Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

My Adversity is My Biggest Advantage




eBahana.com – Aku adalah anak kedua dari lima bersaudara. Keluarga kami bukanlah keluarga yang berlebih. Papa sempat menjadi supir angkot dan salesman kawat las sebelum akhirnya bertukar peran dengan mama yang bekerja sebagai pegawai swasta menjadi tulang punggung keluarga. Aku menjalani masa SD di sebuah sekolah kecil di kawasan Bekasi. Masih segar dalam ingatanku, kelasku yang memakai garasi mobil di rumah kontrakan sekolahku. Setiap hujan, kelas bocor. Bagiku yang kala itu masih SD, tentu saja hal itu bukan masalah, malah menambah alasan untuk bermain air di sekolah. Saat SD aku termasuk siswa berprestasi namun keras kepala. Aku ingat saat salah satu guruku mengatakan aku “bego” di depan kelas karena aku tidak mau mengikuti instruksi yang ia berikan. Kenangan itu cukup membekas dan akan selalu ku ingat agar tidak kulakukan hal yang sama kepada orang lain dalam hidupku, terlebih kepada anak kecil.

Pindah ke Serpong 

Masuk SMP, karir mama semakin meningkat. Keluargaku pun pindah ke kawasan Serpong. Aku dimasukkan ke salah satu sekolah Katolik ternama di Serpong. Keluargaku bukanlah keluarga Kristen. Sebaliknya, papa membenci Kristen karena suatu cerita yang keluarganya alami di masa lampau. Walaupun begitu, mama memasukan aku ke sekolah Katolik. Selain karena reputasinya sebagai sekolah unggulan, mama ingin aku lebih disiplin. Walaupun belajar tentang Alkitab, tidak ada hal khusus yang aku rasakan. Aku belajar agama hanya sebagai syarat kelulusan.

Aku menghabiskan masa SMP dan SMA ku di sekolah yang sama. Berangkat dari sekolah garasi menuju sekolah unggulan bukanlah tanpa halangan. Tahun pertamaku di sekolah baru penuh dengan nilai merah. Guru bahkan memanggil orang tuaku agar aku lebih diperhatikan. Sayangnya, mengambil les bukanlah topik untuk dibahas di keluargaku waktu itu.

Saat aku kelas 2 SMP, Tuhan mengirimkan seorang penolong. Aku berteman dengan Jessica, yang hingga kini menjadi sahabatku. Jessicalah yang pada saat itu dengan sabar mengajari aku hingga aku bisa mengejar ketertinggalanku. Singkat kata, nilai-nilaiku mulai stabil dan terkadang aku masuk tiga besar di kelas. Saat ini jika aku mengingat kembali apa yang sudah terjadi, mungkin pertemananku dengan Jessica adalah anugerah kedua yang Tuhan kirimkan untuk merintis masa depanku.

Anugerah pertama adalah memiliki mama berhati malaikat yang rela kerja jungkir-balik, banting tulang agar aku dan saudara-saudaraku mendapatkan pendidikan yang terbaik. Kami tidak berkelebihan, namun mama selalu mengupayakan yang terbaik bagi anak-anaknya. Oma beberapa kali bercerita bagaimana orang mencibir mama saat aku masih bayi karena mama ingin memberikan susu yang terbaik untuk anak-anaknya. Ia membeli susu yang termahal untuk memastikan anak-anaknya berkembang dengan maksimal. Beberapa orang mencibir bahkan mencemooh namun mama tidak peduli. Ia rela bekerja keras membayar harga untuk anak-anaknya.

(Penulis berada di paling pojok sebelah kanan, bersama rekan dari berbagai negara menjadi tim terbaik dalam Harvard Project for Asia and International Relations 2016).

Pada tahun 2007 aku lulus SMA. Nilaiku sangat memuaskan dan aku bahkan memperoleh nilai sempurna dalam beberapa mata pelajaran ujian nasional. Aku pun diterima di salah satu universitas negeri unggulan di Bandung. Diterimanya aku di universitas ini adalah anugerah berikutnya dalam hidupku untuk banyak alasan. Aku tidak pernah terpikir dapat diterima di kampus unggulan ini karena kompetisi yang sangat ketat dengan kemungkinan diterima kurang dari 1%. Aku tidak mengambil bimbingan belajar apa pun dan benar-benar hanya bermodal otak dan nekat saat mengikuti ujian saringan masuk. Karena aku diterima melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), aku bebas memilih berapa uang pangkal yang akan ku bayar dan bahkan boleh tidak membayar sama sekali. Rasanya tidak masuk akal dan Tuhan memang selalu bisa mengejutkanku. Namun kejutan terbesar adalah saat aku menemukan Dia dalam masa perkuliahanku ini.

Perjumpaan Pribadi dengan Tuhan

Perjumpaanku dengan Tuhan selalu kuanggap sebagai kado ulang tahunku. Suatu hari, teman kosku mengajak aku ke KKR di gerejanya yang diadakan di akhir minggu, dua hari setelah hari ulang tahunku. Entah kenapa, saat itu aku mengiyakan ajakannya padahal ke gereja saja aku tidak pernah. Saat aku menghadiri KKR itu, tidak ada ekspektasi apa-apa dalam diriku. Aku hanya mengisi waktu. KKR dimulai dengan puji-pujian dan diikuti dengan khotbah. Sebenarnya tidak ada hal khusus yang menyentil hatiku saat khotbah. Aku tidak ingat apa yang terjadi berikutnya setelah khotbah, namun aku merasakan ‘kepenuhan’.

Ya, kepenuhan. Damai sejahtera yang di luar akal sehat. Aku tidak tahu bagaimana dan mengapa namun aku ingat aku tersungkur ke tanah dan menangis meraung-raung. Bukan menangis karena tersakiti namun karena saat itu aku merasa sangat dicintai. Aku merasa sangat dicintai dan aku tidak pantas untuk dicintai seperti itu.Aku merasa berdosa. Aku merasa kotor. Aku lemah dan bukan siapa-siapa namun aku merasakan cinta Tuhan yang dahsyat hingga mau mengorbankan dirinya. Suatu cinta, suatu kasih yang tidak dapat aku mengerti dan tidak dapat aku selami. Aku menangis sejadi-jadinya. Mulutku pun mulai berkata-kata hal yang tidak dapat ku mengerti. Aku tidak mengerti namun aku berapi-api melakukannya. Aku bukanlah orang yang ekspresif namun pada saat itu, aku tidak peduli apa yang dipikirkan orang saat melihatku. Mungkin orang akan bingung melihatku menangis meraung-raung, tersungkur ke tanah, sambal mengatakan bahasa yang tidak bisa dimengerti. Aku tidak tahu dan tidak peduli. Yang aku tahu berikutnya, aku ingin dibaptis.

Aku ingat betapa bencinya papa terhadap Kristen, namun kasih yang memenuhi diriku membuatku tidak dapat lagi berpikir logis. Aku ingin dibaptis karena aku tahu itu adalah hal yang tepat untuk dilakukan saat itu. Sempat terbayang murka papa yang akan timbul dengan keputusanku ini, namun aku tidak peduli. Ku hampiri sang Pendeta dan ku kemukakan kemauanku. Ia pun mengamini keinginanku. Ia minta timnya untuk mengisi sebuah bak dengan air dan aku pun dibaptis. Keputusan terpenting dalam hidupku yang kuambil dalam waktu yang sangat singkat.

Aku merahasiakan kekristenanku dari papa selama beberapa bulan. Aku takut mengatakan yang sejujurnya kepada papa. Hingga suatu hari, Roh Kudus menuntunku untuk mengatakan yang sejujurnya kepada papa. Betapa terkejutnya aku melihat reaksi papa yang biasa saja menerima kekristenanku. Ia bukannya sama sekali tidak apa-apa, namun kemarahan yang ku bayangkan tidak terjadi. Ia hanya diam, tidak menolak tapi juga tidak mendukung. Aku begitu lega setelah memberitahu papa. Mulai saat itu, aku tidak perlu lagi ke gereja sembunyi-sembunyi, walaupun aku masih tidak nyaman berdoa di depan papa.

Banyak Mukjizat yang Tuhan Berikan 

Masuk Kristen mengubah hidupku dalam segala hal. Dapat ku rasakan Tuhan mengajarku setiap harinya. Berbagai hal terjadi. Beberapa hanya masalah hidup biasa, namun banyak juga yang tidak dapat dijelaskan dengan akal sehat. Beberapa yang tidak masuk akal sehat misalnya bagaimana Tuhan mengusir roh jahat yang merasuki tante aku di Bali, bagaimana Tuhan menyembuhkan mama yang tiba-tiba mengalami pendarahan hebat karena myom dan sembuh dengan doa, serta bagaimana Tuhan menyembuhkan stroke om aku dengan ajaib di saat dokter sudah menyerah. Hingga saat ini, aku tidak tahu mengapa Tuhan sering kali menunjukan mukjizatnya di depanku. Mulanya aku diam saja namun semakin banyak aku menyaksikan kuasa dan ajaib-Nya, semakin aku merasa bersalah untuk tidak membagikannya. Karena itulah, kesaksian ini ditulis. Kesaksian ini merupakan kesaksianku yang pertama dan mungkin akan kulanjutkan dengan kesaksian lainnya mengenai mukjizat-mukjizat Tuhan di sekelilingku yang kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri.

Untuk kesaksian perdanaku ini, aku ingin mulai dengan menceritakan yang lebih “masuk akal” terlebih dahulu, yaitu mengenai betapa baiknya Tuhan dalam hidupku. Semakin aku bertambah dewasa, semakin aku menyadari bahwa Tuhan memang telah memperhitungkan segala yang terjadi dan Ia telah menyiapkan yang terbaik, bahkan sebelum aku mengenal Dia, Ia telah melihat dan memperhitungkanku oleh karena kasih setia-Nya.

Mengikuti Konferensi di Hongkong

Berkuliah di kampus dan kota yang memiliki nuansa agama lain yang kental nyatanya tidak menghalangi Tuhan untuk menjalankan rencana-Nya dan membuka berbagai pintu kesempatan untukku. Aku ke luar negeri pertama kali pada tahun 2010 bersama teman-teman sekelasku untuk melakukan ekskursi ke Singapura. Aku merupakan ketua dana usaha untuk kegiatan ini dan selama aku menjalankan peranku, ku rasakan kuasa Tuhan yang luar biasa. Para senior mengatakan mustahil mendapatkan sponsor untuk acara ini karena kegiatan ini tidak disaksikan orang banyak sehingga tidak ada keuntungan yang didapatkan perusahaan dengan mensponsori kegiatan ini. Karena itulah, kegiatan ekskursi yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya hanya berlokasi di sekitar Bandung, Bali terjauh.

Tidak kudengarkan cibiran orang saat itu dan tim panitia tetap berusaha melakukan yang terbaik dan berdoa. Tuhan mendengar doa kami. Lima lembaga mau mensponsori kegiatan ini dan kami mendapatkan dana total hingga ratusan juta rupiah. Keajaiban tidak berhenti di situ. Saat hendak membeli tiket pesawat, aku tidak tahu apa yang terjadi tapi kami mendapatkan empat puluh tiket pesawat gratis ke Singapura. Kami pun berangkat ke Singapura tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Sebaliknya, kami malah memperoleh uang jajan selama di sana. Beberapa tahun setelah lulus, temanku yang anak seorang petani, masih berterimakasih kepadaku dan bercerita bagaimana pengalaman ke Singapura telah mengubah hidupnya. Mungkin bagi sebagian orang, pergi ke Singapura bukanlah hal yang menakjubkan. Namun bagi kami yang pertama kali melihat luar negeri, pengalaman ke luar negeri membuka mata kami dalam banyak hal. Ternyata dunia begitu luas dan beragam. Fakta bahwa kami pergi dengan gratis juga membuktikan bahwa tidak ada sesuatu yang mustahil.

Setelah 3,5 tahun kuliah, aku lulus dengan nilai dan pengalaman yang cukup untuk mengantarkan aku ke pintu kesempatan berikutnya. Aku mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 ke Eropa. Hal-hal yang saat masih kanak kukhayalkan satu persatu menjadi nyata. Apabila orang tahu latar belakangku, sungguh mereka akan melihat bahwa semua ini adalah suatu mukjizat. Belajar di Eropa sudah tentu membuka berbagai pintu kesempatan lainnya dalam hidupku. Aku pernah mengikuti leadership camp di Hongkong, bekerja di Taiwan, hingga mengikuti konferensi di Harvard. Setelah tiga tahun mengembara, aku pulang ke Indonesia dan menjadi dosen di sebuah universitas swasta. Dua tahun setelah menjadi dosen, aku diangkat menjadi kepala program studi di usia 28 tahun, lagi-lagi menunjukan tidak ada yang tidak mungkin bagi Tuhan. Aku yang masih bisa dibilang junior dan belum menempuh S3 terpilih menjadi kepala suatu instansi pendidikan tinggi. Betapa besarnya kuasa Tuhan dan sungguh tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Semakin kagum aku dibuat-Nya dan memang tidak dapat diselami kuasa-Nya.

Banyak Kesaksian akan Kasih Tuhan

Saat aku menulis kesaksian ini, aku sedang menempuh pendidikan S3 di Auckland, Selandia Baru. Mama dan tiga saudaraku kini mulai rutin ke gereja, saudaraku bahkan sudah dibaptis. Apabila aku menengok ke belakang dan melihat apa yang sudah kulalui, aku kerap bingung dengan apa yang sudah terjadi di hidupku. Aku terheran melihat bagaimana Tuhan telah membuat anak “bego” yang bersekolah di garasi ini dapat mencapai apa yang ia miliki saat ini. Sering aku merasa aku tidak pantas menerima semua berkat yang telah Tuhan berikan. Aku tidak tahu kejutan apa lagi yang Tuhan siapkan untukku di masa depan namun seperti kata Rasul Paulus, “Aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa.” Aku berterimakasih atas segala kelemahanku sebab Ia mengubah kelemahanku menjadi kesempatan dan masalahku menjadi kedewasaan.

(Penulis berada di nomor 3 dari sebelah kiri, Penulis bersama sahabat saat lulus S1)

Aku ingin menutup kesaksian ini dengan 1 Korintus 2:9, “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia, semuanya disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” Masih banyak kesaksian yang dapat kuceritakan namun akan kusampaikan dalam kesempatan lain. Semoga kesaksian ini memberkati.

Oleh Ivanna Williantarra



Leave a Reply