Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

IMAN DAN PERBUATAN




eBahana.com – Hubungan antara iman dan perbuatan adalah subjek penting yang mengacu pada banyak nas-nas berbeda Perjanjian Baru. Namun ini pengajaran yang paling sedikit diberikan pada sebagian besar lingkungan Kristen hari ini. Akibatnya, banyak orang Kristen menjadi bingung antara hukum dan kasih karunia. Tidak sedikit orang Kristen, karena ketidak perdulian pada hal ini tersesat kedalam ajaran-ajaran salah yang meletakkan penekanan tidak alkitabiah pada mematuhi hari atau makan makanan khusus atau hal-hal serupa menurut hukum.

Apa yang kita maksud dengan “iman” atau dengan “perbuatan”? Dengan “iman” yang kita maksudkan adalah “yang kita percaya,” sedangkan dengan “perbuatan” yang kita maksudkan adalah “yang kita lakukan.”

Maka kita bisa mengekspresikan hubungan antara iman dan perbuatan seperti diajarkan dalam Perjanjian Baru dengan mengikuti kontras sederhana: iman tidak berdasarkan pada perbuatan, namun perbuatan adalah hasil dari iman. Dalam kata- kata yang lebih sederhana: apa yang kita percaya tidak berdasarkan pada apa yang kita lakukan, tetapi apa yang kita lakukan adalah hasil dari apa yang kita percaya.

Mari kita mulai dengan mempertimbangkan bagian pertama dari pernyataan ini: iman tidak berdasarkan perbuatan. Dengan kata lain, apa yang kita percaya tidak berdasarkan pada apa yang kita lakukan. Seluruh Perjanjian Baru menopang kesaksian konsisten atas kebenaran vital ini. Fakta ini didukung dengan pengalaman menit-menit terakhir penderitaan Yesus di kayu salib. “Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: “Sudah selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya” (Yohanes 19:30).

Terjemahan bahasa Yunani “Sudah selesai” adalah kata paling empatikal yang sebisa mungkin digunakan. Kata kerja yang artinya sendiri, berarti, melakukan dengan sempurna. Kita mungkin bisa mengemukakan ini dengan menerjemahkan : “dengan sempurna sempurna,” atau “dengan lengkap lengkap.” Tidak ada lagi yang dapat di lakukan.

Semua yang diperlukan untuk dilakukan membayar atau menebus hukuman dosa manusia dan membeli keselamatan bagi semua orang sudah diperoleh melalui pengorbanan dan kematian Kristus di kayu salib. Pemikiran bahwa seseorang mungkin perlu melakukan lebih daripada yang Kristus sudah lakukan, berarti menolak kesaksian Firman Allah dan mengurangi arti penebusan Kristus.

Dalam terang ini, usaha apapun oleh siapapun untuk mendapatkan keselamatan dengan perbuatan baiknya sendiri, berakibat menghina Allah Bapa maupun Allah Anak. Memberi implikasi karya penebusan dan keselamatan, yang direncanakan oleh Bapa dan dilaksanakan oleh Anak, tidak cukup atau tidak lengkap. Ini bertolak belakang dengan kesaksian yang disepakati dalam seluruh Perjanjian Baru.

Paulus terus menerus dan secara empatikal mengajarkan. Sebagai contoh, dalam Roma 4:4-5 ia berkata: “Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya. Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran.”

Perhatikan frasa “kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya.” Agar menerima keselamatan dengan iman, hal pertama yang siapapun harus lakukan adalah berhenti “berbuat”

– berhenti mencoba mendapatkan keselamatan. Keselamatan datang hanya melalui iman, tidak dengan melakukan apa-apa, namun hanya percaya. Selama manusia mencoba melakukan apapun apa saja untuk mendapatkan keselamatan, ia tidak bisa mengalami keselamatan Allah yang diterima hanya dengan iman.

Ini kesalahan besar yang dibuat Israel, seperti Paulus – sendiri sebagai orang Israel – menjelaskan. “Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran (keselamatan), tidaklah sampai kepada hukum itu. Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan” (Roma 9:31-32).

Lagi Paulus berkata mengenai Israel: “Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah” (Roma 10:3).

Kenapa Israel gagal memperoleh keselamatan yang Allah persiapkan untuk mereka? Paulus memberi dua alasan, yang saling terkait erat: pertama, “mereka mencobanya tidak dengan iman melainkan perbuatan.” Kedua, mereka berusaha “mendirikan kebenaran mereka sendiri.”

Dengan kata lain, mereka mencoba mendapatkan keselamatan dengan melakukan sendiri berdasarkan kebenaran mereka sendiri. Akibatnya, mereka yang melakukan ini tidak pernah bisa masuk kedalam keselamatan Allah. Kesalahan sama yang dibuat Israel di zaman Paulus dilakukan hari ini oleh jutaan orang Kristen di seluruh dunia.

Ada tak terhitung jumlahnya orang tulus dengan maksud baik dalam gereja-gereja Kristen dimana-mana yang merasa mereka harus melakukan sesuatu untuk “membantu” mendapatkan keselamatan mereka. Mereka membaktikan diri mereka pada hal-hal seperti doa, penebusan dosa, puasa, beramal, menyangkal diri sendiri, memperingati peraturan-peraturan gereja, tetapi semua dalam kesia-siaan. Mereka tidak pernah mendapatkan kedamaian hati yang benar dan kepastian keselamatan karena – seperti Israel dulu – mereka mencarinya tidak dengan iman melainkan perbuatan.

Orang-orang seperti itu mendirikan kebenaran mereka sendiri, dan dengan cara ini mereka gagal menyerahkannya kepada kebenaran Allah, yang hanya dengan iman dalam Kristus.

Paulus menekankan kebenaran yang sama ketika ia mengatakan pada orang-orang Kristen percaya: “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri” (Efesus 2:8-9).

Perhatikan kata kerja menunjukkan waktu yang Paulus gunakan: “kamu (sudah) diselamatkan.” Ini membuktikan bahwa dimungkinkan untuk diselamatkan dalam hidup sekarang dan untuk mengetahuinya. Keselamatan bukan sesuatu yang kita harus tunggu sampai kehidupan sesudah mati. Kita bisa diselamatkan sekarang.

Bagaimana bisa kepastian keselamatan sekarang ini diterima? Kasih karunia Allah – yaitu, belas kasih cuma-cuma Allah bagi yang berdosa dan tidak layak mendapat. Karunia ini diterima melalui iman – “bukan pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” Jika seseorang bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan keselamatan dirinya sendiri, maka ia bisa memegahkan diri atas apa yang ia sendiri sudah lakukan. Ia tidak berhutang keselamatannya seluruhnya pada Allah, tetapi berhutang, sebagian sedikitnya, pada perbuatan baik, usahanya dirinya sendiri. Tetapi ketika seseorang menerima keselamatan sebagai karunia Allah secara cuma-cuma, melalui iman, ia tidak memiliki apa-apa untuk memegahkan diri. “Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat” (Roma 3:27-28).

Dalam Roma 6:23 Paulus lagi mempresentasikan kontras antara yang kita peroleh melalui perbuatan dan yang kita terima hanya melalui iman, karena ia berkata: “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.”

Ada kontras antara dua kata “upah” dan “karunia.” Kata upah menunjukkan apa yang kita dapatkan melalui apa yang kita sudah lakukan. Dilain pihak, terjemahan kata “karunia” – dalam bahasa Yunani “charisma” – berhubungan langsung dengan bahasa Yunani “kasih karunia,” “charis.” Jadi, kata tersebut menunjukkan secara eksplisit ‘karunia kasih karunia Allah’ cuma- cuma.

Jadi, setiap dari kita di konfrontasi dengan pilihan. Di satu pihak, kita boleh memilih mengambil upah kita yang diberikan karena perbuatan kita. Namun karena perbuatan kita sendiri berdosa dan tidak berkenan pada Allah, upah yang diberikan pada kita adalah kematian – bukan hanya kematian fisikal tetapi juga dibuang selama-lamanya dari hadirat Allah.

Dilain pihak, kita boleh memilih menerima melalui iman karunia cuma-cuma Allah. Karunia ini kehidupan kekal, dan dalam Yesus Kristus. Ketika kita menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamat pribadi kita, dalam Dia kita menerima karunia kehidupan kekal. “Pada waktu itu Dia (Allah) telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus” (Titus 3:5).

Tidak ada yang lebih jelas dari ini: “bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya…” Jika kita menginginkan keselamatan, tidak bisa berdasarkan perbuatan kebenaran apapun yang kita sudah lakukan, tetapi hanya berdasarkan belas kasih Allah. Perbuatan kita harus pertama ditiadakan, agar kita boleh menerima belas kasih Allah dalam keselamatan.

Dalam bagian kedua dari ayat ini Paulus mengatakan pada kita empat efek positif mengenai cara keselamatan Allah bekerja dalam hidup kita: pertama, permandian – kita disucikan dari semua dosa kita; kedua, dilahirkan kembali – kita menjadi anak- anak Allah; ketiga, pembaharuan – kita menjadi ciptaan baru dalam Kristus; keempat, Roh Kudus – kerja Roh Allah sendiri didalam hati dan hidup kita. Tidak ada dari ini bisa dihasilkan melalui perbuatan kita, tetapi semuanya diterima hanya melalui iman dalam Kristus.

Jika keselamatan tidak berdasarkan perbuatan tetapi hanya iman semata, kita mungkin secara alamiah bertanya, “Lalu bagian apa yang diperankan oleh perbuatan dalam kehidupan orang Kristen percaya?” Jawaban yang paling jelas untuk ini dalam Perjanjian Baru diberikan oleh Yakobus. “Apakah gunanya, saudara- saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?

Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: “Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikianlah juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Tetapi mungkin ada orang berkata: “Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan”, aku akan menjawab dia: “Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku.” Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar. Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong?Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan- perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah?

Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan- perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. Dengan jalan demikian genaplah nas yang mengatakan: “Lalu percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Karena itu Abraham disebut: “Sahabat Allah.”

Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan- perbuatannya dan bukan karena hanya iman. Dan bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui jalan yang lain? Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati” (Yakobus 2:14- 26).

Dalam nas ini Yakobus memberi beberapa contoh untuk mengilustrasikan hubungan antara iman dan perbuatan- perbuatan. Ia berbicara mengenai seorang Kristen yang mengirim pergi saudara seimannya, lapar dan tidak berpakaian, dengan kata-kata penghiburan kosong tanpa makanan atau baju. Ia berbicara mengenai setan-setan yang percaya adanya satu Allah yang benar namun tidak memiliki kenyamanan, hanya ketakutan, dalam kepercayaan mereka. Ia berbicara mengenai Abraham yang menyerahkan anaknya, Ishak, sebagai korban kepada Allah. Dan ia berbicara mengenai Rahab pelacur di Yerikho yang menerima dan melindungi orang-orang yang disuruh Yosua.

Namun demikian, dalam ayat terakhir, ayat 26, Yakobus menyimpulkan ajarannya tentang hubungan antara iman dan perbuatan-perbuatan dengan contoh hubungan antara tubuh dan roh. Dia berkata, “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.”

Referensi kepada “roh” ini dalam hubungannya dengan iman, memberi kunci kepada pengertian bagaimana iman bekerja dalam kehidupan orang percaya.

Dalam 2 Korintus 4:13 Paulus berkata “Namun karena kami memiliki roh iman yang sama, seperti ada tertulis: “Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata”, maka kami juga percaya dan sebab itu kami juga berkata-kata.”

Disini Paulus menyatakan bahwa iman alkitabiah yang benar adalah sesuatu yang spiritual – roh iman. Melalui ini kita bisa mengerti contoh Yakobus mengenai tubuh dan roh.

Dalam kehidupan alamiah, selama seseorang hidup, rohnya berdiam didalam tubuhnya. Setiap tindakan dari tubuh manusia adalah ekspresi dari roh didalam dirinya. Jadi, itu sebenarnya ekistensi dan karakter dari roh didalamnya, walaupun tidak kelihatan, dengan jelas diungkapkan melalui perilaku dan tindakan-tindakan tubuhnya.

Ketika roh pada akhirnya meninggalkan tubuhnya, tubuh berhenti dari semua tindakan-tindakannya dan tidak memiliki hidup. Ketidakaktifan tubuh tanpa hidup mengindikasikan bahwa roh tidak lagi berdiam didalam tubuhnya.

Maka sama dengan roh iman didalam orang-orang Kristen yang benar. Roh iman ini hidup dan aktif. Membawa hidup Allah Sendiri, dalam Kristus, untuk berdiam didalam hati orang percaya.

Hidup Allah didalam orang percaya ini mengambil alih kendali seluruh kodratnya – keinginannya, pikirannya, kata-katanya, tindakkannya. Orang percaya tersebut mulai berpikir, berbicara, dan bertindak dalam cara baru sama sekali – cara yang sama sekali berbeda dari apa yang ia lakukan sebelumnya. Ia berkata dan melakukan hal-hal yang ia tidak bisa lakukan sebelum hidup Allah masuk, melalui iman, mengambil alih dirinya. Cara hidup barunya – “perbuatan-perbuatan” barunya seperti Yakobus menyebutnya – adalah bukti dan ekspresi iman didalam hatinya.

Tetapi jika tindakan-tindakan diluar tidak dimanifestasikan dalam hidupnya – perbuatan-perbuatannya tidak sesuai dengan iman yang ia anut – ini membuktikan tidak ada iman hidup yang riil didalamnya. Tanpa iman hidup ini, yang di ekspresikan sesuai tindakan-tindakannya, Kekristenan yang ia anut tidak lebih baik daripada tubuh mati setelah roh meninggalkannya.

Kita bisa sedikit mempertimbangkan, dalam urutan, setiap dari empat contoh yang Yakobus berikan, dan melihat bagaimana setiap contoh mengilustrasikan prinsip ini.

Pertama, Yakobus berbicara mengenai orang-orang Kristen yang melihat saudara seiman yang tidak memiliki pakaian dan lapar dan berkata kepadanya, “Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?

Sudah jelas, kata-kata orang ini tidak tulus. Jika ia benar-benar ingin melihat orang lain panas dan makan, ia sudah memberinya makanan dan pakaian. Fakta bahwa ia tidak melakukannya, mengindikasikan ia tidak benar-benar perduli. Kata-katanya kosong tanpa realita didalamnya. Jadi ketika seorang Kristen menganut iman tetapi tidak bertindak sesuai iman itu. Iman seperti itu tidak tulus, tidak berarti dan mati.

Kedua, Yakobus berbicara mengenai setan-setan, yang percaya kepada satu Allah yang benar namun gemetar. Setan-setan ini tidak menyangkal apapun ekistensi Allah, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka musuh-musuh Allah yang tidak bertobat, dibawah murka dan penghukuman-Nya. Karenanya, iman mereka tidak membawa bagi mereka kenyamanan, namun hanya ketakutan.

Ini menunjukkan iman alkitabiah yang benar selalu di ekspresikan dengan “berserah” dan “taat” kepada Allah. Iman yang terus menerus keras kepala dan tidak taat adalah iman mati yang tidak bisa menyelamatkan seseorang dari murka dan penghakiman Allah. Ketiga, Yakobus memberi kita contoh iman yang sama seperti yang diberikan oleh Paulus dalam Roma 4 – contoh Abraham. Abraham mempercayai Allah, dan “diperhitungkan…padanya sebagai kebenaran” (Kejadian 15:6).

Iman yang hidup dalam Firman Allah masuk kedalam hati Abraham. Sesudah itu, iman ini diekspresikan diluar, secara fisikal, dengan berserah dan taat terus menerus kepada Allah. Setiap tindakan ketaatan yang dilakukan Abraham mengembangkan dan menguatkan imannya dan mempersiapkannya untuk tindakkan lebih lanjut.

Ujian terakhir iman Abraham datang dalam Kejadian 22, ketika Allah minta kepadanya mempersembahkan anaknya, Ishak, sebagai korban (lihat juga Ibrani 11). “Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati” (Ibrani 11:17-19).

Pada waktu ini, dengan menjalankan ketaatan terus menerus, iman Abraham sudah bertumbuh dan menguatkan bahkan sampai tempat dimana ia benar-benar percaya bahwa Allah bisa membangkitkan dan merestorasi anaknya kepadanya dari antara orang mati. Iman ini dalam hati Abraham diekspresikan diluar, secara fisikal, dengan kehendak sempurnanya mengorbankan Ishak. Mengenai ini, Yakobus berkata: “Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan- perbuatan itu iman menjadi sempurna” (Yakobus 2:22).

Kita bisa menyimpulkan pengalaman Abraham sebagai berikut: kehidupannya dengan Allah dimulai dengan iman dalam hati dalam Firman Allah. Iman ini mengekspresikan dirinya diluar, secara fisikal, dalam penyerahan dan ketaatan hidup. Setiap tindakan ketaatan menguatkan dan mengembangkan imannya dan membuatnya siap untuk ujian berikutnya. Terakhir, kerjasama iman dan perbuatan-perbuatan dalam hidupnya ini membawanya ke klimaks imannya – sampai titik dimana ia bersedia bahkan mengorbankan Ishak.

Contoh keempat yang Yakobus berikan mengenai hubungan antara iman dan perbuatan-perbuatan adalah Rahab. Kisah Rahab berhubungan dengan pasal 2 dan 6 dalam Kitab Yosua.

Rahab seorang berdosa Kanaan hidup di kota Yerikho, yang berada dibawah murka dan penghukuman Allah. Setelah mendengar secara mujizat bagaimana Allah memimpin Israel keluar dari Mesir, Rahab menjadi percaya bahwa Allah Israel adalah Allah yang benar dan Ia akan menyerahkan Kanaan dan penduduknya ketangan umat-Nya Israel. Namun demikian, Rahab juga percaya bahwa Allah Israel cukup belas kasih dan cukup berkuasa menyelamatkan dia dan keluarganya. Ini iman yang Rahab miliki dalam hatinya.

Iman ini diekspresikan dalam dua hal yang ia lakukan. Pertama, ketika Yosua mengirim dua orang lebih dulu sebelum pasukannya kedalam Yerikho, Rahab menerima dua orang ini didalam rumahnya, menyembunyikan mereka, dan menolong mereka lolos. Dengan melakukan ini, Rahab mengambil resiko atas keselamatan hidupnya sendiri.

Kemudian, agar bisa mengklaim perlindungan Allah atas rumah dan keluarganya, dia menggantung pita merah di jendela rumahnya untuk membedakannya dari semua yang lain. Ini jendela sama yang dilalui Rahab ketika menolong dua orang sebelumnya untuk lolos.

Akibat dari dua tindakkan Rahab, rumah dan keluarganya diselamatkan dari kehancuran yang datang kemudian atas seluruh sisa dari Yerikho. Jika waktu itu Rahab percaya secara rahasia dalam hatinya pada Allah Israel namun tidak bersedia melakukan dua tindakkan yang menentukan ini, imannya sudah menjadi iman yang mati. Tidak memiliki kuasa menyelamatkan dia dari penghukuman yang turun atas Yerikho.

Pelajaran bagi kita sebagai orang-orang Kristen ada dua. Pertama, jika kita beriman pada Kristus, kita harus bersedia mengindentifikasi diri kita secara aktif dengan misi Kristus dan pemberita-pemberita Kristus, walaupun berarti pengorbanan riil pribadi, mungkin mengambil resiko atau meletakkan hidup kita. Kedua, kita harus bersedia membuat pengakuan terbuka iman kita, yang menandai kita diluar semua orang-orang yang tidak percaya disekeliling kita. Pita merah berbicara khususnya mengenai secara terbuka mengakui iman kita dalam darah Kristus untuk penebusan dan penyucian dosa kita.

Kesimpulan akhir mengenai hubungan iman dan perbuatan- perbuatan, kita bisa kembali sekali lagi pada tulisan Paulus. “karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar; karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (Filipi 2:12- 13).

Disini hubungannya jelas. Pertama, Allah mengerjakan dalam kita “kemauan” dan “untuk melakukan.” Lalu kita mengerjakan, dalam perbuatan kita, apa yang Allah pertama sudah kerjakan dalam kita.

Hal penting untuk disadari bahwa “iman datang lebih dulu”, lalu baru perbuatan-perbuatan kemudian. Kita menerima keselamatan dari Allah hanya dengan iman, tanpa perbuatan- perbuatan. Begitu sudah menerima keselamatan dengan cara ini, kita lalu mengerjakan dengan aktif dalam hidup kita – perbuatan- perbuatan kita – dengan hal-hal yang kita lakukan. Jika kita tidak dengan aktif mengerjakan keselamatan kita dengan cara ini, sesudah percaya, menunjukkan bahwa iman yang kita anut dan miliki hanya iman mati, dan kita tidak memiliki pengalaman riil keselamatan. Kita tidak menerima keselamatan dengan perbuatan-perbuatan. Namun perbuatan-perbuatan kita adalah ujian apakah iman kita riil dan cara-cara dimana iman kita bertumbuh dan menguat. Hanya iman hidup riil bisa membuat hidup Kristen riil.

 

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply