Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Yesus, Pola Kita & Mengerjakan Kehendak Allah




eBahana.com – Cara personal dan praktikal kehidupan setiap dari kita ialah melakukan – Kehendak Allah dalam Hidup Kita.

Mari kita mulai dengan pertanyaan personal: Apakah kita memiliki tujuan jelas dalam hidup kita? Atau kita menyimpang dalam hidup, terbawa kesana kemari oleh angin kebiasaan dan gaya hidup, terhempas ombak keadaan yang atasnya kita tidak memiliki kendali.

Tidak ada yang lebih tragis dalam hidup manusia daripada tanpa tujuan. Jika kita tidak menyasar apa-apa sama sekali, kita mungkin tidak mengena apa-apa. Kita mungkin memiliki talenta, kecerdasaan, dan kemampuan-kemampuan spesial, namun tanpa tujuan hidup kita akan berakhir dalam frustrasi, karena kita akan meraih sangat sedikit nilai permanen.

Disini terbentang satu dari faedah-faedah dan berkat-berkat kehidupan Kristen. Seperti Allah merencanakannya, kehidupan Kristen memberi setiap dari kita tujuan dalam hidup. Tujuan hidup disediakan bagi kita melalui iman kita dalam Kristus.

Gambaran pertama dari kehidupan Kristen dan tujuan-tujuannya, kita lihat dalam Ibrani: “Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.

Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah” (Ibrani 12:1-2).

Ada tiga kebenaran penting disebut disini. Pertama, kehidupan Kristen adalah perlombaan yang ditandai untuk kita sebelumnya. Kita tidak perlu menandai arah; itu sudah dilakukan untuk kita. Kita hanya perlu menjalankan perlombaan lari itu. Meski demikian, perlombaan lari ini bukan lari cepat, melainkan maraton jarak jauh.

Untuk bisa berlomba lari jarak jauh ini, kita harus membuang semua yang menghalangi kita. Hal-hal ini mungkin tidak harus selalu dosa; meski demikian, menahan kita menjalankan perlombaan lari. Untuk alasan itu kita harus menghilangkannya dari kehidupan kita.

Dalam perlombaan ini, ada kualitas khusus yang ditekankan: “kegigihan atau daya tahan.” Untuk kita menyelesaikan perlombaan, mensyaratkan ketekunan dan daya tahan.

Kedua, kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus. Yesus adalah pola kita dan inspirasi kita. Jika kita melepaskan pandangan mata kita dari Yesus untuk waktu lama, kita akan kehilangan kemampuan kita sukses dalam perlombaan.

Ketiga, Yesus adalah “titik mula-mula iman dan penyempurna iman kita,” (the author and perfecter of our faith) Ia yang menggerakkan semua. Kita mungkin menyadari Ia titik awal iman kita, namun kita sering melupakan fakta bahwa Ia juga penyempurna. Yesus tidak hanya memulainya, Ia juga menyelesaikannya.

Dalam Kitab Suci dan dalam Allah berurusan dalam hidup kita, kita melihat Ia tidak pernah memulai apa pun yang Ia tidak bisa selesaikan. Kita perlu menaruh ini dalam hati dan terdorong fakta ini. Yesus yang memulai kita dalam perlombaan ini, Ia akan memampukan kita menyelesaikannya. Ia “the author and perfecter of our faith.”

Simpan tiga hal penting ini dalam pikiran. Pertama, kehidupan orang-orang Kristen adalah perlombaan dimana arahnya di tandai sebelumnya, dan membutuhkan daya tahan untuk menyelesaikan perlombaan. Kedua, untuk sukses mata kita harus tertuju pada Yesus. Ia pola kita dan inspirasi kita. Ketiga, Ia titik mula-mula iman dan penyempurna iman kita. Selama kita memandang Yesus, Ia tidak hanya mengatur kita untuk maju, namun Ia memampukan kita juga untuk terus maju dan membawa kita sukses berkemenangan sampai kita menyelesaikan perlombaan.

Dalam melihat Yesus sebagai pola dan inspirasi kita dalam perlombaan Kristen ini, kita melihat bahwa kunci untuk mencapai keberhasilan-Nya adalah motivasi-Nya. Kecuali kita benar-benar mengerti motivasi-Nya dan masuk kedalamnya bersama dengan- Dia, kita akan mengalami perlombaan ini terlalu berat untuk kita.

Dalam Ibrani 10:5-10, penulis mengutip dari Mazmur 40 dan mengaplikasikannya pada Yesus Kristus.

“Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: “Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki – tetapi Engkau telah menyediakan (tubuh) bagiku.

Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan.

Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku.”

Di atas Ia berkata: “Korban dan persembahan, korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau kehendaki dan Engkau tidak berkenan kepadanya” – (meskipun dipersembahkan menurut hukum Taurat).

Dan kemudian kata-Nya: “Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu.” Yang pertama Ia hapuskan, supaya menegakkan yang kedua.

Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus” (Ibrani 10:5-10).

Perhatikan kata “tubuh” di awal. Tuhan berkata, “Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki – tetapi Engkau telah menyediakan (tubuh) bagiku.” Di akhir komentar, “Dan karena kehendak-Nya inilah (kehendak Allah melalui Yesus Kristus) kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus” Allah memberi Yesus dengan tubuh untuk dikorbankan mewakili kita. Tema ini akan mengikuti sepanjang pelajaran ini.

Dari nas ini kita melihat, pertama, apa motivasi tertinggi Yesus: “Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu.” Pernyataan itu dikutip dua kali untuk menekankan agar tidak meleset. Tujuan terpenting dan tujuan tunggal Yesus sepanjang kehidupan-Nya dibumi adalah untuk melakukan kehendak Allah. Ia sama sekali jelas mengenai itu, dan Ia tidak pernah berbelok darinya.

Kedua, sehubungan dengan yang pertama, ada bagian yang ditulis untuk Yesus perankan: “Sungguh, Aku datang – dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku – untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku.” Ditulis dalam gulungan Firman Allah sebelum Ia datang. Yesus tidak menulis atau meng-improvisasi naskah yang diberikan pada-Nya. Ia menemukannya melalui pembelajaran Kitab Suci.

Ketiga, kehendak Allah untuk Yesus mencapai puncaknya dalam pengorbanan tubuh Yesus sendiri. Tujuan dan rencana Allah dalam memberi-Nya tubuh agar Yesus menyerahkan tubuh-Nya sebagai pengorbanan sempurna mewakili umat manusia.

Catat tiga poin berikut: Pertama, motivasi terpenting Yesus adalah melakukan kehendak Allah. Kedua, ada bagian tertulis untuk-Nya dalam Kitab Suci. Ketiga, kehendak Allah untuk Yesus adalah mencapai puncaknya dalam pengorbanan tubuh-Nya sendiri.

Setiap dari tiga poin ini harus memiliki imbangannya dalam hidup kita. Setiap pernyataan benar tentang Yesus harus benar tentang kita. Setiap dari kita membutuhkan motivasi yang sama – harus melakukan kehendak Allah dan menemukan apa yang tertulis untuk kita dalam gulungan Kitab Suci. Terakhir, melakukan kehendak Allah dalam hidup kita mencapai puncaknya dalam pengorbanan tubuh kita sendiri.

Satu syarat esensial untuk hidup sukses adalah memiliki tujuan jelas yang didefinisikan dan terus dikejar. Tanpa tujuan itu seseorang seperti perahu hanyut dilaut lepas, dibawa kesana kemari oleh angin “kebiasaan” dan ombak “keadaan”, tanpa kendali atas tujuannya sendiri.

Salah satu faedah dan berkat terbesar kehidupan Kristen adalah memberi setiap dari kita tujuan untuk hidup. Dalam hal ini, Yesus adalah pola kita dan inspirasi kita.

Mari kita lihat bagaimana komitmen untuk melakukan kehendak Allah secara praktikal berhasil dalam kehidupan dan pelayanan Yesus di bumi. Kita akan mulai dengan insiden terkenal dimana Yesus bertemu dengan perempuan Samaria di sumur Yakub. Yesus dan murid-murid-Nya dengan berjalan kaki, kembali dari Yudea ke Galilea.

Mereka melewati Samaria dan sampai ke tempat yang sampai hari ini masih di kenal sebagai sumur Yakub. Yesus lelah dan duduk dekat sumur untuk beristirahat. Tampaknya mereka kehabisan makanan dan lapar, karena murid-murid pergi ke kota untuk membeli makanan. Lalu perempuan dari Samaria itu datang ke sumur, dan Yesus melakukan perbincangan dengannya dimana Ia memberinya janji indah mengenai air hidup bagi setiap orang yang haus.

Perempuan itu begitu bergairah ia meninggalkan kendi airnya tanpa mengumpulkan air dan kembali ke kota untuk menyampaikan pada orang-orang tentang orang yang ia temui di sumur.

Sementara Yesus tetap di sumur, murid-murid-Nya kembali dan menemukan-Nya duduk disana. Berikut catatan dalam injil Yohanes: “Sementara itu murid-murid-Nya mengajak Dia, katanya: “Rabi, makanlah.”

Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal.”

Maka murid-murid itu berkata seorang kepada yang lain: “Adakah orang yang telah membawa sesuatu kepada-Nya untuk dimakan?”

Kata Yesus kepada mereka: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan- Nya.

Bukankah kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi Aku berkata kepadamu: lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai.

Sekarang juga penuai telah menerima upahnya dan ia mengumpulkan buah untuk hidup yang kekal, sehingga penabur dan penuai sama-sama bersukacita” (Yohanes 4:31-36).

Ini pernyataan jelas dari Yesus: “Makanan-Ku…ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku .” Motivasi sentral dari seluruh kehidupan di bumi selalu untuk melakukan kehendak Satu yang mengutus-Nya. Ada dua hasil dari motivasi ini dalam kehidupan Yesus yang memiliki imbangannya dalam hidup kita.

Pertama, komitmen Yesus untuk melakukan kehendak Allah mengerjakan restorasi fisikal dan supernatural dalam Dia. Ketika Ia datang ke sumur, Ia lelah dan lapar. Yesus duduk, namun kebalikkan dari makan, Ia mengalirkan kehendak Allah dalam perbincangan-Nya dengan perempuan itu. Dengan menaruh kehendak Allah diatas kebutuhan-kebutuhan fisikal-Nya sendiri, Ia menerima restorasi supernatural. Ketika murid-murid datang membawa makanan, Yesus tidak tertarik. Ia berkata, “Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal.” Murid-murid-Nya tidak bisa mengerti makanan apa yang Ia makan. Yesus menjelaskan, “Makanan-Ku….ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan- Nya.” Makanan adalah hal yang memberi kita kekuatan fisikal dan menjaga kita. Yesus berkata, “Itu yang menjaga Aku dan menjaga-Ku terus maju – komitmen-Ku untuk melakukan kehendak Satu yang mengutus Aku.”

Kedua, Yesus memiliki sudut pandang yang berbeda. Ia mulai berbicara tentang bagaimana melihat dunia. Ia berkata, “Kamu melihat dunia dengan satu cara; Aku melihat dunia dengan cara lain. Kamu bilang ada empat bulan lagi untuk menuai, namun bagi-Ku ladang tuaian sudah matang. Aku sudah menuai.” Yesus mengacu pada pertemuan-Nya dengan perempuan Samaria. Ia menuai tuaian dari kota itu. Beberapa menit kemudian, perempuan itu kembali dengan orang-orang dari kota itu, dan Yesus berbagi dengan mereka.

Murid-murid melihat hal-hal murni dari sudut pandang natural. Mereka berkata, “belum waktunya untuk menuai.” Sebaliknya, Yesus memiliki sudut pandang spiritual. Ia melihat hal-hal dari perspektif lain. Komitmen Yesus untuk malakukan kehendak Allah yang memberi-Nya pengetahuan spiritual ini.

Kira-kira dua per tiga pasal injil Yohanes selanjutnya, kita menemukan Yesus membuat pernyataan lain yang banyak mengajar kita tentang hasil dari memiliki komitmen melakukan kehendak Allah. Yesus membahas kesembuhan seorang yang sudah lumpuh bertahun-tahun. Ditengah diskusi ini, Yesus membuat pernyataan: “Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman- Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku” (Yohanes 5:30).

Perhatikan kata-kata Yesus, “Penghakiman-Ku adil.” Dengan kata lain, Yesus mengatakan, “Penghakiman-Ku benar.” Kenapa? “Karena Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.” Disini kita menemukan hasil ketiga dari memiliki komitmen melakukan kehendak Allah. – “penghakiman adil” atau “kearifan yang tidak memihak.”

Yesus tidak pernah tertipu. Tidak seorang pun menipu-Nya. Yesus melihat kebenaran dalam setiap orang yang datang pada-Nya. Ia melihat motivasi terdalam mereka dan mengetahui apa yang mereka benar-benar cari. Yesus tahu bagaimana menjangkau dan menjamah mereka dimana mereka perlu dijamah, apakah secara spiritual atau secara fisikal, karena komitmen-Nya untuk melakukan kehendak Allah.

Bagaimana kita bisa menghindari penilaian bodoh dan penilaian yang salah terhadap orang-orang dan situasi-situasi. Kita menemukan kuncinya dalam Yohanes 5:30, dimana Yesus berkata, “Penghakiman-Ku adil; kearifan-Ku akurat. Aku melihat hal-hal apa adanya.” Kenapa? “Sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.”

Penghakiman Yesus tidak di keruhkan oleh hasrat-Nya untuk mendapatkan jalan-Nya. Ia netral sampai Bapa menggerakan-Nya. Yesus menunggu pewahyuan Bapa, apa kehendak-Nya, dan lalu Yesus membuat penghakiman yang adil dan penghakiman yang akurat.

Sejauh ini, kita sudah melihat cara dimana komitmen Yesus untuk melakukan kehendak Allah secara praktikal berhasil dalam kehidupan dan pelayanan-Nya di bumi. Ada tiga hasil spesifik dalam hidup-Nya. Pertama, ada restorasi fisikal. Di sumur Yakub Ia lelah dan lapar, namun dalam melakukan kehendak Allah membagi kebenaran dengan perempuan Samaria, Yesus menerima restorasi fisikal. Ia tidak lagi lapar ketika murid-murid-Nya kembali membawa makanan.

Kedua, ada pandangan akurat atas situasi. Yesus melihat ladang tuaian dengan mata Allah, sementara murid-murid-Nya masih melihatnya dengan mata natural. Komitmen Yesus untuk melakukan kehendak Allah memberi-Nya pandangan berbeda dengan perspektif mereka disekitar-Nya.

Ketiga, ada penghakiman adil atau kearifan yang tidak memihak. Yesus berkata, “penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku” (Yohabes 5:30). Ia tidak pernah ditipu atau terbawa oleh angan- angan, emosi, atau reaksi-Nya sendiri. Yesus selalu menunggu pewahyuan Bapa mengenai setiap situasi.

Mari kita lanjutkan dengan melihat dua hasil lebih jauh komitmen Yesus untuk melakukan kehendak Allah. Kita akan melihat diskursus Yesus setelah Ia memberi makan lima ribu orang dengan lima potong roti dan dua ikan, dan secara spesifik aplikasi spiritual bagi- Nya Sendiri.

“Kata Yesus kepada mereka: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.

Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya.

Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.

Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak- Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. (signifikan – kita harus mengesampingkan kehendak kita sebelum kita bisa melakukan kehendak Allah).

Dan inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.

Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman “(Yohanes 6:35-40).

Yesus telah mengesampingkan kehendak-Nya sendiri dan, di akhir diskursus-Nya, Ia mengacu pada “kehendak Bapa-Ku.” “Akulah roti hidup.” “supaya setiap orang, yang melihat [Aku] dan yang percaya kepada (Aku) beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.” Anugerah indah yang ditawarkan oleh Satu yang bisa memberi makan dan kehidupan kepada dunia yang lapar, hampir mati.

Namun apa harga yang Yesus harus bayar? “Tidak melakukan kehendak-Ku, namun kehendak-Nya yang mengutus Aku.” Selama kita sibuk dengan rencana-rencana, tujuan-tujuan, dan obyektif- obyektif kita sendiri, kita tidak bisa menjadi saluran-saluran kehidupan ilahi. Karena ini berlaku bahkan untuk Yesus senduri, apalagi untuk kita? Jika kita ingin privelese menjadi roti Allah, dipecah-pecah untuk memberi makan dunia yang lapar, maka kita harus melakukan penolakkan. “Bukan….kehendak-Ku tetapi………………………………………………………………………………….. untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.”

Ini kesaksian pribadi Paulus, dalam surat keduanya kepada orang- orang Korintus: “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami.

Sebab kami, yang masih hidup ini, terus-menerus diserahkan kepada maut karena Yesus, supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini.

Maka demikianlah maut giat di dalam diri kami dan hidup giat di dalam kamu” (2 Korintus 4:10-12).

Paulus menjelaskan, “Maka demikianlah maut giat di dalam diri kami dan hidup giat di dalam kamu.” Dunia membutuhkan saluran- saluran kehidupan, namun ada harga yang harus dibayar. Jika kita ingin menjadi saluran kehidupan untuk orang lain, kematian harus pertama bekerja dalam kita. Kita tidak bisa memilikinya dengan cara lain atau merubah susunannya.

Polanya jelas: ketika kematian bekerja dalam kita, maka kehidupan bekerja dalam orang-orang lain. Kita disini bukan untuk melakukan kehendak kita sendiri, namun kehendak-Nya yang mengutus kita.

Kehendak-Nya yang mengutus kita adalah untuk memberi makan dan memberi kehidupan kepada dunia yang lapar dan mati. Jika kita menolak kehendak kita sendiri dan mengikuti satu hati ketaatan kehendak Allah seperti diungkapkan untuk kita, maka kita, juga, dalam ukuran kita sendiri, bisa menjadi makanan untuk dunia yang lapar dan kehidupan untuk dunia yang mati. Meski demikian, ini tidak mungkin sementara kita terlalu risau melakukan kehendak kita sendiri.

Ada satu hasil lagi yang dihasilkan dalam kehidupan Yesus melalui komitmen-Nya untuk melakukan kehendak Bapa. Kita bisa menemukannya dalam doa Yesus imam besar kepada Bapa mewakili murid-murid-Nya sebelum Ia dipisahkan dari mereka. Ekspresi indah Yesus ini ditemukan di bagian akhir injil Yohanes: “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya” (Yohanes 17:4).

Dimana versi ini berkata, “menyelesaikan,” terjemahan bentuk dari kata Yunani, “teleios,” juga berarti “untuk menyelesaikan” atau “untuk melengkapi.” “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi, dengan [menyelesaikan] pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.” Sepanjang Injil-Injil, penekanan Yesus bukan hanya pada melakukan kehendak Allah, namun pada menyelesaikan pekerjaan. Sehubungan dengan insiden perempuan Samaria di sumur Yakub, Ia sudah mengatakan, “Makanan-Ku……………………………………………………………………… ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yohanes 4:34).

Yesus selalu melihat kedepan kepada kemenangan tugas-Nya. Disini Ia berkata, “Sekarang Aku sudah membawa kemuliaan kepada-Mu, Ya Bapa, di bumi, karena Aku sudah sampai pada akhir pekerjaan.

Aku sudah menyelesaikannya.” Kembali ke gambaran perlombaan lari yang kita bahas sebelumnya, kita bisa katakan bahwa Yesus sudah menyelesaikan perlombaan lari. Dalam melakukan itu, Ia berkata, “Aku sudah membawa kemuliaan kepada Allah.”

Melakukan kehendak Allah akan selalu membawa kemuliaan kepada-Nya. Apa pun tugas yang Allah panggil kita untuk lakukan, jika kita melakukannya sepenuhnya dan menyelesaikannya, kita bisa membawa kemuliaan kepada-Nya. Tugas yang Allah tugaskan kepada kita mungkin simpel, biasa atau sederhana. Mungkin mengharuskan menjadi istri dan ibu terbaik, suami dan bapa yang saleh, sekertaris yang efisien, atau pengusaha yang baik. Apa pun tugasnya, jika kita menyelesaikannya dan melakukan pekerjaan kita dengan teliti dan lengkap, kita akan membawa kemuliaan kepada Allah.

Memikirkan atau mementingkan diri sendiri, pelayanan setengah hati tidak pernah memuliakan Allah. Satu dari alasan-alasannya tidak memuliakan karena motif orang seperti itu untuk melayani, selalu disimpulkan dalam dirinya. Ada orang-orang Kristen, bahkan pendeta-pendeta, yang memikirkan kemuliaan mereka sendiri dari pada kemuliaan Allah. Mereka mungkin menarik banyak pengikut dan membuat orang-orang tertarik pada karunia-karunia dan pelayanan-pelayanan mereka, namun pada akhirnya bukan untuk kemuliaan Allah.

Agar memuliakan Allah, kita harus memiliki satu titik fokus untuk tugas yang Allah tugaskan kita. Kita perlu memiliki kebulatan tekad kita akan menyelesaikan tugas apa pun yang diperlukan.

Harus menjadi hasrat kita di akhir hidup kita di bumi untuk mengatakan dengan keterbatasan kita, “Saya telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada saya untuk melakukannya”

Oleh Loka Manya Prawiro



Leave a Reply