Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Investasi Dalam Orang-orang




eBahana.com – Untuk mengilustrasikan cara Allah menginginkan kita menggunakan semua yang Ia sediakan bagi kita, mari kita sekarang melihat satu perumpamaan yang sangat tidak biasa yang Yesus sampaikan – Perumpamaan bendahara yang cerdik. Kadang-kadang disebut sebagai Perumpamaan pengurus yang tidak adil. Apa yang tidak biasa tentang perumpamaan ini adalah Yesus menggunakan contoh seseorang yang melakukan sesuatu yang tidak etikal dan salah. Namun, Yesus menjunjung orang itu sebagai contoh yang harus kita ikuti.

Mari kita lihat lebih dulu perumpamaannya, dan dalam cara apa orang ini menjadi contoh bagi kita untuk diikuti – secara spesifik dalam penggunaan uang. Perumpamaan tersebut ditemukan dalam Lukas 16:1-9: “Dan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya.

Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara.

Bendahara itu berkata dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu.

Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka.

Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku?

Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan.

Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul.

Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang.

Dan Aku berkata kepadamu: lihatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kasih abadi.”

Ayat terakhir adalah aplikasinya. Kata-kata Yesus dialamatkan kepada kita juga orang-orang percaya. “Dan Aku berkata kepadamu: lihatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon (kekayaan) itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kasih abadi.” Berdasarkan pola bendahara yang tidak jujur.

Karena ia akan kehilangan pekerjaannya dan tidak mampu mengurus dirinya sendiri lagi, ia ingin orang-orang lain menerimanya di rumah mereka. Jadi ia memanggil mereka dan mengurangi hutang mereka kepada tuannya. Dengan kata lain, mereka berhutang padanya untuk itu. Lalu, ketika ia di pecat dari pekerjaannya, ia bisa pergi dan berkata, “Dengarlah, saya menyelamatkan empat ratus tempayan minyak zaitun, atau dua ratus gantang gandum. Jadi sekarang terima saya dan urus saya, karena saya tidak bisa mengurus diri saya sendiri.”

Itu kisahnya – Yesus mengacu pada bendahara ini sebagai cerdik. Sebetulnya, Yesus berkata, “Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang.”

Yesus memuji bendahara ini – bukan karena ia tidak jujur, karena ia cerdik. Dalam cara apa? Ia mengakui suatu hari kekuatannya dan sumber dayanya akan gagal. Itu juga benar dengan kita. Suatu hari kekuatan dan sumber daya kita akan gagal. Suatu hari kita tidak akan bisa kerja. Suatu hari mungkin kita tidak akan bisa menerima tanggung jawab untuk diri kita sendiri.

Jadi apa yang bendahara lakukan? Sementara ia masih memiliki uang – dan bukan uangnya namun uang tuannya, meski ia yang mengaturnya – ia menginvestasikannya dalam orang-orang yang akan menerimanya ketika sumber dayanya sendiri gagal.

Pada akhirnya investasi uang terbaik adalah dalam orang-orang, bukan dalam benda-benda. Camkan dipikiran.

Mari kita sekarang mengaplikasikan perumpamaan ini pada penggunaan uang kita sebagai orang Kristen.

Pertama, kita perlu menyadari bahwa uang kita bukan benar-benar uang kita. Kita hanya bendahara. Di komitmenkan pada kita oleh Allah namun bukan milik kita. Kita dalam posisi sama dengan bendahara itu.

Kedua, uang kita hanya bisa kita gunakan untuk waktu yang terbatas. Suatu hari kita akan menjadi seperti bendahara itu. Kita akan sampai pada akhir dari apa yang kita lakukan untuk diri kita sendiri.

Ketiga, jika kita menginvestasikan uang kita hanya dalam hal-hal temporer (fana), kita tidak akan mendapat “hasil kekal” darinya. Ketika kita dipecat dari pekerjaan kita, sesuai analogi bendahara diatas, kita tidak punya tempat untuk pergi. Kita sudah menggunakan uang kita dan tidak ada sisanya.

Keempat, jika kita menginvestasikan uang kita dalam kesejahteraan kekal manusia, mereka akan berada disana menyambut kita ketika kita keluar berpindah dari “waktu” kedalam “kekekalan.” Yesus berkata, “Mereka akan menerima engkau didalam tempat kekekalan.”

Ini esensi riil dari perumpamaan ini: bahwa kita bisa menginvestasikan uang kita dalam orang-orang sekarang, dalam waktu, dengan cara begitu rupa sehingga mereka berhutang pada kita. Suatu hari, ketika kita berpindah keluar dari waktu kedalam kekekalan, mereka akan berada disana untuk menyambut kita.
Mereka akan berkata, “uangmu yang memungkinkan saya sampai ke surga. Saya di sini untuk menyambut engkau. Terima kasih atas caramu menggunakan uang.”

Bisakah kita melihat prinsipnya? Investasi uang kita dalam orang- orang dan kesejahteraan kekal mereka. Suatu hari ketika kita tidak memiliki pekerjaan dan kita sampai pada akhir kekuatan kita dan sumberdaya kita, ketika kita melangkah keluar dari waktu kedalam kekekalan, akan ada orang-orang disana menyambut kita. Kenapa? Karena kita menginvestasikan uang kita dalam orang-orang, bukan dalam benda-benda yang fana. Bukan dalam diri kita sendiri, namun dalam kesejahteraan kekal orang-orang. Itu investasi terbaik yang kita bisa buat dari uang kita.

Mari dengan singkat kita presentasikan tiga cara dimana kita bisa secara sah dan alkitabiah menginvestasikan uang kita dalam orang- orang.

Kita bisa menginvestasikan uang kita untuk menolong orang miskin – khususnya janda-janda dan yatim piatu. Dari awal hingga akhir ini tema utama kebenaran Allah – apakah dalam patriark, dibawah Hukum Musa, dalam nabi-nabi atau dalam Perjanjian Baru.

Berbicara secara umum, kita sebagai orang Kristen sudah meninggalkan sama sekali bagian vital iman kita dan tugas kita – mengurus mereka yang tak seorang pun perduli.

Mari kita lihat Ayub, sebagai contoh. Dalam Ayub 31, kita mendengar sementara ia berlatih mengucapkan daftar dosa yang ia tidak bersalah dan tidak lakukan. Banyak orang Kristen bersalah dalam dosa-dosa ini. Mari kita lihat sedikit dari pasal ini: “Jikalau aku pernah menolak keinginan orang-orang kecil, menyebabkan mata seorang janda menjadi pudar, atau memakan makananku seorang diri, sedang anak yatim tidak turut memakannya…..” (Ayub 31:16- 17).

Perhatikan tiga kelompok orang disana; orang miskin, janda-janda, yatim piatu. Ayub berkata, “Jika aku belum melakukan apa yang seharusnya aku lakukan terhadap mereka, aku seorang berdosa.
Aku sudah gagal dalam kewajiban-kewajiban dasarku.” Lalu ia mengatakan – dan menegaskan kebenarannya sendiri, ” – malah sejak mudanya aku membesarkan dia seperti seorang ayah, dan sejak kandungan ibunya aku membimbing dia – ; jikalau aku melihat orang mati karena tidak ada pakaian, atau orang miskin yang tidak memiliki selimut, dan pinggangnya tidak meminta berkat bagiku, dan tidak dipanaskannya tubuhnya dengan kulit bulu dombaku; jikalau aku mengangkat tanganku melawan anak yatim, karena dipintu gerbang aku melihat ada yang membantu aku, maka biarlah tulang belikatku lepas dari bahuku, dan lenganku dipatahkan dari persendiannya” (Ayub 31:18-22).

Ayub belum gagal mengurus orang-orang yang tidak memiliki makanan atau pakaian atau keluarga. Ia berkata: jika lenganku tidak terlibat secara terus menerus dalam perbuatan-perbuatan belas kasih dan kedermawanan, maka bahkan lenganku tidak tersambung dengan tubuhku.

Itu titik pandang berbeda dari kebanyakan dari kita hari ini. Ini standar kebenaran patriark sebelum Hukum Musa dan bahkan sebelum Injil.

Allah mensyaratkan kita untuk merestorasi kebenaran ini dalam Gereja. Allah mengkonfrontasi Gereja hari ini dengan kegagalannya melakukan hal-hal yang dasar. Ini bukan sesuatu khusus untuk segelintir orang-orang khusus. Ini sesuatu yang Allah harapkan dari setiap hamba-Nya yang memiliki komitmen. Setiap orang percaya. Kita bisa membayangkan jika Gereja, orang-orang Kristen secara keseluruhan, menerima tanggung jawab ini dan dalam ketulusan kasih dan keprihatinan dan belas kasih, menjangkau orang miskin, tertindas, janda-janda, yatim piatu, orang-orang yang dunia tidak perduli, kita akan melihat pembalikan besar orang-orang kepada Allah, karena ini bukan apa yang orang-orang asosiasikan dengan Gereja. Mereka mengasosiasikan Gereja dengan bangunan- bangunan agamawi dan kotbah-kotbah dan “persembahan misi, ” namun mereka tidak melihatnya dilakukan diantara orang-orang yang mereka temui setiap hari.

Ketika kita merespons keluar dari belas kasih Allah pada kebutuhan orang-orang, menghasilkan respons yang sangat berbeda dibanding ketika kita hanya “bersaksi” atau mencoba “memenangkan jiwa.” Orang-orang sangat curiga pada itu. Namun berbeda jika kita mendekati mereka dengan belas kasih riil – tanpa berharap mendapatkan kembali apapun atau menambah anggota gereja atau menambah jemaat. Jika kita hanya membuka hati kita dengan kasih riil dan belas kasih kepada orang miskin yang menderita, tertindas, membutuhkan, mereka mengetahuinya.

Dalam dunia hari ini ada begitu banyak ketidakadilan. Ada begitu sedikit keadilan yang riil bagi orang-orang yang tidak memiliki pengacara dan yang tidak mampu mengurus kasus-kasus mereka ke pengadilan, dan yang bahkan tidak tahu bagaimana membaca dokumen legal. Mereka tertindas dan mereka terus menerus dirugikan. Dikatakan orang kaya bertambah kaya dan orang miskin bertambah miskin. Orang kaya yang tambah kaya dengan mengabaikan orang miskin, tidak memiliki hati nurani yang baik.

Kita bisa menyelamatkan satu kehidupan, dari degradasi dan rasa malu. Kita mungkin bisa menyediakan rumah Kristen atau pendidikan Kristen. Orang-orang yang kita dukung suatu hari bisa memenangkan jiwa-jiwa untuk Tuhan. Dan dalam kekekalan jiwa- jiwa itu menambah upah kita. Investasi kita yang memungkinkan ini.

Kedua, kita bisa menginvestasikan uang kita dalam orang-orang dengan membayar kembali hutang kita kepada orang-orang Yahudi.

Semua orang Kristen yang percaya Alkitab punya tanggung jawab ini, namun sayangnya satu yang banyak orang abaikan: tanggung jawab kita kepada orang-orang Yahudi. Untuk mengerti ini kita perlu memulai dengan kata-kata Yesus Sendiri. Dalam Injil Yohanes, Yesus berbicara kepada perempuan Samaria yang Ia temui di sumur Yakub dan Ia berkata: “Kamu (orang-orang Samaria) menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami (orang-orang Yahudi) menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi” (Yohanes 4:22).

Ini pernyataan dasar besar yang penting, khususnya datang dari mulut Juru Selamat Sendiri. “Keselamatan adalah dari orang-orang Yahudi.” Mungkin kita belum pernah benar-benar mempertimbangkan itu. Dan namun jika kita tidak mempertimbangkannya, ini sebuah fakta sejarah yang tidak bisa disanggah.

Seandainya tidak ada orang-orang Yahudi dalam sejarah. Apa akibat- akibatnya? Tidak akan ada patriark, tidak ada nabi-nabi, tidak ada rasul-rasul. Camkan itu di pikiran – setiap rasul Perjanjian Baru adalah orang Yahudi. Tidak akan ada Alkitab – hampir setiap kitab dalam Alkitab ditulis oleh orang Yahudi. Dan terakhir, tidak ada Juru Selamat karena, ingat, Yesus melalui kelahiran-Nya sebagai manusia adalah orang Yahudi. Bagaimana kita bisa hidup tanpa patriark- patriark, nabi-nabi, rasul-rasul, Alkitab atau Juru Selamat? Jelas – tidak akan ada keselamatan.

Semua orang Kristen yang percaya Alkitab dari bangsa-bangsa lain berhutang seluruh warisan spiritual mereka kepada orang-orang Yahudi. Kita berhutang kepada mereka hutang yang tak terhitung besarnya – satu bangsa itu adalah saluran melaluinya Allah menyediakan semua berkat-berkat itu kepada semua bangsa lain.

Banyak dari kita mengabaikan bahwa Allah hari ini mensyaratkan semua dari kita untuk mengakui hutang kita kepada orang-orang Yahudi dan untuk melakukan sesuatu mengenai membayarnya kembali. Baca apa yang Paulus katakan dalam Roma 11, sementara ia menulis secara spesifik kepada orang-orang percaya non-Yahudi (bangsa-bangsa lain).

“Sebab sama seperti kamu (orang-orang non-Yahudi) dahulu tidak taat kepada Allah, tetapi sekarang beroleh kemurahan oleh ketidaktaatan mereka, demikian juga mereka (orang-orang Yahudi) sekarang tidak taat, supaya oleh kemurahan (belas kasih orang- orang non-Yahudi) yang telah kamu peroleh, mereka juga akan beroleh kemurahan” (Roma 11:30-31).

Ketidaktaatan orang-orang Yahudi yang menyebabkan mereka menolak Yesus dan penolakkan dan penyaliban Yesus yang membuat keselamatan tersedia bagi semua bangsa-bangsa lain.

Frasa “melalui belas kasih” bisa di interpretasi lebih dari satu cara. Bisa “melalui belas kasih yang kita terima dari Allah” atau bisa “melalui belas kasih yang kita tunjukkan sebagai balasan.” Bagi kita orang-orang non-Yahudi sudah diberikan belas kasih Allah yang datang melalui ketidaktaatan orang-orang Yahudi; namun sementara kita menerima belas kasih dari Allah kita diwajibkan menunjukkan belas kasih. Kita diwajibkan menunjukkan belas kasih terhadap orang-orang Yahudi yang melaluinya belas kasih-Nya datang kepada kita.

Lebih jauh, dalam Roma 15, Paulus secara spesifik mengaplikasikan ini bukan hanya pada pembayaran spiritual namun pada pembayaran hutang material dan finansial. Ini yang ia katakan, dan ia berbicara mengenai persembahan untuk orang kudus miskin di Yerusalem, yang ia kumpulkan dari gereja-gereja orang-orang non- Yahudi.

“Sebab Makedonia dan Akhaya telah mengambil keputusan untuk menyumbangkan sesuatu kepada orang-orang miskin di antara orang-orang kudus di Yerusalem.

Keputusan itu memang telah mereka ambil, tetapi itu adalah kewajiban mereka. Sebab, jika bangsa-bangsa lain telah beroleh bagian dalam harta rohani orang Yahudi, maka wajiblah juga
bangsa-bangsa lain itu melayani orang Yahudi dengan harta duniawi mereka” (Roma 15:26-27).

Apakah kita pernah memperhatikan nas ini, atau mendengarnya, atau mengertinya. Bukan hanya sesuatu yang kita lakukan tanpa kewajiban apapun, namun kita berhutangnya. Mari kita baca lagi: “Sebab, jika bangsa-bangsa lain telah beroleh bagian dalam harta rohani orang Yahudi, maka wajiblah juga bangsa-bangsa lain itu melayani orang Yahudi dengan harta duniawi mereka.”

Tuntutan itu apa yang dihutangi kepada orang-orang Yahudi ada dalam Perjanjian Baru. Sayangnya selama berabad-abad banyak orang Kristen, jauh dari keinginan membayar hutang mereka kepada orang-orang Yahudi, jumlahnya sudah bunga berbunga berkali-kali lipat. Banyak orang Kristen hari ini patut disesalkan masa bodoh terhadap sejarah masa lalu Gereja Kristen. Akibatnya, mereka tidak menyadari buruknya cara dimana kita orang-orang Kristen sudah melipatkan jumlah hutang kita kepada orang-orang Yahudi.

Sedikit orang-orang Kristen non-Yahudi menyadari sudah mendarah daging, namun jarang dinyatakan. Orang-orang Yahudi sudah menderita persekusi dalam banyak bentuk dari banyak bangsa yang berbeda, namun – dalam pandangan mereka mengenai sejarah – persekutor mereka yang paling kejam dan paling konsisten adalah orang-orang Kristen. Sebelum kita menolak pandangan ini sebagai tidak benar atau tidak adil, mari kita lihat sedikit fakta-fakta sejarah yang mendasarinya.

Pada Abad Pertengahan orang-orang yang ikut Perang Salib, dalam perjalanan mereka melalui Eropa untuk “membebaskan” Tanah Suci, membantai seluruh komunitas-komunitas Yahudi – laki-laki, perempuan dan anak-anak – berjumlah ratusan. Kemudian, ketika mereka berhasil menguasai Yerusalem, mereka menumpahkan lebih banyak darah dan mempertontonkan kekejaman lebih dibanding banyak penakluk-penakluk Yerusalem sebelum mereka – kecuali mungkin tentara-tentara Romawi dibawah Titus. Semua ini dalam nama Kristus dan dengan salib sebagai lambang suci mereka.

Kemudian masih, di kampung-kampung kumuh Yahudi di Eropa dan Rusia, pendeta-pendeta Kristen membawa salib dengan patung Kristus memimpin massa melawan komunitas-komunitas Yahudi – merampok dan membakar rumah-rumah mereka dan sinagoge- sinagoge mereka, memperkosa perempuan-perempuan mereka dan membunuh mereka yang mencoba melindungi diri. Justifikasi mereka untuk ini adalah orang-orang Yahudi yang “membunuh Kristus.”

Lagi, dalam kenangan hidup, Nazi – dalam penusnahan sistemik mereka atas enam juta orang Yahudi di Eropa – menggunakan sebagai instrumen-instrumen mereka orang-orang penganut Kristen
– terutama Lutheran atau Katolik. Lebih jauh, tidak ada kelompok besar Kristen, di Eropa atau tempat lain, menyuarakan protes mereka atau mengutuk kebijakan Nazi terhadap orang-orang Yahudi. Di mata orang-orang Yahudi, ribuan orang-orang Kristen terkutuk dengan kebisuan mereka.

Untuk membatalkan efek atas orang-orang Yahudi dari pengalaman- pengalaman ini – dan tidak terhitung lainnya – membutuhkan lebih dari kotbah-kotbah. Dibutuhkan tindakkan-tindakkan – individual dan kolektif – yang secara nyata sebaik dan penuh belas kasihan seperti tindakkan-tindakkan sebelumnya yang tidak adil dan kejam.

Mari kita tanya diri kita, secara sederhana dan secara praktikal, apa yang bisa kita lakukan untuk membayar hutang kita kepada orang- orang Yahudi?

Pertama, kita bisa mengekspresikan dan mengkultivasi sikap kasih tulus untuk orang-orang Yahudi. Kebanyakan bentuk-bentuk standar “bersaksi” seperti dipraktikkan oleh orang-orang Kristen tidak menjangkau hati orang-orang Yahudi sama sekali. Sebaliknya, malah sering membangkitkan kemarahan mereka dan mengasingkan mereka. Namun luar biasa bagaimana tampak keras diluar seorang Yahudi akan luluh ketika di konfrontasi dengan kasih hangat tidak pura-pura. Selama sembilan belas abad disebar diantara bangsa- bangsa lain ada satu hal yang orang-orang Yahudi jarang hadapi – dan itu kasih.

Kedua, dalam Roma 11:11 Paulus berkata bahwa “keselamatan telah sampai kepada bangsa-bangsa lain, supaya membuat mereka (Israel) cemburu.” Ini cara signifikan lain dimana kita bisa membayar hutang kita kepada orang-orang Yahudi – dengan mendemonstrasikan kelimpahan berkat-berkat kelimpahan Allah dalam Kristus yang begitu rupa sehingga orang-orang Yahudi dibuat cemburu dan mengingini apa yang mereka lihat kita nikmati.

Ketiga, Alkitab mendorong kita mendapatkan kebaikan bagi Israel melalui doa-doa kita: “Berdoa untuk kedamaian Yerusalem: mereka akan makmur yang mengasihi engkau.”

Keempat, kita bisa mencoba membayar hutang kita kepada Israel dengan tindakkan-tindakkan kebaikan dan belas kasih praktikal.
Dalam Roma 12:6-8 Paulus mendaftar tujuh karunia berbeda yang orang-orang Kristen harus kultivasi dan lakukan.

Yang terakhir ia sebut adalah “menunjukkan belas kasih.” Tepat bagi kita orang-orang Kristen melakukan karunia ini bukan hanya terhadap orang-orang Yahudi individual, namun terhadap Israel sebagai negara. Jadi kita akan menebus atau memperbaiki kesalahan tak terhitung tindakkan-tindakkan ketidakadilan, kekejaman dan barbarisme yang sudah berabad-abad di timbulkan atas orang-orang Yahudi – sering dalam nama Kekristenan.

Camkan di pikiran bahwa apa yang kita lakukan untuk orang-orang Yahudi akan diperhitungkan seperti kita melakukannya bagi Yesus Sendiri. Dalam kisah di akhir Matius 25 ketika Raja datang untuk menghakimi bangsa-bangsa, Ia menghakimi mereka sesuai cara mereka memperlakukan saudara-saudara-Nya. Yesus berkata dalam Matius 25:40: “Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”

Apapun yang baik yang kita lakukan untuk orang-orang Yahudi, dengan motif yang benar dan dengan hati murni, suatu hari akan diperhitungkan dalam catatan upah kita sebagai dilakukan untuk Tuhan Yesus Sendiri.

Cara ketiga menginvestasikan uang kita dalam orang-orang adalah dengan memberitakan Injil kepada seluruh bangsa di dunia.

Tanggung jawab bidang ini satu yang menjangkau secara harfiah ke ujung-ujung bumi: “tanggung jawab kita kepada semua bangsa- bangsa. Kita mulai dengan amanat terakhir Yesus sementara Ia memberinya kepada murid-murid-Nya setelah kebangkitan-Nya di akhir injil Matius.

“Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.

Karena itu pergilah, jadikanlah ‘semua’ bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintah-Kan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:18-20).

Itu amanat Yesus terakhir. Di akhir pelayanan-Nya di bumi apa yang Ia katakan pada murid-murid-Nya? Ia berkata: “Pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” Segala kuasa di surga dan bumi sudah diberikan kepada-Ku. “Implikasinya, Ia berkata: “Melalui kematian dan kebangkitan-Ku, Aku sudah memperoleh kembali untuk kamu otoritas yang hilang karena kejatuhan dan pelanggaran manusia. Sekarang kamu dalam posisi melaksanakan otoritas itu mewakili Aku dan dalam nama-Ku.” Lalu Ia berkata: “Cara dimana Aku ingin kamu melaksanakan otoritas ini pergilah dan jadikanlah segala bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintah-Kan kepadamu.”

Ia menutup dengan kata-kata: “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Ada janji. Namun janji itu hanya berlaku bagi mereka yang mentaati perintah-Nya. Ia berkata: “Pergilah dan jadikanlah murid-murid, dan Aku akan menyertaimu.” Kehadiran-Nya yang terus menerus dengan kita tergantung pada kesediaan kita untuk pergi dan melakukan apa yang Ia katakan.

Di akhir injil Markus kita menerima amanat serupa. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.

Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” (Markus 16:15-16). Itu amanat besar. Tujuan semua jiwa-jiwa di seluruh dunia dalam tangan kita sebagai murid-murid Yesus. Kita harus pergi dan mempresentasikan kepada mereka kesempatan untuk diselamatkan. Apa yang mereka lakukan dengan kesempatan itu tanggung jawab mereka, namun tanggung jawab kita memberi kesempatan tersedia untuk mereka.
Cara mereka merespons kepada pesan Injil akan menentukan tujuan kekekalan mereka. Namun bagaimana kita menjawab kepada Allah jika kita tidak pernah memberi mereka kesempatan untuk membuat komitmen kepada Injil?

Murid-muri pertama dengan jelas mengerti apa yang Yesus maksud dan bertindak atasnya. Dua ayat terakhir Markus 16:19-20 mengatakan: “Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk disebelah kanan Allah.

Mereka pun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda- tanda yang menyertainya.”

Signifikan Yesus duduk. Ia duduk karena Ia sudah menyelesaikan tugas-Nya. Ini ditekankan juga dalam surat kepada orang-orang Ibrani. Setelah Ia menyerahkan satu korban untuk dosa selama- lamanya Ia duduk (Ibrani 1:3). Ia duduk karena tanggungjawab-Nya sudah dipenuhi. Lalu tanggung jawab murid-murid dimulai. Ketika Yesus duduk, giliran mereka untuk pergi dan mulai melakukan apa yang Ia perintahkan. Ia mentahbiskan untuk mereka, dan untuk seluruh umat manusia, kemungkinan keselamatan kekal – pengampunan dosa, kehidupan kekal, diterima Allah. Itu tanggung jawab-Nya.; Ia sudah memenuhi-Nya. Sekarang Ia menyerahkan tanggung jawab kepada murid-murid-Nya dan mereka mengerti apa yang Ia maksud. Mereka pergi dan memberitakan disegala penjuru. Dan dikatakan karena mereka mentaati amanat Yesus, Allah meneguhkan kata-kata mereka dengan tanda-tanda yang mengikutinya.

Beberapa orang mengatakan tanda-tanda tidak mengikuti hari ini. Namun dalam praktiknya tanda-tanda tidak dijanjikan bagi mereka yang duduk di bangku gereja. Tanda-tanda dijanjikan bagi mereka yang pergi dan memberitakan Injil kemana-mana. Sangat sulit mengikuti mobil yang diparkir. Banyak orang Kristen hari ini seperti mobil-mobil yang diparkir. Diparkir di beberapa bangku gereja, di parkir di beberapa tempat dimana mereka tidak menerima tanggung jawab riil bagi seluruh dunia, dimana seolah-olah kata- kata Yesus tidak pernah diucapkan.

Satu prinsip dalam perintah militer. Ketika satu perintah diberikan, tidak pernah ditarik, dan selalu dilaksanakan sampai dibatalkan atau

diganti dengan perintah lain. Lebih dari dua puluh abad yang lalu, Yesus berkata, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” Perintah-perintah itu belum pernah dibatalkan: belum pernah diganti dengan perintah-perintah lain. Masih valid bagi kita hari ini seperti didengar oleh murid-murid pertama. Dan jika murid-murid pertama belum melakukan apa yang Yesus katakan, mereka sudah bersalah karena ketidaktaatan. Jika kita tidak melakukan apa yang Yesus katakan, kita juga bersalah karena ketidaktaatan.

Sekarang kita akan melanjutkan melihat kata-kata terakhir Yesus yang diucapkan di bumi sebelum Ia terangkat ke surga. Ini ditemukan dalam pasal pertama Kisah Para Rasul. Kitab Suci berkata mengenai pertemuan-Nya dengan murid-murid:

“Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?”

Jawab-Nya: “Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya.

Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kisah Para Rasul 1:6-8).

Kitab Suci berkata ketika Yesus selesai mengucapkan kata-kata itu, Ia terangkat ke atas dan awan menutupi-Nya dari pandangan mereka. Apa kata-kata terakhir yang Ia ucapkan? “sampai ke ujung bumi.” Ia bermaksud kata-kata itu direkam di pikiran mereka dengan kekuatan khusus. Kata-kata terakhir yang mereka pernah dengar dari mulut-Nya sebelum Ia terangkat dan hilang dari pandangan mereka adalah “sampai ke ujung bumi.” Itu dimana hati Tuhan. Ia prihatin seluruh dunia harus mendengar Kabar Baik bahwa Ia sudah mati dan dibangkitkan dari mati dan membuat mungkin keselamatan.

Murid-murid prihatin dengan tema-tema nubuatan. Mereka ingin tahu jika ini waktunya bagi Kerajaan direstorasi pada Israel.
Tentunya, itu pertanyaan penting bagi orang-orang percaya Yahudi. Ia berkata: “Jangan terlalu kuatir mengenai itu. Kamu lakukan apa yang Aku katakan padamu. Kamu urus urusanmu; Bapa akan mengurus urusan-Nya.

Kata-kata itu, juga valid untuk kita hari ini seperti untuk murid- murid pertama, dan sementara kita mempertimbangkan kewajiban- kewajiban kita sebagai orang Kristen untuk membawa pesan Injil ke seluruh bangsa-bangsa dan ke ujung-ujung bumi.

Paulus berkata dalam Roma 1:14-15: “Aku berhutang baik kepada orang Yunani, maupun kepada orang bukan Yunani, baik kepada orang terpelajar, maupun kepada orang-orang tidak terpelajar.

Itulah sebabnya aku ingin untuk memberitakan Injil kepada kamu juga yang diam di Roma.”

Paulus berkata ia berhutang (berkewajiban). Dengan kata lain, ia mempunyai hutang – hutang kepada orang-orang Yunani (terpelajar), kepada orang-orang bukan Yunani (orang-orang yang tidak terpelajar, yang tidak bisa membaca atau menulis), kepada yang bijaksana (canggih, terkultivasi, dan berbakat), dan kepada orang-orang bodoh (orang-orang yang tidak punya apa-apa). Paulus berkata, “Tidak jadi masalah jenis orang apa mereka, apakah mereka orang-orang baik yang kemungkinan merespons atau tidak merespons.” Ia berkata, “Itu bukan urusanku. Urusanku adalah menyampaikan Injil. Apa yang mereka lakukan dengannya urusan mereka.”

Kata-kata itu tidak berlaku hanya pada Paulus. Berlaku juga bagi setiap orang Kristen. Setiap dari kita memiliki kewajiban. Orang- orang Yunani, bukan Yunani, bijaksana, bodoh. Tidak jadi masalah jenis orang-orang apa mereka. Itu bukan tanggung jawab kita.
Bukan tanggung jawab kita apa yang mereka lakukan dengan Injil. Itu tanggung jawab mereka. Tetapi tanggung jawab kita menyampaikan Injil kepada mereka.

Kita semua tidak bisa menjadi evangelis, membawa Injil ke bagian- bagian paling ujung dunia. Namun kita semua bisa memiliki komitmen untuk terlibat. Tanggung jawab kolektif seluruh Gereja Yesus Kristus.

Mari kita melihat visi Yohanes mengenai orang-orang yang ditebus dalam kemuliaan dalam kitab Wahyu: “Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: “Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa.

Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi” (Wahyu 5:9-10).

Ketika orang-orang yang ditebus selesai dilaksanakan, harus ada perwakilan diantara mereka dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa. Gereja Yesus Kristus tidak bisa lengkap selesai sampai ada sedikitnya satu perwakilan dalamnya dari setiap suku, bahasa, kaum dan bangsa. Jika kita menginvestasikan uang kita dalam pemberitaan pesan Injil khususnya kepada suku-suku itu, bahasa-bahasa dan bangsa-bangsa yang belum pernah menerima Injil, maka dari mereka akan datang orang-orang yang ditebus melalui iman mereka dalam Kristus. Dan suatu hari, di hadirat Allah dalam kekekalan, mereka akan diperhitungkan dalam catatan upah kita. Mereka akan ada disana untuk menyambut kita kedalam rumah kekal, karena kita dengan bijaksana menginvestasikan uang kita dalam orang-orang.

Apa sasaran kita dalam hidup? Untuk apa kita hidup? Apa yang kita inginkan dari kelimpahan Allah? Apakah kita berdoa agar Allah menyediakan semua kebutuhan kita? Apakah kita menyadari kenapa kelimpahan diberikan kepada kita? Ini yang bisa kita bagi untuk orang lain.

 

 

OLEH LOKA MANYA PRAWIRO.



Leave a Reply