

Jakarta, eBahana
Pada 16-21 April 2020 diadakan sebuah acara rekoleksi online yang diberi tema “Bebas dari Luka Batin”. Rekoleksi online ini persembahan dari YCCR (Youth Catholic Charismatic Renewal) Jakarta karena pandemi Covid-19 terselenggara secara live on Instagram karena lewat Instagram jangkauannya lebih luas apalagi free. Jadi lebih banyak orang terberkati oleh rekoleksi online ini.
Rekoleksi online ini adalah sebuah upaya untuk membantu kita melepaskan beban-beban batiniah yang selama ini kita genggam erat-erat, sehingga hidup kita menjadi terbelenggu, kita kurang happy dan kurang enjoy.
Pembicara pada sesi 1 yang bernama Maria Tjiumena dengan tema “Apa Itu Luka Batin dan Sebab Terjadinya”. Luka batin ialah pengalaman pahit yang terjadi di masa lalu sehingga menimbulkan luka (traumatis) bagi seseorang. Namun tidak semua pengalaman pahit menjadi luka batin. Tidak ada yang kebal dari hal ini. Selain itu dapat di akibatkan dari banyak faktor dan di segala macam lingkungan. Pada dasarnya manusia hanya dapat mengingat 10% kehidupannya secara sadar, selebihnya, 90% ingatan akan tersimpan di dalam alam bawah sadar. Trauma akan terjadi apabila ada kebutuhan manusia yang tidak terpenuhi. Transparansi yaitu kunci penyembuhan.
Pembicara pada sesi kedua, Bram Wongkar, mengangkat tema “Akibat Luka Batin”. Bram mengatakan bahwa seseorang yang terluka dapat membawa luka pada orang lainnya, bahkan orang-orang yang ia sayangi. Akibat yang ditimbulkan seperti efek domino, yang mempengaruhi satu orang kepada orang lainnya. Luka batin dapat menjadi seperti ‘kanker’ yang melahap habis diri kita dan pribadi kita. Kenangan kita dari kecil sampai dewasa tersimpan rapi dalam alam bawah sadar kita. Namun, ketika itu adalah kenangan-kenangan buruk secara tidak langsung maka hal itu akan muncul dan mempengaruhi tindakan kita. Selain itu, kita juga harus bisa mengampuni diri sendiri, minta ampun kepada Tuhan, dan mengampuni orang lain.
Pada sesi ketiga, pembicaranya adalah Chandra Tjen, dengan tema “pengampunan”. Chandra menjelasakan bahwa dalam hidup ini terdapat 3 macam kemarahan dan kebencian yang bisa timbul dari pengalaman itu:
Banyak orang yang kelihatannya bebas tetapi sebenarnya ia terpenjara oleh kemarahan. Kemarahan tidak hanya merusak kedamaian diri tetapi juga merusak relasi-relasi kita dengan orang lain. Proses penyembuhan luka batin ini adalah melalui pengampunan. Yesus sendiri yang mengajarkan kita untuk mengampuni. Tidak hanya berbicara, Yesus juga mencontohkan bagaimana ia begitu berlapang hati dan mengampuni mereka yang telah menghancurkan tubuh dan jiwa-Nya. Dia mendoakan mereka: ”Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat!”. Ada 3 prinsip dasar pengampunan yang bisa kita terapkan agar kita bisa mengampuni dengan sungguh-sungguh:
Patricia Hasni, merupakan pembicara pada sesi keempat, dengan tema “Doa Penyembuhan Luka Batin”. Patricia mengajak peserta untuk menghadirkan Allah bersama kita. Terkadang kita tiba-tiba merasakan sakit, marah, jengkel, frustrasi, perasaan tidak berdaya yang membuat menjerit dan tubuh bergetar kuat. Saat itulah seharusnya kita memandang wajah Yesus, kita lihat ke dalam mata-Nya dan lihat kesungguhan dan kasih sayang. Kemudian kita lihat lagi orang yang membuat kita terluka itu, kejadian itu. Pasti masih terasa sakit dan perihnya. Tapi kita ingin bebas, lepas, sungguh-sungguh merdeka, dengan iman dan kasih sayang, bersama Yesus yang tidak melepaskan genggaman tangannya pada kita, katakan, ”Aku mengampunimu. Aku ampuni apa yang jahat dan kejam yang telah kau lakukan kepadaku. Aku melepaskan pengampunan kepadamu.” Setelah semua itu kita pasti bebas, merdeka. Dan Tuhan Yesus pasti tersenyum, Dia bersuka, cinta-Nya padamu tak lagi terhalang.
Pembicara pada sesi terakhir adalah Anastasia, S.Psi, M.Psi, psikolog, dengan tema “Bulletproof My Live From Next Wave Of LB”. Trauma yang paling membekas dan mempengaruhi fisik, emosi, kepribadian, konsep diri dan bagaimana kita berelasi romantik di masa dewasa adalah trauma masa kecil (childhood trauma). Dalam pendekatan holistik health, kesehatan fisik, kesehatan spiritual, kesehatan emosi dan kesehatan mental tidak dipisahkan. Oleh karena itu penting untuk kita juga memahami bahwa kesehatan mental, sama seperti kesehatan fisik adalah sebuah spektrum. Diperlukan bantuan pula dari profesional di bidang kesehatan mental.
Karena itulah awal kesembuhan dimulai dari diri kita sendiri. Harus ada langkah ke depan untuk maju dan mau sembuh. Tuhan telah menyiapkan sarana-sarana kesembuhan kita itu, tinggal kita mau mengambilnya atau tidak. Susan S/Yas