Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Kalahkan Skema Penipuan Satan (Iblis) – Bagian 10




eBahana.com – Kita harus membuat penilaian diri yang jujur untuk mengukur tingkat seberapa mudahnya kita terpengaruh penipuan, karena hanya dengan itu kita bisa mempersenjatai diri kita melawan taktik- taktik Satan. Karakteristik-karakteristik ini tidak lengkap, namun ada ciri-ciri menonjol dari orang-orang yang mudah tertipu.

Pertama, ketergantungan seseorang pada kesan-kesan subyektif. Kesan-kesan subyektif – dibentuk oleh emosi, intuisi, dan panca indera – sering menghasilkan kesimpulan yang tidak berdasar dan tidak benar. Evaluasi subyektif dicurigai, pengaruh dari kodrat berdosa dan pikiran menyimpang kita.

Sesorang bisa berkata, “Ketika orang tertentu bernubuat untuk saya, Saya merasa begitu baik. Pesannya pasti dari Allah.” Tipe evaluasi sangat berbahaya ini karena berasal semata-mata dari sentimen rasa pribadi. Banyak ujian lebih penting harus dilakukan dibanding bagaimana kita merasa tentang sesuatu.

Beberapa orang menempatkan seluruh kepercayaan mereka pada pemimpin-pemimpin manusia, apakah mereka pastor, pendeta, nabi, atau mentor spiritual. Tidak ada pemimpin manusia yang tidak berbuat kesalahan. Mempercayai segalanya yang dikatakan siapa pun – berbahaya – tanpa memeriksanya berdasarkan Kitab Suci atau meng-uji-nya dengan cara-cara lain.

Yesus sendiri berkata bahwa nabi-nabi “palsu” akan tampil dan melakukan tanda-tanda dan mujizat-mujizat besar – kata kuncinya “palsu.” Hanya fakta bahwa suatu tanda supernatural tidak cukup sebagai jaminan otentik-nya.

Nabi-nabi palsu ada, dan Satan mampu melakukan tanda-tanda dan mujizat-mujizat juga. Siapa pun yang menerima tanda-tanda ini dengan membabi-buta dan berasumsi mereka berasal dari Allah pasti kalah terhadap penipuan.

Alkitab memperingatkan kita bahwa sebagai orang-orang percaya, kita harus mengantisipasi persekusi dan penderitaan demi iman kita. Petrus menulis, “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamu pun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa, supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah” (1 Petrus 4:1-2).

2 Timotius 3:12 begitupula mengatakan pada kita, “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya.” Penderitaan adalah realitas dari kehidupan Kristen. Allah menggunakannya untuk membentuk kita. Siapa pun yang berharap hanya pada hal-hal baik adalah nabi palsu atau individual yang sesat.

Beberapa orang di negara-negara terpencil tidak terjangkau dan tidak memiliki Alkitab; mereka hanya memiliki pengajaran- pengajaran misionaris (pekabar injil) atau penjelasan verbal injil. Allah lebih berbelas kasih kepada mereka. Namun bagi kita yang memiliki Alkitab, dan mengabaikan mempelajarinya membuat diri kita rentan pada penipuan. Dengan mempersenjatai diri kita dengan kebenaran seperti diekspresikan dalam Firman Allah, maka kita bisa menghindari penipuan. Namun jika kita tetap masa bodoh mengenai kebenaran-kebenaran dan pengajaran-pengajaran-Nya, kita mudah ditipu.

Sekarang kita sudah memiliki pengertian lebih baik dari apa yang membuat orang-orang rentan dan mudah terpengaruh penipuan, kita lebih diperlengkapi untuk mengenali kepalsuan-kepalsuan dan mencegah penipuan. Untuk menggagalkan skema-skema Satan, praktikkan empat pengamanan berikut ketika kita dicobai melalui kesombongan, ketika kita melihat tanda-tanda dan mujizat-mujizat, atau ketika perasaan kagum kita terhadap Allah menurun.

Pengamanan-pengamanan ini, berhubungan dengan hubungan pribadi intim dengan Kristus, akan menjaga kita dari penipuan dan memampukan kita mempertahankan keanggotaan kita di gereja sejati.

Pengamanan pertama ditemukan dalam 1 Petrus 5:5-6: “Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang- orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang randah hati.”

Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.” Kerendahan hati terdiri dari meninggikan Allah dan mengutamakan orang lain dari pada meninggikan diri kita sendiri. Kualitas ini penting jika kita berharap masuk kedalam hadirat Allah.

Alkitab tidak pernah berkata bahwa Allah akan membuat kita rendah hati; itu tanggung jawab kita. Orang-orang bisa berkotbah kepada kita dan berdoa untuk kita, namun keputusan akhir untuk mempraktikkan kerendahan hati harus dari kita sendiri. Mazmur 25:8-9 memberi dorongan: “TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat.

Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati.” Terima kasih untuk kasih karunia-Nya bahwa Tuhan mengajar orang- orang berdosa. Allah tidak menerima murid-murid berdasarkan kualifikasi intelektual, melainkan karakter. Banyak orang bisa masuk sekolah Alkitab atau seminari, namun mereka tidak bisa masuk kelas-kelas di sekolah Allah kecuali mereka merendahkan diri mereka.

Pengamanan kedua berawal dari peringatan dalam 2 Tesalonika 2:9: “Kedatangan si pendurhaka (Antikristus) itu adalah pekerjaan Iblis, dan akan disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu.”

Jangan pernah meremehkan kemampuan Satan menghasilkan kuasa, tanda-tanda, dan mujizat-mujizat. Sebagian besar kelompok karismatik mengatribusi apa pun yang supernatural pada Allah, itu sebabnya kita bisa mengidentifikasi gerakkan karismatik sebagai kemungkinan tempat untuk datangnya Antikristus.

Bagaimana kita bisa melindungi diri kita sendiri dari penipuan tanda- tanda dan mujizat-mujizat supernatural Satan? Kita harus menerima dan mengasihi kebenaran.

Dalam 2 Tesalonika 2:10, kita melihat bahwa “…dengan rupa-rupa tipu daya jahat terhadap orang-orang yang harus binasa karena mereka tidak menerima dan mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan mereka.” Allah menawarkan kasih akan kebenaran, dan kita harus menerimanya untuk diselamatkan. Mengkultivasi kasih akan kebenaran memerlukan lebih dari membaca Alkitab kita setiap hari, pergi ke gereja, dan mendengarkan kotbah. Berarti memiliki komitmen pada kebenaran Allah.

Bagi mereka yang menolak kasih akan kebenaran, 2 Tesalonika 2:11- 12 berkata, “Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta, supaya dihukum semua orang yang tidak percaya akan kebenaran dan yang suka kejahatan.”

Apakah Allah harus mengirim khayalan atau delusi seseorang – ada dua cara untuk berdoa: pertama, Allah bekerja melalui delusi untuk mencapai tujuan-tujuan-Nya; kedua, Allah akan melindungi kita dari mengalah pada delusi kita sendiri.

Orang-orang ter-dilusi ketika mereka diperintah atau diatur oleh kodrat jiwani. Dua kata kunci yang menarik dari kodrat jiwani adalah “damai” dan “kasih.” Setiap orang rame-rame menuntut damai – suatu kesatuan menurut Alkitab dengan kebenaran. Diluar kebenaran, damai tidak bisa ada. Dalam Yesaya 48:22, nabi menulis, “Tidak ada damai sejahtera bagi orang-orang fasik!” Firman TUHAN.” Politikus-politikus menggunakan kata damai untuk memenangkan pendukung-pendukung mereka, namun ini berkembang menjadi manipulasi, karena damai tidak datang pada kefasikan.

Kata “kasih” sering digunakan dalam gereja untuk memanipulasi individual-individual. Mereka menekankan bahwa “Allah adalah kasih,” itu benar. Namun sementara Allah mengasihi, Ia juga streng; Ia mengampuni, namun Ia juga menuntut kita bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan, pikiran-pikiran, dan kata-kata kita. Konsep sentimental Allah sebagai Bapa Natal jauh dari kebenaran dan kekudusan aktual-Nya. Lagi, Allah menghajar mereka yang Ia kasihi; Ia memenuhi janji-Nya untuk mendisiplin anak-anak-Nya.

Ketika Allah menegur kita dalam kasih, kita harus merespons dengan benar agar kita terus mengkultivasi kasih kita akan kebenaran. Ibrani 12:5-8 menjelaskan respons yang salah pada disiplin Allah: “Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: “Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi- Nya sebagai anak.”

Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?

Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang.”

Kita tidak boleh membenci dan memandang rendah atau patah semangat karena teguran Tuhan. Sementara kita menerima dan merespons dengan positif pada disiplin Allah, kita menjaga diri kita terhadap penipuan.

Takut akan Tuhan penting dalam kehidupan Kristen. Takut akan Allah, atau takut akan Tuhan,” bagi orang Kristen, adalah perasaan takut, kagum, dan hormat pada Allah. Orang fasik memiliki alasan untuk panik ketakutan pada Allah karena ia terhukum dihadapan- Nya. Mazmur 34:12-15 berkata, “Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan TUHAN akan kuajarkan kepadamu!

Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik?

Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan- ucapan yang menipu; jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya!”

Ayat tambahan mengenai takut akan Tuhan termasuk Mazmur 19:10: “Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya.” dan Ayub 28:28: “Sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi.”

Persyaratan-persyaratan takut akan Tuhan bukan intelektual, melainkan moral. Banyak orang bodoh yang pintar; kita harus meninggalkan kejahatan dan sebaliknya melakukan apa yang benar. Amsal 8:13 mengajarkan, “Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat.” Takut akan Tuhan mensyaratkan membenci kejahatan; kita harus membenci kesombongan dan arogansi. Dengan cara ini, kita tidak akan membuka celah untuk kebutaan spiritual dan penipuan.

Ketika kita takut akan Tuhan, Ia menjanjikan kita umur panjang penuh berkat dan hikmat, seperti dinyatakan dalam Amsal 9:10-11: “Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian.

Karena oleh aku umurmu diperpanjang, dan tahun-tahun hidupmu ditambah.”

Takut akan Tuhan juga memberi penghiburan dan keyakinan: “Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya.

Takut akan TUHAN adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut” (Amsal 14:26-27).

Takut akan Tuhan tidak menjamin kehidupan mudah tanpa beban, namun menjanjikan kepuasan: “Takut akan Allah mendatangkan hidup, maka orang bermalam dengan puas, tanpa ditimpa malapetaka” (Amsal 19:23).

Satu nas penting terakhir adalah gambaran nubuatan Mesias yang dipresentasi dalam pasal 11 kitab Yesaya: “Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah.

Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN” (Yesaya 11:1-2).

Ayat-ayat Perjanjian Baru mengkonfirmasi bahwa “Taruk” ini adalah Yesus Kristus, dan signifikan untuk dicatat bahwa Roh ada pada-Nya tujuh kali. Angka tujuh selalu diasosiasikan dengan Roh Kudus. Satu contoh dalam Wahyu 4:5, yang berbicara mengenai tujuh obor menyala-nyala dihadapan takhta itu : itulah ketujuh Roh Allah.

Nas diatas dalam Yesaya mengungkapkan kodrat tujuh Roh Allah. Pertama, Roh Tuhan, adalah Allah Sendiri. Kodrat-Nya digambarkan berpasangan: Roh hikmat dan pengertian, Roh nasihat dan keperkasaan, dan Roh pengenalan (pengetahuan) dan takut akan Tuhan. Pasangan terakhir ini menggarisbawahi pentingnya keseimbangan pengetahuan – yang cenderung membusungkan kebanggaan kita – dengan takut akan Tuhan, yang cenderung membuat kita rendah hati.

Takut akan Tuhan mengimbangi “kebahagiaan,” sentimen yang sering terputus dari iman. Dalam gerakkan karismatik, khususnya, orang-orang bertepuk tangan dan menari-nari dengan bergairah – ini positif hanya ketika dipasangkan dengan rasa takut dan penuh hormat pada Tuhan. Takut menyertai pertumbuhan gereja, seperti digambarkan dalam Kisah Para Rasul 9:31: “Selama beberapa waktu jemaat di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria berada dalam keadaan damai. Jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan.

Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus.” Allah menghibur kita dan membangun kita, namun kita harus takut akan Dia dengan penuh hormat.

Beberapa orang dengan salah berasumsi bahwa “diselamatkan” membuat takut akan Tuhan tidak perlu dan ketinggalan zaman. Kebalikannya, orang-orang percaya harus menghormati dan takut akan Allah lebih lagi karena harga mahal yang Ia bayar untuk menebus kita. Seperti 1 Petrus 1:17-19 katakan, “Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.

Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.”

Ketika kita menghargai takut akan Tuhan, kita menjaga terhadap kesombongan, tidak bersyukur, dan menyepelekan Allah.

Dalam 1 Korintus 2:1-3, Paulus menulis, “Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak darang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu.

Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.

Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar.”

Pada masa Paulus, kecakapan berpidato prestasi tertinggi; pembicara publik yang tidak terampil direndahkan. Untuk menunjukkan bahwa ia hanya bergantung pada Kristus dan karya penebusan-Nya di salib, Paulus menyatakan ketidakmampuan dan kelemahan dirinya.

Seperti ia tekankan dalam 2 Korintus 12:9, kekuatan Allah dibuat sempurna dalam kelemahan manusia. Allah harus membawa kita ke tempat dimana kekuatan kita gagal agar kita belajar mengandalkan kekuatan yang Ia sediakan. Jika tidak, kita akan bergantung pada diri sendiri dan bisa jatuh kedalam jeratan-jeratan kebenaran diri.

Dalam 1 Korintus 2:4-5, Paulus melanjutkan, “Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.”

Fokus pada salib penting untuk melepaskan kuasa Roh Kudus. Hanya melalui salib kita memiliki kemampuan mencapai tujuan-tujuan Allah bagi kita.

Ketika Paulus minta maaf atas kelemahan keterampilannya berbicara, ia juga minta maaf atas keterbatasan hikmatnya – dengan ini, ia maksudkan kurang menguasai filsafat Yunani. Dalam Kisah Para Rasul 17, Paulus di Athena, kota universitas yang membentuk pusat intelektual zaman kuno. Menyesuaikan diri pada pendengarnya, Paulus memberitakan kotbah intelektual, kemungkinan bahkan dengan mengutip pujangga Yunani. Hasil- hasilnya, meski demikian, sangat nominal; sedikit orang percaya pesannya.

Selanjutnya, Paulus pergi ke Korintus (lihat Kisah Para Rasul 18), kota pelabuhan besar dengan dosa dan kejahatan. Tampaknya antara Athena dan Korintus Paulus mencapai keputusannya untuk melepaskan keterampilan dan hikmat manusia dan bergantung sepenuhnya pada kekuatan Allah. Melupakan semuanya, Paulus menjadikan Kristus yang disalibkan – salib – pusat dari pesannya.

Menyerahkan klaim pribadi pada kuasa atau kemampuannya, Paulus mengijinkan Roh Kudus datang dalam kuasa untuk berbicara melalui kelemahannya. Ini terjadi ketika ia menjadikan salib fokus sentralnya.

Jika kita melatih pengamanan-pengamanan yang sudah kita bahas, akan membuat kita lebih mampu menghadapi penipuan.

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply