Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Perbedaan Tujuan Saat Kematian




eBahana.com – Enam fondasi doktrin Kristus dalam daftar Ibrani 6:1-2: pertama, pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia; kedua, kepercayaan – iman – kepada Allah; ketiga, – doktrin – pelbagai pembaptisan (jamak); keempat, penumpangan tangan; kelima, kebangkitan orang-orang mati; keenam, hukuman kekal.

Kita sekarang meneruskan dengan doktrin “kebangkitan orang- orang mati”; urutan kelima dari enam fondasi doktrin Kekristenan.

Kita akan mempelajari secara detail apa yang Alkitab ajarkan mengenai kebangkitan orang-orang mati.

Poin pertama yang harus dibangun adalah bagian manusia yang dibangkitkan tubuhnya – bukan rohnya atau jiwanya. Lebih tepatnya kebangkitan yang Alkitab bicarakan adalah kebangkitan tubuh.

Untuk mengerti apa yang dimaksud, perlu menganalisa sedikit kodrat manusia seperti diungkapkan dalam Alkitab.

Paulus berdoa mewakili orang-orang Kristen di Tesalonika. “Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita” (1 Tesalonika 5:23).

Dalam bagian pertama dari ayat ini Paulus menggunakan frasa “menguduskan kamu seluruhnya.” Ini mengindikasikan ia prihatin dengan kodrat atau kepribadian setiap orang Kristen yang ia doakan. Dalam bagian kedua ayat yang sama Paulus mendaftar tiga elemen yang membentuk kodrat atau kepribadian manusia: roh, jiwa, dan tubuh.

Kita membaca: “Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sum-sum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita” (Ibrani 4:12).

Ayat ini membagi tiga bagian kepribadian manusia menjadi roh, jiwa, dan tubuh. Dalam contoh ini tubuh di representasi dengan bagian fisikal sendi-sendi dan sum-sum.

Untuk mengerti lebih jauh mengenai kepribadian manusia, kita bisa kembali pada awal penciptaan manusia, seperti dicatat dalam Alkitab. “Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita” (Kejadian 1:26).

Dalam ayat ini dua kata digunakan untuk mengekspresikan hubungan manusia, ciptaan, dengan Allah, Pencipta. kata-kata ini pertama “gambar”; kedua “rupa.”

Bahasa Ibrani aslinya “gambar,” dalam banyak nas Perjanjian Lama diterjemahkan “bayangan” Dalam bahasa Ibrani modern hari ini akar kata yang sama dalam bentuk verbal, diterjemahkan “mengambil foto seseorang.”

Referensi utama kata ini dalam penciptaan manusia adalah untuk bentuk eksternal atau penampilan manusia. Bahkan dalam bentuk eksternal manusia ada persesuaian antara manusia dan Allah yang tidak ditemukan pada binatang ciptaan yang lebih rendah.

Namun, persesuaian antara manusia dan Allah hanya bentuk eksternal. Kata Ibrani kedua yang digunakan disini, “rupa,” lebih umum aplikasinya. Mengacu pada total kepribadian manusia dan kodrat Allah Sendiri.

Satu aspek penting dari persesuaian antara kodrat Allah dan kodrat manusia terkandung dalam tiga elemen kepribadian manusia – roh, jiwa, dan tubuh. Maka kita bisa katakan bahwa manusia diungkapkan sebagai makhluk tritunggal – satu kepribadian, namun terdiri dari tiga elemen: roh, jiwa, dan tubuh.

Dengan cara persesuaian, Alkitab juga mengungkapkan bahwa keberadaan Allah adalah tritunggal – ada satu Allah sejati, dalam satu Allah ini kita melihat tiga Pribadi yang berbeda dari Bapa, Putra, dan Roh.

Jadi Alkitab mempresentasi kita dengan rupa, atau persesuaian, antara kepribadian manusia dan kodrat Allah. Kita bisa ringkas dengan singkat persesuaian manusia ini dengan Allah sebagai berikut: Alkitab mengungkapkan tritunggal manusia, diciptakan dengan rupa Allah tritunggal.

Dalam Kejadian kita menerima detail lebih jauh mengenai asal mula penciptaan manusia. “Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kejadian 2:7).

Disini kita melihat kepribadian manusia memiliki asal usul dari dua sumber berbeda dan terpisah. Bagian fisikal, material manusia – tubuhnya – dibentuk dari debu tanah. Bagian non-material yang tidak kelihatan asal usulnya dari nafas Allah Mahabesar. Bagian non- material yang tidak kelihatan ini disebut “jiwa.” Namun, seperti sudah kita katakan, dari nas-nas lain Kitab Suci lebih lengkap didefinisikan sebagai kombinasi roh dan jiwa.

Alkitab mengindikasikan roh dan jiwa tidak sama melainkan dua elemen berbeda yang membentuk bagian non-material manusia. Diluar lingkup pembelajaran kita sekarang, namun, untuk menarik garis pembatas antara roh manusia dan jiwanya.

Untuk tujuan kita cukup mengatakan kepribadian manusia memiliki dua asal usul sumber: bagian fisikal material manusia (tubuhnya) dari bawah – dari bumi. Bagian non-material manusia yang tidak kelihatan (roh dan jiwanya) dari atas – dari Allah Sendiri.

Saat kematian, elemen non-material manusia yang tidak kelihatan (roh dan jiwanya) dilepaskan dari tubuh jasmaninya. Setelah itu, melalui proses penguburan, bagian material manusia (tubuhnya) direstorasi lagi ke bumi dari mana asalnya dan melalui dekomposisi kembali pada elemen-elemen aslinya.

Bahkan dimana tidak ada penguburan, tubuh manusia, setelah kematian, selalu mengalami proses disintegrasi atau dekomposisi, yang akhirnya merestorasinya pada elemen-elemen material aslinya. Karenanya, tubuh manusia juga akan, melalui kebangkitan, di bangkitkan lagi dari elemen-elemen material yang sama.

Tidak disebut dalam Alkitab, setelah kematian, bagian non-material manusia – roh dan jiwanya – akan mengalami proses penguburan dan dekomposisi sama seperti tubuhnya. Sebaliknya, ada bukti dalam nas-nas Kitab Suci bahwa tujuan bagian spiritual manusia, setelah kematian, berbeda dari tubuhnya.

Untuk nas seperti ini, kita bisa kembali ke Kitab Pengkhotbah. Ketika mempelajari pengajaran kitab ini, perlu mencamkan di pikiran keterbatasan yang penulisnya, Salomo, letakkan untuk semua pertanyaan dan kesimpulan yang terkandung dalam kitab. Ini di indikasikan dengan satu frasa khusus yang diulang – ulang lagi sepanjang kitab.

Sebagai contoh, dalam Pengkhotbah 1:3 Salomo bertanya: “Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari?”

Pertanyaan ini, dengan sedikit variasi, diulang beberapa kali sepanjang kitab. Dalam semua, frasa “dibawah matahari” terjadi dua puluh sembilan kali.

Frasa khusus, “dibawah matahari,” mengindikasikan keterbatasan yang Salomo letakkan atas semua pertanyaan dan kesimpulan sepanjang kitab. Seluruh kitab berkaitan hanya dengan hal-hal dibawah matahari – dengan hal-hal yang sementara dan material – hal-hal yang menjadi bagian alam waktu dan tatatertib dunia sekarang.

Kita bisa mengerti lebih baik keterbatasan khusus ini dengan referensi pada kata-kata Paulus. “Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2 Korintus 4:18).

Disini Paulus menarik garis pemisah antara dua alam yang berbeda: hal-hal yang kelihatan dan sementara; dan hal-hal yang tidak kelihatan dan kekal.

Jika kita mengaplikasikan dua alam ini pada Kitab Pengkhotbah, kita menemukan seluruh material yang terkandung dalam kitab ini berada dalam alam yang pertama – hal-hal yang kelihatan dan sementara.

Dalam kitab ini Salomo tidak pernah melakukan pembelajarannya melewati batas alam sementara kedalam alam kekal. Kapanpun ia mencapai batas ini, ia berhenti dan kembali kepada aspek baru alam sementara. Ini diindikasikan dengan pengulangan frasa “dibawah matahari.” Tidak ada dalam kitab ini yang berurusan dengan alam yang “tidak” berada dibawah pengaruh matahari – alam yang tidak kelihatan dan kekal. Namun, alam yang tidak kelihatan dan kekal ini

disebut dalam hampir semua kitab dan oleh penulis lain Alkitab – dan oleh Salomo sendiri dalam tulisan-tulisannya.

Kesadaran keterbatasan Pengkhotbah menolong kita mengapresiasi lebih baik pengajaran kitab ini secara keseluruhan dan menjernihkan konflik antara kesimpulan-kesimpulan Pengkhotbah dan pengajaran kitab-kitab lain dalam Alkitab.

Dengan ini di pikiran, kita bisa kembali pada nas khusus dalam Pengkhotbah yang mengindikasikan perbedaan antara tujuan tubuh manusia dan rohnya saat kematian. “Tentang anak-anak manusia aku berkata dalam hati: “Allah hendak menguji mereka dan memperlihatkan kepada mereka bahwa mereka hanyalah binatang.”

Karena nasib manusia adalah sama dengan nasib binatang, nasib yang sama menimpa mereka; sebagaimana yang satu mati, demikian juga yang lain. Kedua-duanya mempunyai nafas yang sama, dan manusia tak mempunyai kelebihan atas binatang, karena segala sesuatu adalah sia-sia.

Kedua-duanya menuju satu tempat: kedua-duanya terjadi dari debu dan kedua-duanya kembali kepada debu.

Siapakah yang mengetahui, apakah nafas manusia naik ke atas dan nafas binatang turun ke bawah” (Pengkhotbah 3:18-21).

Sesuai seluruh tema kitab ini, Salomo meletakkan penekanan pada bagian fisikal material manusia – tubuhnya. Karenanya, ia menunjukkan tidak ada perbedaan antara tujuan manusia dan binatang yang lebih rendah saat kematian. Saat kematian, tubuh

manusia, seperti binatang, kembali ke bumi darimana asalnya dan membusuk disana menjadi elemen-elemen komponennya.
Namun, Salomo menunjukkan persamaan tujuan saat kematian antara manusia dan binatang yang lebih rendah dengan tubuh fisikal. Tidak berlaku bagi roh manusia. Roh manusia – bagian non- materialnya – memiliki tujuan berbeda dari roh binatang yang lebih rendah. “…Siapakah yang mengetahui, apakah nafas manusia naik ke atas dan nafas binatang turun ke bawah bumi” (Pengkhotbah 3:21).

Salomo memulai ayat ini dengan satu pertanyaan: “Siapakah yang mengetahui…?” Ini ibaratnya ia berkata: “Kita mengetahui ada perbedaan antara manusia dan binatang, namun diluar lingkup pembelajaran kita sekarang. Karenanya, kita hanya bisa menyebutnya sedikit; kita tidak bisa meneruskan lebih jauh.”

Apa yang kita mengerti dengan frasa yang Salomo gunakan mengenai roh manusia saat kematian tubuh? Ia berkata, “Roh anak- anak manusia…naik ke atas.”

Pertama, ini sesuai dengan catatan penciptaan manusia, yang menunjukkan tubuh manusia datang dari bawah, dari bumi, namun rohnya datang dari atas, dari Allah (Kejadian 2:7). Karena saat kematian roh manusia dilepaskan dari tubuh, arah rohnya ke atas – menuju Allah. “dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya” (Pengkhotbah 12:7).

Jadi pengajaran Salomo dalam Pengkhotbah mengenai tujuan roh manusia saat kematian singkat, namun jelas, dan sepakat dengan

indikasi-indikasi yang diberikan dalam banyak nas-nas lain Kitab Suci. Saat kematian, tubuh manusia kembali menjadi debu, namun tujuan rohnya ke atas, menuju Allah.

Apa yang terjadi ketika roh manusia, saat kematian, dilepaskan dari tubuh dan di bawa kehadapan Allah, Pencipta?

Tidak ada pewahyuan Kitab Suci mengenai poin ini. Namun, Kitab Suci memampukan kita meletakkan dua prinsip sehubungan dengan ini. Pertama, kehadiran roh manusia dihadapan Allah bukan penghakiman terakhir, yang hanya akan terjadi sesudah kebangkitan. Kedua, roh-roh orang jahat dan fasik tidak memiliki akses permanen kedalam hadirat Allah.

Karenanya, kehadiran langsung roh manusia dihadapan Allah saat kematian adalah untuk satu tujuan utama; untuk mendengarkan keputusan ilahi yang ditetapkan sejak kematian sampai kebangkitan dan penghakiman akhir. Setelah itu, setiap roh diserahkan kedalam keadaan dan tempat yang ditetapkan dan berada disana sampai dipanggil kembali pada saat kebangkitan tubuh.

Apa kondisi roh-roh yang meninggal dalam periode antara kematian dan kebangkitan?

Ada banyak mengenai ini yang Allah tidak ungkapkan dalam Alkitab. Namun, dua fakta dijelaskan: pertama, setelah kematian ada pemisahan permanen antara roh-roh orang jahat dan fasik yang meninggal; kedua, kondisi roh-roh orang benar berbeda dalam periode sebelum kematian dan kebangkitan Kristus dari kondisi mereka masa kini, dalam dispensasi (periode) sekarang.

Diatas dua fakta ini, Alkitab dari waktu ke waktu mengangkat selubung antara dunia ini dan yang akan datang, memberi kita pandangan sekilas apa yang ada diseberang.

Satu contoh catatan alkitabiah penghakiman Allah atas raja Babilon. “Dunia orang mati yang di bawah gemetar untuk menyongsong kedatanganmu, dijagakannya arwah-arwah bagimu, yaitu semua bekas pemimpin di bumi; semua bekas raja bangsa-bangsa dibangunkannya dari takhta mereka.

Sekaliannya mereka mulai berbicara dan berkata kepadamu: ‘Engkau juga telah menjadi lemah seperti kami, sudah menjadi sama seperti kami!” (Yesaya 14:9-10).

Catatan ini mengungkapkan fakta-fakta tertentu mengenai kondisi roh-roh yang meninggal. Tidak diindikasikan mereka memiliki kesadaraan dari kejadian-kejadian saat ini yang sedang berlangsung di bumi. Namun, diungkapkan ada sedikitnya ingatan dari kejadian- kejadian yang sudah berlangsung sepanjang kehidupan di bumi roh- roh yang meninggal ini.

Diseberang ini, kepribadian tetap utuh setelah kematian. Ada pengenalan seorang dengan lainnya, ada komunikasi antara seorang dan lainnya, dan ada kesadaran kondisi sekarang pada tempat roh- roh yang meninggal ini. Lebih jauh, ada persesuaian antara keadaan seseorang dalam dunia ini dan keberadaannya di dunia selanjutnya. Bagi mereka raja-raja di dunia ini masih di kenal sebagai raja-raja di dunia selanjutnya.

Kita mendapat gambaran serupa dari keturunan roh raja Mesir dalam alam maut (Yehezkiel 32:17-32).

“Hai anak manusia, perdengarkanlah suatu ratapan – engkau bersama kaum perempuan bangsa-bangsa yang hebat – mengenai khalayak ramai di Mesir dan turunkanlah mereka ke bumi yang paling bawah menjumpai mereka yang telah turun ke liang kubur.

Dari siapakah engkau lebih cantik? Turunlah dan berbaringlah bersama orang-orang yang tidak bersunat!”(Yehezkiel 32:18-19).

Raja Mesir diterima oleh roh-roh orang-orang besar yang turun kedalam lubang liang kubur sebelumnya. “Orang-orang berkuasa yang gagah perkasa beserta pembantu-pembantunya akan berbicara mengenai dia dari tengah dunia orang mati: Mereka telah turun dan telentang, orang-orang yang tidak bersunat itu, yang mati terbunuh oleh pedang” (Yehezkiel 32:21).

Pembelajaran hati-hati mengenai nas ini menunjukkan bahwa ada ciri-ciri sama yang sudah dicatat dalam nas kitab Yesaya. Ada kepribadian, pengenalan seorang dengan lainnya, komunikasi seorang dan lainnya, dan kesadaran kondisi masa kini di tempat roh- roh yang meninggal.

Mari kita kembali ke Perjanjian Baru dan melihat tujuan spiritual manusia saat kematian.

Nas pertama Perjanjian Baru yang kita akan pelajari adalah kisah Lazarus orang miskin yang duduk di pintu rumah orang kaya setiap hari (Lukas 16:19-31). Tidak disebut bahwa kisah ini perumpamaan.

Disampaikan oleh Kristus Sendiri sebagai insiden historikal faktual yang terjadi suatu waktu sebelum pelayanan Kristus di bumi – dalam periode dispensasional sebelum kematian dan kebangkitan Kristus. Berikut deskripsi Kristus mengenai tujuan Lazarus dan orang kaya setelah kematian mereka. “Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham.

Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya.

Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini.

Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita.

Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang” (Lukas 16:22-26).

Ada banyak dalam nas ini yang mengkonfirmasi kesimpulan- kesimpulan yang kita sudah buat dari Perjanjian Lama. Saat kematian tubuh melalui penguburan kembali ke bumi, roh keluar kedalam ekistensi baru.

Dalam ekistensi ini setelah kematian ada kepribadian; ada pengenalan seorang dengan lainnya; ada kesadaran kondisi masa kini. Ada juga ingatan kehidupan sebelumnya di bumi. Ini diungkapkan melalui kata-kata Abraham kepada orang kaya: “Anak, ingatlah…”

Semua ini sepakat dengan gambaran yang diberikan dalam Perjanjian Lama. Namun, catatan dalam Lukas ini menambah satu fakta sangat penting. Setelah kematian tujuan roh-roh orang benar berbeda dari roh-roh orang jahat dan fasik.

Lazarus dan orang kaya mendapatkan diri mereka berada dalam alam roh-roh yang meninggal disebut dalam bahasa Ibrani “Sheol” dan dalam bahasa Yunani “Hades,” namun tujuan-tujuan mereka disana berbeda. Roh orang kaya di tempat penyiksaan; roh Lazarus di tempat peristirahatan. Antara dua tempat ini ada jurang pemisah yang tidak bisa diseberangi dari tempat satu sama lain.

Tempat peristirahatan, dipisahkan untuk roh-roh meninggal orang benar, disebut “pangkuan Abraham.” Gelar ini mengindikasikan tempat ini ditahbiskan untuk roh-roh semua yang ketika ziarah mereka di bumi mengikuti langkah-langkah iman dan ketaatan Abraham, yang untuk alasan ini disebut “bapa dari semua mereka yang percaya.”

 

OLEH LOKA MANYA PRAWIRO.



Leave a Reply