Perempuan Bukan Perhiasan Sangkar Madu
eBahana.com – “Wanita dijajah pria sejak dulu, dijadikan perhiasan sangkar madu,……”, demikian potongan lirik salah satu tembang nostalgia Indonesia berjudul Sabda Alam yang digubah oleh komponis Ismail Marzuki. Begitulah yang sering menjadi paradigma berpikir banyak orang. Bahwa perempuan hanya sebagai pemanis kehidupan, penggembira atau keberadaannya tidak dianggap penting. Tradisi dan budaya patriarki menempatkan posisi kaum laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, sehingga perempuan hanya dilibatkan dalam kegiatan domestik semata. Akhirnya masyarakat cenderung menganggap wajar adanya perilaku pelecehan, kekerasan, maupun tekanan sekecil apapun terhadap perempuan. Bahkan perempuan korban pelecehan, kekerasan, maupun tekanan justru disalahkan, dan dituduh sebagai penyebab dirinya sendiri menjadi korban. Dengan kata lain, bahwa perilaku pelecehan, kekerasan, maupun tekanan atas perempuan adalah karena kesalahannya sendiri. Keadaan ini diperparah dengan banyaknya regulasi atau peraturan perundang-undangan yang mendiskriminasi kaum perempuan dan menyuburkan budaya patriarki. Dengan demikian makin mengungkung perempuan dalam ketertindasan dan ketakberdayaan. Haruskah keadaan ini membuat para perempuan hanya dapat duduk dan merenungi nasibnya?
Beberapa waktu lalu beredar melalui WhatsApp, sebuah clip tentang inspirasi botol. Clip tersebut menampilkan botol yang diisi air mineral bernilai jual Rp3.000,-; sedang yang diisi jus buah bernilai jual Rp10.000,-; apabila diisi madu bernilai jual ratusan ribu; bila diisi dengan parfum mungkin bernilai jutaan rupiah; namun bila botol tersebut diisi air selokan tentu tidak akan bernilai jual. Spirit yang hendak dituangkan melalui clip itu bahwa nilai manusia ditentukan dari kualitas dirinya. Kualitas diri dapat berupa pengetahuan, ketrampilan, karakter, dan kerohanian atau iman orang yang bersangkutan. Apabila dihubungkan antara tembang nostalgia berjudul Sabda Alam dan clip tentang inspirasi botol, maka akan muncul pertanyaan besar: Apakah kualitas seorang perempuan hanyalah sebagai perhiasan sangkar madu?
Alkitab mengisahkan sejumlah perempuan yang hebat, artinya memiliki peranan besar dalam kehidupan, menentukan keputusan yang menjadi arah tonggak sejarah. Perempuan tersebut dapat disebutkan antara lain Ester, seorang ratu yang menyelamatkan bangsanya (Ester 1-9); Debora, seorang pemimpin (Hakim-hakim 4:1-24); Lidia, seorang pengusaha yang sukses (KPR 16:14-15, 40; Filipi 4:14-20); Priskila, seorang partner pelayanan (KPR 18:1-3, 18, 24-26); dan masih banyak lagi yang lain. Bagaimana menjadikan seorang perempuan berkualitas? Alkitab mencatat bahwasanya perempuan hebat yang berperan besar dalam kehidupan dan penentu keputusan yang menjadi arah tonggak sejarah adalah para perempuan yang takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan berarti menghampiri Tuhan seperti seorang anak menghampiri Bapa (dengan keberanian dan tanpa rasa ketakutan kepada-Nya) dan sebagai seorang yang menghadap Allah Yang Maha Tinggi (dengan rasa hormat terdalam, bukan perasaan hormat yang sepele). Di dalam takut akan Tuhan ada ketaatan melakukan kehendak-Nya, sebagai bentuk penghargaan tertinggi kepadaNya (Pengkhotbah 12:13).
Perempuan yang takut akan Tuhan, menjadikan Tuhan sebagai perhatian utamanya. Jelas bahwa merenungkan Firman Tuhan sebagai kesukaannya, sehingga melakukan kehendak Tuhan adalah gaya hidup para perempuan tersebut. Bertanya kepada Tuhan akan segala hal yang hendak diputuskan merupakan permohonan yang menghiasi doa-doanya. Akibat pergaulan intimnya dengan Tuhan itulah, yang akan mendorong para perempuan ini bertumbuh dalam karakter ilahi (karakter yang dimiliki Allah dan nyata terlihat dalam Kristus), seperti misalnya: kasih, penuh perhatian, peduli kepada lingkungan sekitar, rajin, bersedia bekerja keras, suka menolong, dan lain-lain. Adapun karakter ilahi yang dimiliki para perempuan yang takut akan Tuhan memampukannya menggali potensi diri dalam pengetahuan, ketrampilan, pengembangan talenta, demi terwujudnya karya nyata yang dapat mengubah kehidupan menjadi lebih baik, baik bagi dirinya sendiri maupun sesama dan lingkungan sekitarnya.
Perempuan yang berpengetahuan, berketrampilan, dan bertalenta adalah mereka yang memandang dan memahami dirinya secara benar, sehingga dapat menempatkan diri pada status dan sistem nilai yang tepat. Keadaan inilah yang dapat mendobrak tatanan struktur (aturan dan adat) yang seringkali dipaksakan untuk memagari perempuan sehingga merintangi gerak langkahnya. Pengetahuan, ketrampilan, dan talenta yang dikembangkan seorang perempuan akan membawanya jauh menembus segala batasan demi terlaksananya rancangan Tuhan dalam hidupnya.
Tuhan Yesus berkali-kali menunjukkan betapa berharganya perempuan dan bahwa mereka adalah juga target karya keselamatan Allah, untuk selanjutnya turut terlibat dalam rencanaNya bagi dunia. Hal tersebut dapat diperlihatkan di antaranya adalah sebagai berikut. Pertama, sikap pengampunan Kristus kepada perempuan yang kedapatan berbuat zinah (Yohanes 8:1-11). Kedua, bagaimana Kristus membuka batasan-batasan yang melingkupi perempuan (Yohanes 4:1-42, Kristus sebagai rabbi atau guru Yahudi bersedia berbicara serta memberitakan bagaimana menyembah Allah yang benar kepada seorang perempuan, berprofesi sebagai pelacur, dan yang berasal dari Samaria). Ketiga, kepedulian dan belas kasihan Yesus kepada perempuan (Lukas 8:43-48) dan janda yang kehilangan anaknya (Lukas 7:11-17). Keempat, Yesus yang tidak menolak persembahan pelayanan para perempuan (Lukas 8:1-3) maupun seorang pendosa (Lukas 7:36-50). Kelima, perhatian Yesus Kristus kepada kehidupan perempuan dalam kesehariannya (Yohanes 19:26-27).
Pada akhirnya, perempuan perlu menyadari bahwa dirinya bukanlah perhiasan sangkar madu atau makhluk penghuni sangkar emas. Perempuan yang telah terpasung dalam sangkar emas harus berjuang keluar dari sana, dan menerima jati diri yang ditetapkan Tuhan sejak semula, yaitu kesetaraan dengan laki-laki dalam mengelola dunia ciptaan-Nya. Perempuan yang menerima jati diri yang ditetapkan Tuhan adalah mereka yang dapat menghargai dirinya sendiri. Ini berarti bahwa mereka juga sanggup menerima kekurangan maupun kelebihannya secara benar. Menerima kelebihan diri dengan cara benar yaitu: bersedia terus mengembangkan lebih jauh semua potensi itu untuk mencapai tujuan-tujuan yang semakin lama semakin diperluas. Menerima kekurangan diri dengan cara benar yaitu: memberi kesempatan pihak lain untuk menjadi berkat baginya, serta membuka diri dan bersemangat untuk belajar lebih banyak lagi. Perjuangan, memang bukanlah seperti membalikkan telapak tangan semata. Perjuangan, suatu hal yang sulit dilakukan. Tetapi, tidak ada kesuksesan tanpa perjuangan. Sejak dulu, perempuan memang bukan diciptakan sebagai perhiasan sangkar madu. Namun, dimulai dari perempuanlah kenyataan bahwa dirinya bukan perhiasan sangkar madu dapat diwartakan dan diwujudkan. Ya, dimulai dari dirinya sendiri.
Oleh Anna Mariana Poedji Christanti – FSI Club Ministry.