Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Hati yang Luka dan Hancur




eBahana.com – “Dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yohanes 8:32). Jika kita percaya bahwa firman Tuhan itu kebenaran, maka firman Tuhan semestinya menjadi pegangan dan sikap hidup bagi setiap orang percaya untuk menikmati kemerdekaan. Persoalannya adalah   tidak selalu orang yang rajin mendalami firman Tuhan serta merta hidup benar dengan sikap hidup yang jauh dari jerat, belenggu, dan keterikatan.

Mungkin masih ada yang belum memahami maksud ayat dalam Yohanes 8:32 tersebut dalam kehidupan hariannya. Karena bisa saja banyak orang merasa dan berpikir kalau kemerdekaan identik dengan tidak ada masalah. Padahal selama masih hidup siapapun selalu menghadapi masalah melalui  pergumulan dalam masalah bisnis, keluarga dan masalah sosial, yang datang silih berganti. Firman Tuhan pun tidak menjanjikan hidup tanpa masalah ketika sudah menjadi orang yang mengenal Firman Tuhan dan melakukannya.

Sebagian orang pasti berasumsi bahwa setiap ada masalah pasti disertai tekanan. Namun asumsi itu tidak selalu benar, karena tidak semua orang memiliki respon yang sama terhadap masalah yang dihadapi sehingga tingkat tekanan yang dialami pun berbeda. Hal itu pun juga tergantung pada kadar dan frekuensi masalahnya.

Bagi orang yang sensitif tentu menghadapi masalah dengan kadar masalah yang ringan sudah cukup membelenggu karena pikiran langsung fokus pada masalah dan orang yang membuat masalah. Pengaruh pikiran itu langsung juga menimbulkan reaksi terhadap perasaannya. Apabila reaksi emosinya dominan sampai mengalahkan rasio dan pertimbangan akal sehat, maka seseorang akan merasa marah dan gelisah.

Dalam perjalanan waktu keadaan marah dan gelisah itu akan menciptakan tekanan batin dan sakit hati atau luka hati, bisa juga rasa malu dan rasa bersalah. Secara tidak disadari perasaan seseorang yang dominan Itu tidak disadari sudah bersifat menjerat, mengikat, dan membelenggu. Yang berarti seseorang kehilangan kemerdekaan.

Berbeda dengan seseorang yang  langsung sadar menghadapi masalah, orang ini pasti bisa mengukur kedalaman masalah dengan mencoba mengambil jarak dan menilai dampak bagi diri dan lingkungannya. Tentu hal itu sudah dikondisikan dengan selalu memakai pertimbangan akal sehat yang menonjolkan cara berpikir logis dan praktis ketika menghadapi masalah. Jadi yang penting segera menyadari kalau akan dan sedang tertimpa masalah.

Bagaimana dengan sikap orang yang dari kesadarannya memiliki dominasi berpikir semacam ini? Sudah pasti hidupnya lebih nyaman seperti tidak sedang menghadapi masalah. Dengan demikian, setiap muncul masalah dengan kadar dan frekuensi yang tinggi pun, situasi dalam dirinya selalu kembali dalam keadaan normal, seperti tidak sedang menghadapi masalah. Karena dorongan dari dalam diri mampu menghadang masalah supaya tidak mengganggu kondisi psikis dan fisiknya. Intinya, hidup tidak diatur oleh situasi, keadaan, atau orang di luar dirinya karena ada kondisi internal yang mampu mengendalikan persoalan. Dan bisa dipastikan belenggu, jerat, dan keterikatan itu tidak mungkin mengekang kemerdekaan dirinya.

Jadi persoalan kemerdekaan yang dinikmati seseorang atau tekanan hidup yang dirasakan seseorang bukan terletak pada kadar dan frekuensi masalah tetapi bagaimana cara menghadapi dan menyikapinya yang kekuatannya ada dari dalam diri. Untuk menghadapi dan menyikapi masalah tentu tidak mudah, karena seseorang harus bisa mengelola pikiran dan perasaan supaya bisa muncul kehendak yang bisa mengendalikan masalah.

Justru karena setiap orang ada unsur jiwa yang termanifestasikan dalam pikiran dan perasaan maka setiap orang semestinya bisa menggunakan teknik pengendalian masalah. Dengan demikian menikmati kebebasan atau kemerdekaan sejatinya hanya persoalan pengendalian diri terhadap masalah yang dihadapi. Artinya, kemerdekaan itu adalah hak dan tanggung jawab pribadi masing-masing orang.

Memang tidak mudah menggiring mindset seseorang yang sedang menghadapi masalah dengan menawarkan konsep pertanggung-jawaban pribadi. Orang dengan beban masalah biasanya cenderung menyalahkan orang lain dan cenderung mengasihani diri. Karena itu sangat sensitif untuk memberi tahu  orang supaya mengambil tanggung jawab sepenuhnya  terhadap dampak dari masalah yang dihadapi. Tetapi tanpa segera tahu cara menyikapi masalah akan tergelincir dalam situasi jiwa yang bisa membelenggu hingga merana berlama-lama karena hatinya sakit dan hancur.

Sekali lagi fungsi kesadaran menjadi penting untuk mengarahkan hidup supaya tidak mudah  lagi terbelenggu masalah. Tetapi fungsi kesadaran yang dimaksud bukanlah kesadaran diri yang datang karena  kelakuannya (self center). Justru karena setelah mengenal Firman Tuhan, seorang makin percaya  bahwa tidak ada masalah yang menimpa itu melebihi kekuatan manusia, maka semakin yakin pulalah seseorang untuk dimampukan menanggung masalah bahkan tanggungannya pun menjadi ringan karena Tuhan yang selanjutnya mengambil alih masalahnya itu.

Hanya orang yang tidak segera menyadari akan masalah yang  dihadapi saja yang menanggung masalah begitu berat. Baru bisa merasakan ringan masalahnya ketika ingat firman Tuhan dan ingat akan hadirat Tuhan dalam dirinya. Jarak waktu dari masalah yang menimpa sampai ingat akan hadirat Tuhan dan Firman-Nya itu yang merupakan rentang waktu dimana hidup dengan masalah  itu terasa berat dan tersiksa. Tentu saja bukan sekedar ingat akan Firman Tuhan lalu tidak mengambil tindakan. Tetapi perlu merasakan hadirat Tuhan dan alami kuasa-Nya yang akan menyelesaikan masalah dengan cara Tuhan.

1 Samuel 15:6, dikisahkan Penina yang adalah madunya Hana selalu menyakiti Hana dengan maksud supaya Hana menjadi gusar. Sumber masalahnya karena Hana belum juga dikaruniai anak. Ditambah dengan sikap Penina selalu menyakiti hati Hana, maka kadar dan frekuensi masalah pun makin besar. Awalnya Hana terbelenggu oleh masalah yang dihadapi. Itu terbukti Hana selalu menangis dan tidak mau makan. Tetapi Hana akhirnya menyadari kalau masalah sakit hatinya perlu disembuhkan dan dipulihkan. Yang berarti Hana mau dimerdekakan dari masalah setelah jerat masalah menghimpitnya.

Betapa tidak mengenakkan menghadapi masalah karena terlalu larut dengan masalah bahkan terbelenggu karena suatu masalah. Celakanya, banyak yang menikmati masalah dengan makin mengungkit kembali masalah yang dialami hingga mengasihani diri dan menimpakan kesalahan pada orang lain secara terus menerus. Hidup pun makin berat karena penderitaan dibuat makin parah dalam ketidaksadarannya. Padahal masalah yang datang dari luar itu tidak seberat beban sebelum masalah itu ditambahkan oleh dirinya sendiri karena perasaan yang terlalu sensitif. Mungkin orang duniawi akan cenderung bertindak begitu. Tetapi tidak seharusnya anak Tuhan bersikap demikian.

Hanya melalui peningkatan kehidupan rohani yang terus diperkuat dengan kebenaran demi kebenaran Firman Tuhan, maka seseorang bisa menikmati hidup sekalipun masalah tetap akan datang silih berganti. Dan yang pasti Roh Tuhan akan selalu menyinari setiap langkah mereka yang percaya dan mengandalkan-Nya.

Karena “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mazmur 119:105), tentu tidak ada sumber lain yang mampu menjadi pelita kecuali hanya Firman Tuhan untuk menyinari, menyadarkan, dan segera move on dari masalah yang dihadapi. Karenanya, kualitas hati nurani seharusnya diperkuat dengan Firman Tuhan supaya bisa mengendalikan pikiran dan perasaan sehingga kehendak pun seturut kehendak Tuhan. Masalah pun tidak menjadi masalah yang berarti karena setiap orang percaya sudah diperlengkapi dengan kehidupan spiritual yang mampu mengendalikan setiap masalah yang datang dari luar.

Kalau Hana akhirnya menyadari akan masalah yang dihadapi dan membutuhkan kesembuhan dan pemulihan, itu karena Hana tidak ingin terbelenggu masalah yang berkepanjangan. Hana pun datang pada Tuhan dan memohon kesembuhan dan Hana pun dipulihkan dan menikmati sukacita.

Tidak satupun masalah datang tanpa seijin Tuhan. Mungkin seseorang cenderung responsif atau reaktif dan tidak menyadari kalau masalah itu sedang menguji keimanan seseorang. Tetapi bila melihat dari sisi positifnya, setiap masalah itu selalu bisa mendatangkan kebaikan. Tetapi biasanya baru menyadari setelah sekian lama bergumul dengan masalah. Bukankah masalah yang dihadapi Hana pun membuatnya bersukacita karena lahir seorang anak yang dipakai Tuhan secara luar biasa, yaitu Samuel. Sukacita pun menyembuhkan hati yang luka dan hancur.

(Oleh: Fr. Sumarwan, Pemerhati Masalah Pelayanan Gereja)   



Leave a Reply