penebus salah” yang dijanjikan dalam Yesaya 53:10. Jiwa-Nya menjadi korban penebus bagi kita agar kita menerima aspek lain dari pertukaran: menjadi kebenaran Allah dalam-Nya (Yesus). Betapa bodoh berpegang teguh pada kebenaran kita sendiri sementara kita bisa memiliki, dengan iman, kebenaran Allah dalam Kristus.

Nama perjanjian ini, “TUHAN keadilan (righteousness) kita” (Yeremia 23:6), seperti semua nama perjanjian lainnya dalam Perjanjian Baru, menunjuk pada Yesus dan salib. Itu dimana menjadi mungkin bagi-Nya menjadi kebenaran kita. Setelah Ia menebus dosa-dosa mereka yang gagal mentaati hukum, Yesus disediakan bagi kita untuk kebenaran kita. Satu Pribadi yang adalah kebenaran kita; Tuhan yang adalah kebenaran kita.

Restorasi Israel sebagai hak istimewa dari Allah juga di gambarkan sebagai restorasi hubungan perkawinan. Seolah-olah Israel, melalui perjanjian di Gunung Sinai, sudah kawin dengan Jehovah, atau Yahweh. Namun lalu, ketidaksetiaan Israel dan penyembahan berhala mereka memutus hubungan perkawinan itu. Itu kenapa restorasi digambarkan dalam istilah-istilah hubungan perkawinan yang direstorasi.

Kita menemukan konsep ini dalam banyak kitab nabi-nabi. Kita akan melihat beberapa nas dan lalu mengungkapkan satu kebenaran indah sebagai hasilnya. Tuhan berkata kepada Israel, “Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang.

Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal TUHAN” (Hosea 2:18-19).

Kata “menjadikan” mengindikasi restorasi hubunan perkawinan antara Tuhan dan umat-Nya. Selanjutnya, mari lihat nas ini dalam Yesaya: “Aku bersukaria di dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin laki- laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya” (Yesaya 61:10).

Lalu, sedikit lebih jauh dalam Yesaya, kita mendapatkan janji untuk tanah Israel dan untuk Israel sebagai bangsa.

“Engkau tidak akan disebut lagi “yang ditinggalkan suami”, dan negerimu tidak akan disebut lagi “yang sunyi” , tetapi engkau akan dinamai “yang berkenan kepada-Ku” dan negerimu “yang bersuami”, sebab TUHAN telah berkenan kepadamu, dan negerimu akan bersuami.

Sebab seperti seorang muda belia menjadi suami seorang anak dara, demikianlah Dia yang membangun engkau akan menjadi suamimu, dan seperti girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu” (Yesaya 62:4-5).

Kita lihat restorasi kebenaran membawa restorasi hubungan perkawinan. Tuhan bisa dikawinkan sekali lagi dengan umat-Nya karena dosa-dosa mereka sudah ditebus dan mereka dikenakan pakaian keselamatan dengan jubah kebenaran.

Restorasi ini diungkapkan dengan cara yang indah oleh nabi Yeremia. Kita lihat nas dalam Yeremia 23 berkata, “inilah namanya yang diberikan orang kepadanya: TUHAN keadilan kita” (ayat 6).

Sekarang, mari lihat Yeremia 33 untuk melihat nas yang berhubungan: “Pada waktu itu dan pada masa itu Aku akan menumbuhkan Tunas keadlian bagi Daud. Ia akan melaksanakan keadilan dan kebenaran di negeri.

Pada waktu itu Yehuda akan dibebaskan, dan Yerusalem akan hidup dengan tenteram. Dan dengan nama inilah mereka akan dipanggil: TUHAN keadilan kita!” (Yeremia 33:15-16).

Itu gambaran indah! Apakah kita bisa melihat artinya?

Pertama, “dengan nama inilah mereka akan dipanggil: TUHAN keadilan kita!.” Ia kebenaran kita. Namun ketika Ia mengambil umat-Nya kembali untuk diri-Nya dalam kebenaran, dan ketika umat-Nya menjadi pengantin-Nya lagi, maka, seperti lazimnya dalam adat perkawinan manusia, pengantin mengambil nama mempelai laki-laki.

Ketika kita dipersatukan dengan-Nya, maka nama kita juga menjadi “TUHAN keadilan kita.” Kita dikenakan pakaian dengan kebenaran- Nya. Kita di identifikasi dengan-Nya. Ia Sendiri menjadi kebenaran kita. Kita tidak lagi bergantung pada usaha-usaha atau pergulatan-pergulatan kita sendiri. Kita tidak lagi dibebani oleh kegagalan- kegagalan dan dosa-dosa kita.

Kita sudah pindah kedalam hubungan baru dengan Allah, hubungan pribadi dengan pribadi dimana Tuhan Sendiri adalah kebenaran kita. Kita begitu di identifikasikan dengan-Nya sehingga, sebagai pengantin menyandang nama mempelai, maka kita menyandang nama-Nya – “TUHAN adalah kebenaran kita.”

Kita sekarang sampai pada nama perjanjian Jehovah ketujuh dan terakhir, “Satu Yang Selalu Hadir.” Nama ini ditemukan dalam ayat terakhir kitab Yehezkiel: “…nama kota itu ialah: TUHAN HADIR DISITU” (Yehezkiel 48:35).

Sembilan pasal terakhir Yehezkiel terkoneksi dengan restorasi Israel, dan menggambarkan pembangunan kembali kota dan pembangunan bait.

Banyak detail diberikan pada kita tentang konstruksi bait, bahan- bahan yang digunakan, dimensi-dimensi dan lain-lain. Lalu, ketika bait dan kota selesai, nama Allah diberikan padanya: “TUHAN HADIR DISITU.” Nama ini membawa tujuan riil membangun kota dan bait – yang harus menjadi tempat tinggal untuk Tuhan. Sepertinya Tuhan menunggu sampai segala sesuatunya selesai dan sesuai cara yang Ia inginkan. Lalu, Ia berkata, “Sekarang, ini akan menjadi tempat tinggal-Ku. Aku akan disana.”

Kita harus lihat sejenak latar belakang seluruh situasi ini. Satu tema utama Yehezkiel adalah kemuliaan Tuhan, dan kemuliaan Allah adalah manifestasi kehadiran-Nya diantara umat-Nya. Ini hadirat Tuhan yang diungkapkan dengan cara yang bisa di diteksi dengan indera-indera manusia – mata, kuping, dan seterusnya. Kata Ibrani untuk kehadiran itu adalah “shekinah,” yang berasal dari kata yang berarti “untuk tinggal atau mendiami.” Menggambarkan Allah tinggal diantara umat-Nya, kehadirannya dimanifestasi pada mereka.

Pada pembukaan nubuat Yehezkiel, kemuliaan Allah masih di bait di Yerusalem. Namun karena dosa dan pemberontakkan terus menerus Israel, Allah harus menarik hadirat pribadi-Nya. Kemuliaan- Nya meninggalkan bait dan meninggalkan kota. Ini digambarkan sementara Yehezkiel melihatnya sendiri: “Maka kerub-kerub itu mengangkat sayap mereka, dan roda- rodanya bergerak bersama-sama dengan mereka, sedang kemuliaan Allah Israel berada di atas mereka.

Lalu kemuliaan TUHAN naik ke atas dari tengah-tengah kota dan hinggap di atas gunung (Gunung Zaitun) yang di sebelah timur kota” (Yehezkiel 11:22-23).

Di titik ini, Allah begitu sedih karena dosa umat-Nya sehingga Ia menarik hadirat-Nya dari bait dan dari kota. Kemuliaan Tuhan pergi dari tengah kota, pergi ke arah timur, dan berputar sebentar di atas Gunung Zaitun, ke timur kota. Setelah menarik kemuliaan Tuhan, penghakiman-penghakiman yang mengerikan diprediksi dalam nubuat-nubuat yang mengikutinya. Namun, diselang-seling penghakiman-penghakiman ini ada janji-janji restorasi.

Lalu, kita sampai pada pasal-pasal penutupan Yehezkiel, yang adalah deskripsi restorasi. Fokus – pusat, bagian paling penting – dari semua restorasi adalah restorasi kemuliaan Tuhan, shekinah, pada bait.

Digambarkan dalam Yehezkiel 43: “Lalu dibawanya aku ke pintu gerbang, yaitu pintu gerbang yang menghadap ke sebelah timur.

Sungguh, kemuliaan Allah Israel datang dari sebelah timur dan terdengarlah suara seperti suara air terjun yang menderu dan bumi bersinar karena kemuliaan-Nya.

Yang kelihatan kepadaku itu adalah seperti yang kelihatan kepadaku ketika Ia datang untuk memusnahkan kota itu dan seperti yang kelihatan kepadaku di tepi sungai Kebar, maka aku sembah sujud.

Sedang kemuliaan TUHAN masuk di dalam Bait Suci melalui pintu gerbang yang menghadap ke sebelah timur, Roh itu mengangkat aku dan membawa aku ke pelataran dalam, sungguh, Bait Suci itu penuh kemuliaan TUHAN” (Yehezkiel 43:1-5).

Tuhan sudah datang kembali kedalam pelataran rumah.

“Lalu aku mendengar Dia berfirman kepadaku dari dalam Bait Suci itu – orang yang mengukur Bait Suci itu berdiri di sampingku – dan Ia berfirman kepadaku: “Hai anak manusia, inilah tempat takhta-Ku dan inilah tempat tapak kaki-Ku; disinilah Aku akan diam di tengah- tengah orang Israel untuk selama-lamanya” (ayat 6-7).

Esensi nas-nas ini adalah kembalinya manifestasi hadirat Tuhan yang bisa di lihat untuk tinggal lagi dengan umat-Nya selama-lamanya.

Mengungkapkan tujuan akhir Allah dalam Ia berurusan dengan manusia.

Sangat sering, kita memiliki kesan yang salah mengenai tujuan Allah. Kita berpikir tujuan akhir-Nya untuk membawa manusia ke surga.

Namun itu bukan benar-benar itu. Tujuan Allah adalah membawa surga turun ke manusia, dan di atas segalanya, membawa hadirat pribadi-Nya kepada manusia.

Ini tujuan setiap struktur di bumi, Tuhan yang membangun untuk diri-Nya. Itu tujuan tabernakel Musa. Itu tujuan bait Salomo. Selalu, struktur-struktur ini menjadi tempat tinggal dimana Allah bisa tinggal ditengah umat-Nya dan tidak pernah harus meninggalkan mereka.

Nanun, sayangnya, dalam arah sejarah umat Allah sampai sekarang, mereka telah berperilaku sedemikian rupa sehingga Tuhan harus menarik kemuliaan-Nya. Meskipun, Tuhan tetap berkeras dengan tujuan-Nya. Mari maju ke akhir dari Alkitab, dimana kita melihat tujuan ini belum berubah: “Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan laut pun tidak ada lagi.

Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.

Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat- Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka” (Wahyu 21:1-3).

Itu klimaksnya – bekerjanya tujuan ilahi Allah dalam sejarah manusia. Bukan Allah membawa manusia ke surga, melainkan Allah akan berurusan dengan manusia sehingga membuat manusia layak menerima hadirat Allah sebagai sebagai tempat tinggal di bumi.

Kita kembali ke klimaks tujuan Allah seperti di ungkapkan dalam penutupan kitab Yehezkiel: “Sejak hari itu nama kota itu ialah: TUHAN HADIR DI SITU” (Yehezkiel 48:35).

Itu kesimpulan tujuan ilahi.

Mari sekarang kita “review” tujuh perjanjian name Jehovah, atau Yahweh, secara lengkap dan bermeditasi pada arti setiap nama: Pertama, Satu Yang Menyediakan (Memelihara); kedua, Satu Yang Menyembuhkan; ketiga, Satu Yang Adalah Panji Kita; keempat, Satu Yang Adalah Damai Kita; kelima, Satu Yang Adalah Gembala Kita; keenam, Satu Yang Adalah Kebenaran Kita; ketujuh, Satu Yang Selalu Hadir (secara permanen).

Lagi, tujuan akhir Allah adalah untuk tinggal selama-lamanya dengan umat-Nya, dan tujuan-Nya untuk setiap dari kita secara individual agar kita mengenal-Nya sebagai tempat tinggal Tuhan yang permanen – Tuhan yang selalu disana, ditengah hati dan hidup kita.

Apakah kita mengenal Tuhan dengan cara ini. Sudahkah kita mengundang Tuhan membuat tempat tinggal-Nya dalam hati dan hidup kita? Allah ingin kita melakukan itu. Yesus berkata dalam Wahyu 3:20, “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.”

Hasrat Tuhan, tujuan-Nya, adalah untuk datang kedalam kita – untuk membuat hati dan hidup kita rumah-Nya. Dalam semua kepenuhan perjanjian-Nya, dalam setiap aspek dari kodrat perjanjian-Nya, Ia ingin masuk dan tinggal dalam hati dan hidup kita. Allah lemah lembut, meski demikian, Ia tidak akan memaksakan cara-Nya.

Terserah kita untuk membuka pintu. Kita harus mengundang-Nya masuk melalui iman dalam pengorbanan Allah Anak – KristusYesus – untuk kita.

Jika kita ingin melakukan itu sekarang, ini doa pendek yang kita bisa panjatkan: “Tuhan Yesus Kristus, terima kasih Engkau mati di salib untuk dosa- dosa saya dan Engkau bangkit dari antara orang mati. Saya mengundang Engkau sekarang untuk masuk kedalam dan tinggal dalam hati saya dan menjadi Juruselamat saya dan Tuhan saya.

Amin.”

Sekarang, mulai mengucap syukur pada-Nya. Ia sedang menunggu kesempatan untuk masuk. Begitu kita membuka pintu, Ia masuk, dan hidup kita akan berbeda sejak sekarang dan seterusnya. Allah besar, luar biasa yang memegang perjanjian ini bukan satu pribadi yang kita baru dengar. Ia satu pribadi yang selama-lamanya disana dengan kita.

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply