Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Gangguan Layanan Medis




eBahana.com

Layanan medis esensial menghadapi gangguan yang berkelanjutan selama pandemi COVID-19. Gangguan yang sedang berlangsung telah dilaporkan di lebih dari 90% negara pada putaran ketiga survei Global WHO, tentang kontinuitas layanan medis esensial selama pandemi COVID-19. Apa yang mencemaskan?

Pada tahun 2023 sasaran 3 miliar (Triple Billion Targets) mungkin sulit tercapai. Target tersebut bertujuan untuk mencapai: satu miliar lebih banyak orang menikmati kesehatan dan kesejahteraan yang lebih baik, satu miliar lebih banyak orang memperoleh manfaat dari jaminan kesehatan semesta (UHC) dan satu miliar lebih banyak orang yang lebih terlindungi dari keadaan darurat kesehatan. Semua target tersebut terdampak oleh pandemi COVID-19.

Banyak negara melaporkan adanya gangguan di berbagai layanan medis termasuk kesehatan seksual, reproduksi, ibu, bayi baru lahir, anak dan remaja, imunisasi, nutrisi, perawatan kanker, gangguan mental, neurologi dan penggunaan narkoba, HIV, hepatitis, TB, malaria, penyakit tropis terabaikan dan geriatri atau kesehatan orang tua. Bahkan ketika vaksinasi COVID-19 telah berlangsung lancar, peningkatan gangguan justru dilaporkan dalam layanan imunisasi rutin.

Di lebih dari setengah negara yang disurvei, banyak orang masih tidak dapat mengakses layanan medis di tingkat primer dan komunitas. Gangguan yang signifikan juga telah dilaporkan dalam layanan medis gawat darurat, 36% gangguan pada layanan ambulans, 32% layanan ruang gawat darurat 24 jam, dan 23% untuk operasi darurat. Operasi elektif atau terencana juga telah terganggu di 59% negara dan gangguan terhadap perawatan rehabilitatif dan perawatan paliatif juga dilaporkan terjadi di sekitar separoh negara yang disurvei.

Sementara banyak negara terus menghadapi tantangan untuk mempertahankan layanan kesehatan esensial, 92% negara juga melaporkan hambatan kritis untuk meningkatkan akses terkait COVID-19, termasuk tes diagnostik COVID-19, terapi, vaksin, dan alat pelindung diri (APD). Hal terebut kemungkinan disebabkan oleh tenaga medis yang mengalami kelelahan, terinfeksi COVID-19, atau menjalani isolasi mandiri di rumah. Tantangan ketersediaan tenaga medis dilaporkan oleh 56% negara untuk layanan diagnostik dan tes, 64% untuk terapi dan perawatan COVID-19, dan 36% untuk distribusi dan penggunaan APD.

Semua negara telah mengadopsi strategi untuk mengatasi gangguan dan memulihkan layanan medis. Ini termasuk memperkuat pelatihan dan kapasitas tenaga medis, menyediakan layanan medis berbasis teknologi informasi atau ‘telehealth’, pengadaan obat esensial dan alat kesehatan, menerapkan komunikasi risiko dan strategi keterlibatan masyarakat, dan menerapkan strategi pembiayaan kesehatan. Separuh negara telah mengembangkan rencana pemulihan layanan medis, untuk mempersiapkan keadaan darurat kesehatan di masa depan. Selain itu, 70% negara telah mengalokasikan dana pemerintah sebagai tambahan untuk upaya pemulihan kapasitas tenaga medis, akses ke obat dan alat kesehatan lainnya, layanan medis digital, infrastruktur fasilitas kesehatan, bahkan manajemen informasi dan pengelolaan kesalahan informasi (hoaks).

Hasil survei ini menyoroti pentingnya tindakan segera untuk mengatasi tantangan utama sistem kesehatan, memulihkan layanan, dan mengurangi dampak pandemi COVID-19. WHO akan terus mendukung setiap negara untuk mengatasi kebutuhan sistem kesehatan prioritas dalam transisi menuju pemulihan, mengakhiri fase akut pandemi COVID-19, dan bersiap untuk keadaan darurat kesehatan di masa depan dalam penjaminan biaya layanan medis oleh negra atau UHC (Universal Health Couverage).

Mencapai UHC adalah salah satu target yang ditetapkan untuk semua negara di dunia pada tahun 2015 dan ditegaskan kembali pada Sidang Umum PBB tahun 2019. UHC berarti semua individu harus mampu menerima layanan kesehatan yang mereka butuhkan, tanpa mengalami kesulitan keuangan. Meskipun peningkatan cakupan layanan kesehatan esensial telah terjadi di semua kelompok pendapatan dan di berbagai jenis layanan, tetapi jaminan finansial sebelum COVID-19 semakin memburuk. Proporsi penduduk dengan pengeluaran sendiri untuk biaya layanan kesehatan melebihi 10% dari anggaran rumah tangga mereka, meningkat dari 9% menjadi 13% dan mereka yang melebihi 25% meningkat dari 1,7% menjadi 2,9%, selama periode 2000-2015. Kemajuan yang berkelanjutan membutuhkan penguatan sistem kesehatan yang cukup besar, terutama di negara berpenghasilan rendah.

Tenaga kesehatan global telah bekerja secara heroik sejak pandemi COVID-19 dimulai dan bahkan 2021 telah ditetapkan sebagai Tahun Tenaga Kesehatan dan Perawatan Internasional (International Year of Health and Care Workers). Namun demikain, dunia masih membutuhkan jutaan tenaga kesehatan lebih banyak lagi, jika ingin mencapai UHC pada tahun 2030. Pada 2014-2019, kepadatan tenaga kesehatan paling rendah di Afrika dengan hanya 3 dokter dan 10 perawat atau bidan per 10.000 penduduk. Pada periode 2014-2020 sekitar 83% kelahiran global ditolong oleh penolong persalinan terlatih, termasuk dokter, perawat, dan bidan. Layanan ini meningkat sekitar 30% dibandingkan tahun 2000–2006.

Pandemi COVID-19 ini menegaskan bahwa setiap negara perlu melipatgandakan investasi untuk mengatasi gangguan layanan medis, memperbaiki akses ke obat esensial, dan mengkoreksi kekurangan tenaga kesehatan. Semua dilakukan dalam mencapai target Tiga Miliar pada tahun 2023, dan SDG terkait kesehatan pada tahun 2030.

Sudahkah kita bijak mensikapi bahaya COVID-19 ?

(Fx Wikan Indrarto – Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih dan Lektor di FK UKDW Yogyakarta)



Leave a Reply