Mencari Makna Penderitaan
eBahana.com – Pada umumnya orang tidak suka menderita. Namun, penderitaan itu selalu hadir tanpa disangka. Saat penderitaan itu menerpa, dalam hati timbul berbagai pertanyaan, ”Mengapa begini? Mengapa begitu?”.
Ini kisah nyata. Seorang ayah meninggal seketika saat sedang memarkir mobil kala menghadiri kelulusan anaknya. Ia mengalami serangan jantung. Ia terjatuh dan terkapar di lantai. Sang istri menangis dan berusaha menolong, tetapi terlambat. Pada hari tersebut, sang anak dan ibu kehilangan orang yang dicintai. Sebuah tragedi yang menyisakan pertanyaan besar. Mengapa itu terjadi dan apa makna penderitaan?
Bentuk penderitaan bermacam- macam. Bisa datang kepada kita dalam bentuk sakit, gagal dalam usaha, diperlakukan tidak adil, mengalami duka cita karena kematian orang yang kita kasihi atau musibah bencana alam. Penderitaan seperti bayang-bayang yang selalu menyertai hidup.
Seperti kisah di atas ternyata penderitaan adalah bagian dari semua orang. Kenyataannya pada saat penderitaan menghampiri, peran seorang sahabat sangat penting dalam melewatinya (Amsal 17:17).
Dalam Habakuk 1:3 tertulis ‘mengapa engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang
kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi. Kadang kita tidak mengerti kenapa kita harus menderita? Setiap manusia ingin melihat alasan di balik penderitaan tapi terkadang tidak mampu.
Makna Penderitaan
Bukan penderitaan yang menentukan siapa kita, tetapi apa respons kita terhadap penderitaan. Orang Kristen juga mengalami kesengsaraan seperti orang lain tetapi tentunya respons dari orang Kristen berbeda dengan orang non-Kristen. Paulus mengatakan orang Kristen merespons penderitaan dengan cara bermegah dalam kesengsaraan. Ini nampaknya tidak normal. Namun, inilah bukti bahwa kita telah diselamatkan dan mengenal Allah (Matius 16:24)
Penderitaan untuk membangun diri kita. Maksud dari penderitaan adalah seperti yang ditulis oleh Paulus dalam Roma 5:3-4. “Kesengsaraan menimbulkan ketekunan, ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Teori macam apa pun tidak akan mampu menghilangkan berkat yang kita peroleh
dalam penderitaan dan menghilangkan sisi negatifnya. Ini kalau kita bicara tentang respons terhadap penderitaan (2 Timotius 3:12).
Fakta ini kita alami di dalam Kristus. Paulus menulis: “Yesus Kristus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:5-9).
Penderitaan ternyata mengajar orang untuk memperbaiki keadaan hidup. Penderitaan berguna mengoreksi kita dan dapat dipakai Allah untuk membuat kita berbalik kepada Nya. Bisa juga untuk mendidik kita (Amsal 3:11-12). Allah menghajar kita untuk kebaikan kita supaya kita beroleh bagian di dalam kekudusan-Nya.
Dalam penderitaan, kita sedang berperang untuk menunjukkan bahwa hubungan kita dengan Allah adalah hubungan kasih yang tidak didasarkan kepada materi atau kenyamanan hidup. Kalau kita meninggalkan Allah karena penderitaan, berarti hubungan kita dengan Allah selama ini didasarkan kepada materi dan kenyamanan hidup. Sebaliknya kalau kita tetap setia kepada Allah, walaupun kita kehilangan segala-galanya,
maka ini berarti hubungan kita dengan Allah bukan berdasarkan materi dan kenyamanan hidup.
Setiap penderitaan ada manfaatnya. Ia mendekatkan kita kepada Allah, Harlod A Bisley seorang pemikir mengatakan penderitaan adalah kesempatan yang baik untuk berdoa. Kita cepat-cepat datang kepada Tuhan waktu pencobaan datang. Yesus sendiri bahkan mengambil waktu khusus untuk berdoa, saat berada pada situasi yang kritis, menjelang kematian-Nya. .
Oleh Pdt. Fu Kwet Khiong, M.A, Penulis adalah Gembala Sidang Gereja Santapan Rohani Indonesia jemaat Citra.