Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Keyakinan Akan Kekekalan




eBahana.com – Kita sudah membahas mengenai efek-efek baptisan dalam Roh Kudus pada kehidupan umum dan penyembahan jemaat Kristen.

Kita akan fokus perhatian kita selanjutnya pada pelayanan khusus pengkotbah -yaitu, orang percaya yang dipanggil Allah untuk memberitakan Firman Allah. Pertanyaan-pertanyaan yang kita ingin jawab adalah berikut:

Pertama, hasil-hasil khusus apa yang dihasilkan dalam pelayanan pengkotbah melalui baptisan dalam Roh Kudus? Kedua, dalam cara-cara apa pelayanan pengkotbah yang diberi kuasa oleh Roh Kudus dibedakan dari yang belum diberi kuasa?

Dalam mempelajari hubungan antara Roh Kudus dan pelayanan pengkotbah, penting memulai dengan kata-kata Petrus. Ia mengingatkan gereja mula-mula contoh-contoh dan standar-standar yang diletakkan dihadapan mereka oleh pengkotbah-pengkotbah yang membawa pesan injil kepada mereka. Ia berbicara mengenai mereka “yang oleh Roh Kudus, yang diutus dari sorga” (1 Petrus 1:12).

Kata-kata ini mengungkapkan ciri-ciri utama pengkotbah-pengkotbah Perjanjian Baru. Mereka tidak bergantung pada pendidikan atau talenta-talenta alamiah; mereka berkotbah oleh Roh Kudus,

yang diutus dari surga. Mereka bergantung pada hadirat nyata pribadi dan kuasa Roh Kudus yang bekerja dalam mereka, melalui mereka, dan dengan mereka. Setiap cara-cara lain dan talenta yang mereka gunakan tunduk pada satu pengaruh yang mengendalikan: hadirat dan kuasa Roh Kudus.

Apa hasil-hasil yang mengikuti ketika keunggulan Roh Kudus diakui dalam pelayanan pengkotbah?

“Dan kalau Ia (Roh Kudus) datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman” (Yohanes 16:8).

Terjemahan alternatif untuk “menginsafkan” adalah “meyakinkan.” Ia “akan meyakinkan dunia akan dosa, dan kebenaran, dan penghakiman.”

Kita bisa parafrase: “Roh Kudus akan mendesak perhatian dunia yang tidak percaya perkara-perkara dosa, kebenaran, dan penghakiman dengan cara begitu rupa sehingga tidak lagi dimungkinkan bagi dunia mengabaikan atau menyanggah perkara-perkara ini.”

Tiga hal ini -dosa, kebenaran, dan penghakiman -adalah realitas kekekalan dasar dari semua agama sejati.

Paulus mengingatkan orang-orang sombong, intelektual Athena perkara dasar penghakiman Allah ini. “Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia” (Kisah Para Rasul 17:31).

Penghakiman adalah ketetapan ilahi. Tidak seorang pun diampuni; tidak seorang pun dikecualikan; tidak seorang pun lolos. Ketetapan Allah atas dunia, seluruh umat manusia. Dalam penghakiman ini Allah berurusan hanya dengan satu perkara: kebenaran. Allah tidak akan menghakimi orang-orang sehubungan dengan kekayaan mereka atau kepintaran mereka atau kedudukan agamawi mereka. Ia berurusan hanya dengan kebenaran.

Kodrat perkara ini didefinisi dengan sederhana: “Semua kejahatan adalah dosa” (1 Yohanes 5:17). Sehubungan dengan perilaku moral, hanya ada satu alternatif selain kebenaran, dan itu dosa. Dosa harus didefinisikan dalam hal kebenaran. Yang negatif harus didefinisikan dalam hal yang positif.

Dalam dosa dan kebenaran. Semua kejahatan adalah dosa. Setiap bentuk perilaku moral yang tidak berdasarkan kebenaran adalah berdosa. Allah telah menetapkan standar ilahi kebenaran-Nya. Apa saja yang bergeser dari itu seberapa pun, besar atau kecil, adalah berdosa.

Apa standar kebenaran Allah? Jawaban yang diberikan dalam bagian kedua ayat yang kita sudah kutip dari kotbah Paulus di Athena. “Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati” (Kisah Para Rasul 17:31).

Apa standar kebenaran Allah, yang dinyatakan disini? Bukan kode moral atau aturan emas; bahkan bukan Sepuluh Perintah. Satu standar sempurna cocok untuk umat manusia. Seorang -orang itu yang telah ditetapkan Allah.

Siapa orang ini? Orang yang Allah telah berikan bukti atau jaminan dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati. Manusia Yesus Kristus. Ia sendiri standar kebenaran Allah bagi umat manusia.
Untuk mengerti standar ini kita harus mempelajari kehidupan dan karakter Yesus seperti di gambarkan dalam Perjanjian Baru. Setiap aspek karakter atau perilaku manusia yang berada dibawah standar Yesus, berarti berada dibawah standar kebenaran Allah.

Paulus mempresentasikan kebenaran yang sama mengenai kodrat kebenaran dan dosa, seperti ditemukan dalam Roma 3:23. “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.”

Paulus tidak memspesifikasi satu jenis dosa tertentu. Ia tidak memspesifikasi keangkuhan atau hawa nafsu atau pembunuhan atau berbohong. Hanya ada satu poin dimana ia menyatakan semua bersalah: semua orang telah kehilangan kemuliaan Allah; semua gagal hidup bagi kemuliaan Allah; semua gagal hidup sesuai standar ilahi; semua kehilangan; semua meleset dari target.

Standar kemuliaan Allah ini menunjukkan kita pada Yesus, “Ia adalah cahaya kemuliaan Allah (Bapa-Nya) dan gambar wujud Allah” (Ibrani 1:3).

Yesus Kristus sendiri, dari semua orang yang pernah hidup, hidup dari seluruh kehidupan-Nya dengan satu standar ini dan untuk satu tujuan ini -kemuliaan Allah, Bapa-Nya.

Maka disini, didefinisikan dan didemonstrasikan untuk dilihat semua, tiga dasar perkara dimana tujuan kekekalan setiap jiwa manusia bergantung -dosa, kebenaran, dan penghakiman.

Namun umat manusia, dalam kodrat alamiahnya, kondisi belum diregenerasi, mengabaikan perkara-perkara ini. Ini karena manusia berdosa adalah budak pikiran kedagingannya sendiri. Satu cara normalnya berhubungan dengan realitas adalah melalui kodrat kedagingannya -melalui lima pancainderanya. Ia di gerakan dan menjadi terkesan hanya dengan aspek-aspek realitas yang diungkapkan melalui panca inderanya. Ia karenanya ditutup atau dikurung dalam alam kedagingan dan material. Hal-hal dalam alam ini yang mengesankannya dan mempengaruhinya, menguasai waktunya, pikirannya, energinya.

Mendengar orang-orang dunia berbicara dengan santai di tempat umum -bis, kereta, atau restoran. Apa topik pembicaraan yang paling umum? Tanpa ragu, uang.

Setelah uang ada beberapa topik lain, semua berhubungan dengan keberadaan fisikal dan material manusia, kesenangannya, kenyamanannya, kemewahannya. Diantara topik-topik paling umum ini, kita sebut olah raga, hiburan, politik, makanan, bisnis, pertanian, urusan keluarga, mobil, baju, dan peralatan rumah.

Ini adalah hal-hal yang normalnya memonopoli pikiran dan pembicaraan orang-orang di dunia. Diantara mereka tidak ditemukan tempat untuk tiga perkara dosa, kebenaran, dan penghakiman.

Kenapa? Jawabannya sederhana. Tiga hal ini tidak bisa dimengerti melalui pancaindera kedagingan manusia. Karena manusia yang ditutup atau dikurung dalam penjara pancainderanya dan pengertian kedagingannya, dosa, kebenaran dan penghakiman tidak memiliki realitas apapun.

Hanya ada satu cara dimana hal-hal ini bisa menjadi riil atau nyata bagi manusia, dan itu melalui kerja Roh Kudus Allah. Ia sendiri bisa meyakinkan dunia akan realitas-realitas kekekalan yang tidak kelihatan. Sesuai proporsi Roh Kudus mendapat akses ke hati dan pikiran manusia, begitu pula mereka prihatin akan dosa, kebenaran, dan penghakiman.

Dalam Mazmur 14:2-3 kita mendapat gambaran seluruh umat manusia yang di inspirasi secara ilahi seperti Allah melihatnya, dalam kondisi kejatuhan, alamiah mereka, diluar dari pengaruh kasih karunia Allah dan kerja Roh Allah. Pemazmur berkata: “TUHAN memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia untuk melihat, apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah.
Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak.”

Perhatikan apa yang pemazmur katakan disini mengenai kondisi alamiah manusia. Bukan hanya tidak ada yang berbuat baik.

Kebejatan dan kerusakan spiritual manusia lebih dalam dari itu. Tidak ada seorang pun yang mengerti, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Bahkan pengertian hal-hal spiritual dan hasrat mengenal Allah sama sekali tidak ada. Sampai Allah melalui Roh Kudus-Nya menjangkau manusia kebawah, manusia dengan dirinya sendiri, tidak pernah menjangkau Allah atau mencari Allah. “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu” (Efesus 2:1).

Diluar pengaruh Roh Kudus yang membangkitkan, kondisi spiritual manusia adalah kematian. Ia mati terhadap Allah dan terhadap realitas-realitas spiritual. Dosa, kebenaran, dan penghakiman tidak memiliki arti atau realitas baginya.

Ini tidak berarti manusia dalam kondisi ini tanpa agama. Sebaliknya, agama memainkan peran besar dalam hidupnya. Namun agama diluar gerakan Roh Kudus bisa menjadi paling mematikan dari semua pengaruh-pengaruh, membuai manusia kedalam rasa aman yang salah dan semu dan kedalam sikap acuh tak acuh dan tidak berperasaan mengenai perkara-perkara spiritual vital dimana tujuan jiwanya bergantung.

Paulus memberi gambaran nubuatan ciri-ciri moral yang menjadi karakter umat manusia pada akhir zaman sekarang. “Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar.

Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah.

Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu” (2 Timotius 3:1-5).

Paulus disini mendaftar delapan belas cacat moral yang merusak kehidupan dan perilaku manusia sementara zaman menuju akhir. Dua pertama cacat moral dalam daftarnya “mencintai dirinya sendiri” dan “menjadi hamba uang.” Yang terakhir dalam daftar adalah “lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah.” Dengan pengetahuan Roh Kudus yang tidak pernah salah,

Paulus menunjukkan tiga tanda peradaban kita sekarang: “cinta diri sendiri,” ” cinta uang,” “cinta kesenangan.”

Diantara ini ada lima belas ciri lain kemerosotan moral, dimana semuanya dimanifestasikan dalam abad ke dua puluh satu lebih terbuka dan dengan skala lebih besar dibanding periode sejarah dunia sebelumnya.

Namun aspek yang paling menantang dari semua situasi ini, ditengah merosotnya moral universal, agama tetap ada. Setelah mendaftar delapan belas cacat moral ini, Paulus menambahkan, “…Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya.”

Dengan kata lain, orang-orang yang bersalah karena dosa-dosa moral ini bukan orang-orang tanpa agama. Mereka memiliki kesalehan atau keilahian -agama -namun agama yang dimana tidak ada ruang untuk hadirat dan kuasa Roh Kudus. Akibatnya, tidak ada sensitifitas pada hal-hal spiritual; tidak ada kesadaran dasar realitas-realitas spiritual; tidak ada keyakinan dosa, kebenaran, atau penghukuman.

Oleh karena itu memberitakan injil tanpa pengaruh Roh Kudus yang menyertai sama sekali usaha sia-sia…tak berguna.
Mempresentasikan perbaikan, penyembuhan atau penolong kepada orang-orang yang tidak punya kesadaran akan kebutuhannya; penyembuhan kepada orang-orang yang tidak memiliki kesadaran lagi sakit. Reaksi satu-satunya yang dihasilkan adalah sikap acuh tak acuh.

Musuh terbesar aktifitas evangelistik bukan sekte-sekte palsu. Materialisme dan sikap acuh tak acuh. Satu-satunya kuasa yang bisa menghancurkan penghalang materialisme adalah kuasa Roh Kudus. “Dan kalau Ia (Roh Kudus) datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman” (Yohanes 16:8).

Bukan hanya berkotbah yang dibutuhkan dunia; melainkan kotbah seperti gereja mula-mula -kotbah oleh Roh Kudus, yang diutus dari surga.

Mari kita lihat contoh-contoh pemberitaan injil yang dicatat dalam Kitab Kisah Para Rasul dan hasil-hasil yang dihasilkan.

Pada Hari Pentakosta, sebelum datangnya Roh Kudus, 120 orang percaya di ruang atas di Yerusalem tidak mengesankan, sekelompok minoritas yang tidak berpengaruh. Namun setelah mereka dipenuhi dengan Roh Kudus, Petrus berdiri dan menyampaikan kotbah kepada kumpulan beberapa ribu orang Yahudi yang berkumpul. Apa hasil-hasil dari pemberitaan injil ini? “Ketika mereka mendengar hal itu hati mereka sangat terharu, lalu mereka bertanya kepada Petrus dan rasul-rasul yang lain: “Apakah yang harus kami perbuat, saudara-saudara?” (Kisah Para Rasul 2:37).

Perhatikan frasa “hati mereka sangat terharu.” Terharu dalam hati ini adalah hasil kerja Roh Kudus yang Yesus katakan sebelumnya: “Dan kalau Ia (Roh Kudus) datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman” (Yohanes 16:8).

Akibat dari keyakinan ini, tiga ribu orang Yahudi yang belum percaya bertobat, mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan dibaptis.

Namun, penting untuk ditekankan hasil-hasil ini tidak dicapai melalui manifestasi supernatural saja, melainkan melalui manifestasi yang diikuti dengan pemberitaan Firman Allah. “Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil” (1 Korintus 1:21).

Allah sudah mentahbiskan manusia harus diselamatkan dengan cara menyaksikan mujizat-mujizat atau dengan mendengar ucapan-ucapan nubuatan. Manifestasi-manifestasi supernatural ini berfungsi menarik perhatian manusia dan membuka hati mereka kepada kebenaran. Namun hanya melalui pemberitaan Firman Allah manusia diselamatkan.

Ini mengkonfirmasi pernyataan Paulus bahwa “pedang Roh…firman Allah” (Efesus 6:17).

Jika Petrus tidak berdiri pada Hari Pentakosta dan memberitakan pesan dari Firman Allah, kuasa Roh Kudus akan tetap hadir dengan murid-murid. Namun Ia akan ada tanpa pedang untuk diayunkan. Akan ada orang-orang belum percaya yang terpesona dan takjub, namun tidak akan ada respon. Pedang tajam bermata dua Firman Allah, diayunkan oleh Roh Kudus melalui bibir Petrus, yang membuat hati orang-orang tidak percaya ini terharu dan membawa mereka pada keyakinan yang begitu dalam.

Hampir setengah dari kotbah Petrus mengutip dari Perjanjian Lama. Begitu besar dampak Firman tertulis Allah ketika di tekan ke hati manusia melalui kuasa Roh Kudus.

Dalam Kisah Para Rasul 6 dan 7 kita membaca bagaimana Stefanus dituduh menista agama dan didakwa dihadapan Mahkamah Agama Yahudi di Yerusalem.

Pada pembukaan persidangan Stefanus sebagai tertuduh, dan anggota-anggota Mahkamah Agama sebagai penuduh. Namun sebelum persidangan ditutup peran ini berbalik.

Sementara Stefanus, dibawah urapan Roh Kudus, menjelaskan dan menguraikan secara terperinci kepada Mahkamah Agama Kitab Suci Perjanjian Lama yang berhubungan dengan Israel dan Mesias, Stefanus yang menjadi penuduh dan anggota-anggota Mahkamah Agama menjadi tertuduh. “Ketika anggota-anggota Mahkamah Agama itu mendengar semuanya itu, sangat tertusuk hati mereka.
Maka mereka menyambutnya dengan gertakan gigi” (Kisah Para Rasul 7:54).

Perhatikan frasa yang sama lagi: “sangat tertusuk hati mereka.” Sekali lagi kita melihat pedang Firman Allah, yang diayunkan oleh Roh Kudus, menjangkau kedalam hati mereka yang tidak percaya dan sangat melukai mereka.

Satu dari saksi-saksi pengadilan dan kemartiran Stefanus seorang muda bernama Saulus dari Tarsus. Insiden ini bukti yang berdampak pada Saulus, karena ketika Yesus menampakan diri padanya kemudian di jalan ke Damaskus, Ia berkata: “Siapakah Engkau Tuhan? Kata-Nya: “Akulah Yesus yang kauaniaya itu” (Kisah Para Rasul 9:5).

Terjemahan alternatif untuk ayat ini: “Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? Sukar bagimu menendang ke galah rangsang” (Kisah Para Rasul 26:14).

Apa “galah rangsang” ini yang Saulus mencoba dengan sia-sia lolos darinya? Galah rangsang tajam Firman Allah oleh Roh Kudus yang menekan hatinya melalui bibir Stefanus.

Kisah Para Rasul 24 menggambarkan persidangan lain dimana Paulus menjadi tertuduh, didakwa karena imannya pada Kristus, dan Feliks gubernur Romawi hakimnya. Dalam persidangan ini, sekali lagi, Roh Kudus membalik peran penuduh dan tertuduh, karena seperti Paulus “berbicara tentang kebenaran, penguasaan diri dan penghakiman yang akan datang, Feliks menjadi takut” (Kisah Para Rasul 24:25). Roh Kudus, melalui Paulus, menekan hati Feliks kebenaran-kebenaran sejati dan penghakiman ini. Gubernur Romawi yang angkuh, biasa menghadapi tahanan-tahanan yang gemetar dihadapannya, mendapatkan dirinya gemetar dalam hadirat hakim yang tidak kelihatan (Roh Kudus) dan dengan buru-buru membubarkan pengadilan tanpa membuat keputusan apapun.

Contoh-contoh dari Kitab Kisah Para Rasul ini mengilustrasi kuasa supernatural Roh Kudus untuk meyakinkan manusia akan dosa, kebenaran, dan penghakiman. Namun juga menunjukkan bahwa keyakinan tidak sama dengan menjadi percaya, tidak selalu mengarahkan menjadi percaya. Ada satu hal, Roh Kudus paling sering melakukan dengan kuasa-Nya: Ia tidak meninggalkan ruang untuk netralitas. Yesus berkata: “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan” (Matius 12:30).

Dimana kuasa meyakinkan Roh Kudus dimanifestasi, setiap orang yang datang dibawah pengaruh kuasa itu didorong untuk mengambil sikap -apakah bersama Kristus atau melawan-Nya; apakah berkumpul atau berpencar. Kompromi atau netralitas tidak dimungkinkan. “Jangan kamu menyangka bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.

Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya” (Matius 10:34-35).

Pedang yang Yesus bicarakan disini adalah pedang Firman Allah. Sementara Firman di beritakan dengan kuasa Roh Kudus, begitu tajam dan mempenetrasi sehingga tidak meninggalkan ruang untuk netralitas atau kompromi. Memisahkan bahkan antara anggota-anggota keluarga, memaksa setiap orang secara pribadi mengambil sikap, bersama Kristus atau melawan-Nya.

Kita hidup dalam peradaban yang ditandai dengan materialisme, sikap acuh tak acuh, kompromi, dan kemerosotan moral dan spiritual. Apakah ada yang bisa menahan kemerosotan ini dan membalikkan generasi kita kepada Allah?

Iya, ada satu hal yang bisa melakukan ini, dan hanya satu, kuasa Roh Kudus yang bekerja melalui Firman Allah, yang meyakinkan dunia akan dosa, kebenaran, dan penghakiman.

 

OLEH LOKA MANYA PRAWIRO.



Leave a Reply