Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Jebakan Kecantikan




Penampilan yang cantik adalah saat kita merasa nyaman dengan diri sendiri. Saat kita tidak iri dengan orang lain kita akan lebih cantik (Dian Sastrowardoyo).

 

Kecantikan selalu dan sangat melekat pada perempuan. Karena itu, banyak perempuan ingin menjadi cantik karena kecantikan sudah menjadi “ideologi” transnasional, sehingga setiap daerah, bahkan negara mempunyai makna kecantikan yang seragam dan industri serta iklan kecantikan membuat perempuan “berlomba-lomba” untuk tampil cantik.

Penunggalan Makna

Kecantikan Fisik. Ambrose Bierce berpendapat bahwa laki-laki sama dengan pemikiran dan kepribadiannya. Wajah atau apa pun yang dipakai kurang begitu penting. Perempuan dinilai dari wajah dan tubuhnya, bukan pemikiran dan kepribadiannya. Dengan pendapat tersebut, perempuan berusaha menyesuaikan karena “ukuran” kecantikan, yang tunggal, yang tengah berlaku, yaitu kecantikan fisik (wajah). Dengan “ukuran” yang semacam itu, perempuan sering dilibatkan dalam promosi industri kosmetik atau diselenggarakannya pemilihan ratu kecantikan, misal, dari tingkat nasional sampai internasional.

“Ukuran” Kecantikan. Memang “ukuran”  kecantikan pada setiap era bisa berbeda-beda. Namun, pada hakikatnya, “ukurannya” adalah indah dan menarik. Untuk saat ini,  “ukurannya”  adalah bertubuh ideal (langsing), berbadan tinggi, berkulit putih, berambut lurus, hitam, dan panjang.

Diskriminasi yang Menyenangkan

Mengikuti “Perlombaan”. Apakah perempuan yang bertubuh gemuk atau kurus, berbadan pendek, berambut ikal dan keriting tidak terhitung indah dan menarik hanya karena tidak sesuai “ukuran” tersebut? Kemudian, jika seseorang diperlakukan secara diskriminatif, ada rasa ketidaksenangan dan perlawanan untuk mengubah keadaan. Namun, tidak untuk kecantikan! Padahal, “ukuran” untuk setiap era berbeda-beda sehingga “ukuran” tersebut adalah hasil “rekayasa” yang setiap saat bisa berubah. Meski sudah didiskriminasi, mereka tetap senang-senang saja dan tidak menyadarinya. Kalau pun sudah menyadari, tidak ada upaya melawan “ukuran” tersebut. Setidak-tidaknya dari diri sendiri, ada upaya sekuat untuk menerima dan mencintai diri sendiri apa adanya, sambil terus bersyukur atas setiap anugerah yang Tuhan berikan terhadap tubuhnya. Justru, mereka “berlomba-lomba” untuk memenuhi “ukuran” tersebut. Dengan kata lain, “ukuran” tersebut memberi harapan agar mereka dapat memperbaiki sehingga memenuhi “ukuran” tersebut. Tanpa sadar, mereka telah kecewa dan menolak tubuhnya sendiri, bahkan membuat hidup perempuan malah tak nyaman. Buktinya, mereka mau “menyiksa” diri dengan diet berlebihan, merogoh dompet hanya untuk suntik silikon, bahkan menambah filler bibir berlebihan, menggosokkan cream anti-aging agar tidak terlihat keriput dan tua.

“Korban” Industri Kosmetik. Karena hampir setiap iklan di media selalu disuguhkan iklan produk pemutih kulit dan shampoo yang mampu menghitamkan rambut, apalagi bintang iklan, yang menjual produk-produk tersebut, muda, langsing dan cantik, untuk menjadi cantik, sungguh mahal untuk mendapatkannya. Dalam perspektif kapitalisme, perempuan lalu menjadi “korban” industri kosmetik. Perempuan dibuat terus mengikuti standar cantik, yang pastinya sangat melelahkan. Dengan ini, kecantikan seolah-olah mengagungkan perempuan. padahal mengobjektivikasi perempuan supaya membeli produknya.

Hanya Sebatas Kulit

Memang, menjadi cantik tidak ada salahnya. Namun, beauty is a skin deep (kecantikan fisik hanya sebatas kulit). Namun, sesungguhnya, jika orientasinya hanya itu terus, jelas perempuan sudah menjadi “korban”. Sebab, dengan upaya apa pun, usia, yang terus bertambah, tetap memudarkan untuk tampil cantik. Ia tidak bisa melawan keriput. Rekayasa apa pun tidak dapat menutupinya. Selain itu, kecantik­an non-fisik (batiniah) harus sering dan terus menerus dikampanye­kan. Seperti Ambrose Bierce, sudah saatnya  perempuan harus seperti laki-laki, yang mengedepankan pemikiran dan kepribadiannya. Memang, menjadi cantik tidak ada salahnya tetapi sudah saatnya orientasinya jangan itu terus. Jika penampilan Anda sudah cukup menarik dan terus mengembangkan talenta, yang Anda punyai, itu sudah lebih dari cukup. (ryp)



Leave a Reply