Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Humor dan Alkitab




Etimologi Humor

Asal kata humor adalah umor, (You-moors=cairan-mengalir). Arti ini berasal dari doktrin ilmu faal kuno tentang empat macam cairan, seperti darah, lendir, cairan empedu, dan cairan empedu hitam. Keempat cairan tersebut menentukan temperamen seseorang.

Definisi Humor

Setelah mengetahui secara etimologis, ada tiga definisi humor. Pertama, humor adalah kualitas yang bersifat lucu dari seseorang yang menggelikan dan menghibur. Humor dapat juga diartikan kemampuan untuk menerima, menikmati dan menampilkan sesuatu yang lucu, ganjil atau aneh yang bersifat menghibur. Kedua, humor adalah sesuatu yang menyebab­kan pendengarannya tergelitik karena kejutannya, keanehannya, ketidak­masukakalan­nya, kebodohannya, penge­cohan­nya, kejanggalannya, kekontra­diksian­­­nya, kenakalannya. Ketiga, humor adalah kualitas mental  yang menghasilkan sesuatu yang lucu, yang dapat ditertawakan, menggelikan, jenaka, menyenangkan. Kualitas mental ini kemudian dituangkan dalam bentuk tawa, yaitu suatu fenomena gerakan tubuh, seperti suara, ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang membentuk ekspresi instingtif mengenai kegembiraan, keriangan atau perasaan yang menggelikan.

Tampaknya, melalui definisi di atas, sesorang bisa tertawa karena pengaruh eksternal. Pengaruh internal masih dibutuhkan. Pengaruh ini disebut sense of humor. Maksudnya kemampuan seseorang untuk menangkap berbagai kelucuan dari suatu peristiwa. Semakin mudah seseorang menangkap berbagai kelucuan, semakin tinggi rasa humornya. Proses merasakan humor ini tidak sederhana. Mula-mula, pikiran berusaha menangkap adanya sisi lucu, sehingga berpikir ada sesuatu yang menggelitik. Lalu, secara otomatis perasaan meresponnya dengan keriangan dan tubuh akan merespon dengan tertawa.  Dengan kata lain, bila dihadapkan pada humor, kita bisa langsung tertawa lepas (terbahak-bahak) atau tersenyum saja karena batinnya tergelitik. Maksudnya, rangsangan yang ditimbulkan haruslah rangsangan mental, bukan rangsang­an fisik seperti digelitiki. Ini bukan humor.

Teori Humor dan Dua Kisah Alkitab

Setelah mengetahui kedua hal di atas, sekarang kita akan membahas teori humor, yang kemudian dijadikan “alat” untuk menganalisa sisi humor yang terdapat dalam Alkitab. Pertama, Teori Ketaksesuaian menyatakan bahwa kelucuan timbul karena perubahan situasi yang sama sekali tak terduga atau tidak pada tempatnya. Akibatnya, harapan menjadi kacau dan sikap mental berbeda sama sekali. Saat Allah menjanjikan anak kepada Abraham dan Sara, reaksi mereka sama-sama tertawa. Ketika mendengar janji-Nya, Abraham tertunduk, tertawa dan berkata dalam hatinya, “Mungkinkah bagi seorang yang berumur seratus tahun dilahirkan seorang anak dan mungkinkah Sara, yang telah berumur sembilan puluh tahun itu melahirkan seorang anak? (Kej. 17:17). Saat itu Abraham sudah mati pucuk (seperti orang yang sudah mati tubuhnya, BIS) (Ibr. 11:12). Ketika Allah berkata kepada Abraham bahwa tahun depan Sara akan melahirkan, tertawalah Sara dalam hatinya, katanya, “Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu, sedangkan tuanku sudah tua?” (Kej. 18:11). Sara sudah lewat masanya untuk dapat melahirkan anak karena sudah tidak bisa haid lagi. Apalagi, sejak semula Sarai mandul (Kej. 11:30)

Melalui pernyataan yang diungkapkan dengan kalimat tanya, mereka mengungkapkan fakta-fakta biologis yang menunjukkan bahwa mustahil bisa mempunyai anak. Kemustahilan ini menunjukkan sikap mental yang penuh tanya karena ada titik temu antara fakta-fakta itu dengan janji Allah. Namun, pertanyaan dan perasaan mustahil mereka dijawab dengan mukjizat Allah. Pada usia Abraham, yang ke 100 tahun, Ishak lahir (Kej. 21:1-7).

Kedua, Teori Pembebasan Ketegangan atau Pembebasan dari Tekanan me­nyata­kan bahwa humor dapat membebaskan ketegangan dan tekanan batin dalam jiwa manusia yang ingin dilampiaskan. Pelampiasan ini menggunakan cara yang ringan dan dapat dimengerti. Caranya adalah humor non-sense (permainan kata atau unsur-unsur yang tak sesuai yang dapat membangkitkan tawa), humor satire (ejekan atau sindiran), humor agresi (kekerasan fisik), dan humor lelucon seks (lelucon seks baik secara kasar ataupun sangat halus).

Tampaknya, Abraham dan Sara melakukan humor non-sense. Dengan permainan kata, saat anaknya lahir, Abraham menamainya Ishak (tertawa). Sara berkata, “Allah telah membuat aku tertawa; setiap orang yang mendengarnya akan tertawa karena aku.” Sejak Ishak lahir, isi tertawa mereka diliputi kegembiraan. Berbeda dengan tertawa sebelumnya, tertawa mereka diliputi kemustahilan dan tanda tanya..

Begitu pula ketika Nabi Habakuk menghadapi masalah, humor non-sense juga dilakukannya. Dengan membangkitkan tawa, ia bersorak-sorak dan beria-ria di dalam TUHAN Allah, yang menyelamatkannya, meskipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang (Hab. 3:17-18). Rangsangan eksternal yang dirasakan Habakuk, tampaknya, tidak berdasar untuk bersukacita. Rangsangannya tidak harus lucu tetapi kekecewaan dan ke­gelisahan. Ia tidak mau larut dengan masalah tetapi mengatasinya dengan bersukacita di dalam Tuhan supaya tekanan batinnya terbebas.  (ryp)



Leave a Reply