Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Kesatuan dan Pluralitas – Bapa, Anak dan Roh Kudus dan Elohim – Bagian 1




eBahana.com – Satu aspek khusus Allah yang sepenuhnya unik dari pewahyuan Alkitab mengenai Allah – tidak ditemukan dalam kitab atau agama lain – kombinasi kesatuan dan pluralitas didalam kodrat Allah. Aspek unik ini diungkapkan dalam nama-Nya “Elohim.” Secara signifikan nama ini muncul dalam ayat pertama Alkitab. Dalam Kejadian 1:1, kita menemukan kata-kata: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.”

Dalam Ibrani asli, ada bentrokan “grammar” dalam ayat ini. Kata benda “Allah,” “Elohim,” jamak, namun kata kerja yang mengikuti, “menciptakan,” tunggal. Jadi, kita memiliki kata benda jamak yang di ikuti dengan kata kerja tunggal. Paradoks ini mengandung benih- benih kebenaran yang diungkapkan sepanjang sisa Kitab Suci.

Ada sedikit paradoks serupa dalam ayat terkenal Ulangan – bangsa Yahudi menyebutnya “Shema,” – pernyataan doktrinal iman Israel.

“TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” (Ulangan 6:4).

Menariknya, hanya dibutuhkan tujuh kata untuk mengatakan “Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa” dalam Ibrani. Yang lebih menarik, dari tujuh kata itu, tiga dalam bentuk jamak. Satu-satunya kata tunggal adalah kata “esa.” Jadi, lagi, kita menemukan paradoks kesatuan dan pluralitas yang dikombinasikan dalam pewahyuan Allah.

Satu cara untuk mengerti kesatuan dan pluralitas adalah menyadari ada dua kata berbeda Ibrani untuk “esa.” Satu kata “yachid” dan satunya “echad.”

Kata “yachid” berarti “sendiri dan unik.” Sebagai contoh, dalam Kejadian 22:2, Tuhan berkata pada Abraham, “Ambilah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi….” Ayat ini menggunakan kata “yang tunggal itu,” yachid, karena Abraham dan Sara hanya memiliki satu yang lahir dari tubuh mereka sendiri.

Contoh lain dalam Mazmur 25:16, dimana pemazmur menulis, “…sebab aku sebatang kara dan tertindas.” Kata “sebatang kara” adalah “yachid,” berarti “sepenuhnya aku sendiri.”

Di lain pihak, kata lain untuk “esa,” “echad,” menunjukkan kesatuan dari banyak elemen. Arti ini sangat jelas dalam banyak nas Perjanjian Lama. Sebagai contoh, dalam Kejadian 2, Kitab Suci menguraikan kodrat perkawinan dan kesatuan Adam dan Hawa: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kejadian 2:24).

Kata “esa,” “echad,” mengekspresikan bahwa keduanya dipersatukan menjadi satu. Jadi, “echad,” menggambarkan atau menunjukkan kesatuan lebih dari satu untuk membentuk kesatuan.

Dalam Bilangan 13, Kitab Suci berkata mengenai mata-mata Israel yang pergi masuk untuk melihat Tanah Perjanjian: “Ketika mereka sampai ke lembah Eskol, dipotong merekalah disana suatu cabang dengan setandan buah anggurnya” (Bilangan 13:23).

Kata “setandan” dalam Ibrani “echad.” Setandan, namun terdiri dari banyak anggur.

Kita menemukan kata ini digunakan lagi dalam pernyataan luar biasa dalam Kitab Hakim-Hakim, ketika ada perang saudara diantara suku-suku Israel: “Demikianlah orang Israel berkumpul melawan kota itu, semuanya bersekutu dengan serentak” (Hakim-Hakim 20:11).

Kata “bersekutu” disini “echad.” Ada ribuan orang; namun, mereka membentuk satu kesatuan.

Dalam visi Yehezkiel, Tuhan mengatakan padanya untuk mengambil dua potong papan dan menamakan mereka dua suku Israel.

“Hai engkau anak manusia, ambillah sepotong papan dan tulis di atasnya: Untuk Yehuda dan orang-orang Israel yang bersekutu dengan dia. Kemudian ambillah papan yang lain dan tulis atasnya: Untuk Yusuf – papan Efraim – dan seluruh kaum Israel yang bersekutu dengan dia.

Gabungkanlah keduanya menjadi satu papan, sehingga keduanya menjadi satu dalam tanganmu” (Yehezkiel 37:16-17).

Lagi, kata “satu” adalah “echad,” namun kita melihat secara spesifik awalnya ada dua potong papan. Setelah disatukan, mereka membentuk kesatuan, yang digambarkan dengan kata “satu.”

Contoh-contoh ini menolong kita untuk mengerti jenis kesatuan yang dipresentasikan oleh kata ” Elohim.” Kesatuan ketunggal-ikaan – persatuan sempurna – namun mengandung lebih dari keesaan: pluralitas.

Mari kita “review” dua nas dalam Alkitab agar jelas pengertian ini. Dalam Kejadian 3, setelah Adam dan Hawa berdosa dan kehilangan hak mereka di taman Eden, kita membaca, “Berfirmanlah TUHAN Allah: “Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat” (Kejadian 3:22).

Dalam membaca seluruh Kejadian 3, jelas bahwa memiliki pengetahuan yang baik dan yang jahat karakteristik penting Allah. Dalam Alkitab New American Standard, kata “Kita” dalam ayat 22 dicetak huruf besar. Dengan kata lain, diaplikasikan pada Allah. Ada dua-duanya, kesatuan dan pluralitas didalam kodrat Allah.

Contoh menarik lain dalam deskripsi visi Yesaya mengenai Tuhan: “Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Kita? Maka sahutku: “Ini aku, utuslah aku!” (Yesaya 6:8).

Allah berbicara, dan Ia menggunakan keduanya tunggal (“Ku”) dan jamak (“Kita?”). Ia berkata, “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Kita?”

Sepanjang Alkitab, ada paradoks yang sangat menarik: Allah satu; namun, didalam ketunggalan (keesaan) Allah, ada lebih dari satu. Kebenaran penuh dari paradoks ini dari kesatuan dan pluralitas Allah dibawa kedalam terang kedalam pewahyuan Perjanjian Baru.

Mari kita lihat pada nas paling istimewa dari banyak nas, amanat terakhir Yesus kepada murid-murid-Nya yang dicatat di akhir injil Matius: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 28:19).

Sebenarnya, orang-orang Yunani berkata, “Baptislah mereka (ke dalam) nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” Kita dibaptis kedalam nama Allah. Tindakkan itu menandakkan mengambil tempat kita dalam Allah, kehilangan kehidupan pribadi kita dalam Allah.

Kepenuhan Allah terdiri dari Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Ketika kita melihat ini, kita mengerti kenapa, dari awal Alkitab, ayat pertama Alkitab, kata untuk Allah dalam bentuk jamak. Kebenaran yang dibawa keluar dalam Perjanjian Baru tidak baru – hanya pengungkapan dan pemenuhan apa yang sudah ada, dengan implikasi, dalam Perjanjian Lama.

Mari lihat dua contoh tambahan dari Perjanjian Lama. Dalam Amsal 30:4, “Siapakah yang naik ke sorga lalu turun? Siapakah yang telah mengumpulkan angin dalam gengamnya? Siapakah yang telah membungkus air dengan kain? Siapakah yang telah menetapkan segala ujung bumi? Siapa namanya dan siapa nama anaknya? Engkau tentu tahu” (Amsal 30:4).

Siapa pun yang biasa dengan pewahyuan Kitab Suci akan mengerti bahwa “siapa” mengacu pada Allah Sendiri. Bukan siapa-siapa selain Allah yang sudah melakukan hal-hal itu. Namun dikatakan, “Siapa namanya dan siapa nama anaknya?” Ayat ini bagian dari pewahyuan Perjanjian Lama mengenai pluralitas Allah – dalam contoh ini, mengungkapkan kebenaran, dan hubungan antara, Allah Bapa dan Allah Anak.

Lalu, dalam Yesaya 48:12-13, kita membaca, “Dengarkanlah Aku, hai Yakub, dan engkau Israel yang Kupanggil! Akulah yang tetap sama, Akulah yang terdahulu, Akulah juga yang terkemudian!

Tangan-Ku juga meletakkan dasar bumi, dan tangan kanan-Ku membentangkan langit. Ketika Aku menyebut namanya, semuanya bermunculan.”

Lagi, seluruh pewahyuan Kitab Suci sepakat bahwa pribadi yang mengatakan kata-kata ini tidak lain dari Allah Sendiri – yang pertama dan terakhir, Pencipta dan penopang surga dan bumi. Lalu, Ia berkata, “Mendekatlah kepada-Ku, dengarlah ini: Dari dahulu tidak pernah Aku berkata dengan sembunyi dan pada waktu hal itu terjadi Aku ada di situ.” Dan sekarang, Tuhan ALLAH mengutus aku dengan Roh- Nya” (Yesaya 48:16).

Alkitab King James Version berkata, “Dan sekarang, Tuhan ALLAH mengutus aku dengan Roh-Nya.” Disini, Pribadi ilahi berbicara, namun Ia berkata Allah, dan Roh-Nya, “sudah mengutus Aku.” Yang mana pun kita melihatnya, penggenapan ditemukan dalam Perjanjian Baru: Allah Bapa mengutus Yesus dan Roh Kudus.

Keduanya keluar dari Allah. Dan ketiganya adalah Allah: Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Jadi, kita melihat itu dalam “Elohim,” ada kesatuan sempurna yang lebih dari satu. Allah secara esensial satu, dan secara esensial lebih dari satu. Itu misteri kodrat Allah – pencampuran unik kesatuan dan pluralitas ini.

Nama utama untuk Allah dalam Ibrani Perjanjian Lama adalah “Elohim,” nama yang kita lihat sehubungan dengan kesatuan dan pluralitas Allah. Mari kembali ke Kejadian 1:1; dimana kita menemukan kata-kata ini: “Pada mulanya Allah (Elohim) menciptakan surga dan bumi.” Setelah itu, nama yang sama, “Elohim,” terjadi 2500 kali dalam Perjanjian Lama. Alkitab adalah kitab yang berpusat pada Allah untuk umat manusia yang lapar akan Allah. Dalam setiap manusia, ada lapar untuk mengenal kebenaran Allah. Alkitab satu-satunya kitab yang bisa benar-benar memuaskan lapar ini. Itu alasan daya tarik terus menerusnya pada umat manusia. “Best seller” tak tertandingi diantara buku-buku yang pernah ditulis.

Kita sudah melihat satu fakta penting mengenai kata “Elohim” dalam bentuk jamak. Akhiran “im” adalah akhiran normal jamak dalam Ibrani. Seperti kita menaruh “s” di akhir banyak kata benda tunggal dalam Inggris untuk membuatnya jamak, begitupula dalam Ibrani mereka menaruh “im” di akhir kata benda maskulin untuk membuatnya jamak.

Menariknya, ada bentuk tunggal dari kata itu, “Eloah,” yang terjadi lebih dari 50 kali dalam Alkitab, yakni dalam kitab Ayub. Kitab Ayub kemungkinan kitab tertua dalam Alkitab, jadi ini mengindikasi bahwa “Eloah” bentuk kata lebih tua yang secara bertahap mulai tidak digunakan.

Fakta mempesona lain mengenai “Elohim” bahkan meski dalam bentuk jamak, biasanya diikuti kata kerja tunggal. Dalam bahasa Ibrani, seperti dalam banyak bahasa-bahasa lain, kata kerja memiliki bentuk tunggal dan jamak. Seperti kita catat sebelumnya, dalam Kejadian 1:1, “Pada mulanya Allah menciptakan….,” kata benda “Allah” jamak, sementara kata kerja “menciptakan” dalam bentuk tunggal.

Meski kata kerja mengikuti “Elohim” biasanya tunggal dalam Alkitab, ada beberapa tempat menarik dimana di ikuti dengan kata kerja jamak. Satu yang paling menarik dalam Kejadian 20:13, dimana Abraham berkata, “Ketika Allah (Elohim) menyuruh aku mengembara keluar dari rumah ayahku.” Frasa kata kerja yang digunakan disitu, “menyuruh aku mengembara, ” jamak. Abraham berbicara mengenai Allah sejati yang menampakkan diri padanya dan mendorongnya untuk mengembara.

Secara signifikan, ketika Abraham membuat pernyataan ini, ia berbicara dengan raja non-Ibrani. Mungkin ia sudah mengadaptasi bahasanya sedikit untuk menyesuaikan dengan “mind-set” raja.

Seperti kita sudah lihat, ada keseimbangan menarik antara tunggal dan jamak yang dimulai begitu nama Allah disebut dalam Alkitab.

Mari kita bicara sedikit tentang bentuk “Elohim.” “Eloah” dan “Elohim” keduanya bentuk tunggal dan jamak yang berasal dari kata, lebih awal. “El, berarti “kuasa.” Digunakan, sebagai contoh dalam Kejadian 31. Yakub dan mertuanya, Laban, memiliki perselisihan pendapat, dan Laban berkata pada Yakub, “Aku ini berkuasa untuk berbuat jahat kepadamu…” (ayat 29). Pernyataan ini bisa diterjemahkan lebih harfiah, “Dalam kuasa tanganku untuk berbuat jahat kepadamu.” Kata “kuasa” adalah “el,” kata sama yang digunakan untuk Allah.

Konotasi dasar atau asosiasi tiga kata itu – “El,” “Eloah,” “Elohim” – berinduk dari satu bentuk akar “el.” Arti dasarnya “yang berkuasa.” “Elohim” plural menunjukkan semua totalitas Allah. Konsep ini diekspresikan oleh rasul Paulus dalam Perjanjian Baru: “Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih” (Roma 1:20).

Paulus berkata ada beberapa aspek Allah dimanifestasikan dalam ciptaan. Ia menyebutnya “apa yang tidak nampak dari-Nya.” Lalu, ia men-definisikannya sebagai “kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya.”

Itu sebenarnya apa arti “Elohim” – kekuatan dan kodrat ilahi Allah.

Menarik untuk dicatat Alkitab Yerusalem menggunakan frasa “kekuatan dan ketuhanan” dalam menterjemahkan ayat diatas. Kemungkinan, cara paling komprehensif menterjemahkan “Elohim” adalah “ketuhanan,” karena kita harus memperhitungkan bentuk jamaknya. Menyimpulkan semua yang adalah Allah.

Kata “Elohim” juga diaplikasikan dalam Alkitab pada pribadi-pribadi selain satu Allah sejati, namun selalu untuk alasan-alasan spesifik.

Digunakan untuk pribadi-pribadi atau hal-hal yang diciptakan, memanifestasi satu atau atribut lebih yang diasosiasikan dengan Allah sebagai “Elohim” – khususnya, atribut kekuatan, kemuliaan, dan otoritas. Sebagai contoh, pemazmur menulis, “Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah (Elohim), dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat” (Mazmur 8:6).

Ayat ini biasanya di interpretasi sebagai pandangan pendahuluan nubuatan inkarnasi Yesus sebagai manusia. Namun dikatakan, “Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah.” Terjemahan-terjemahan lain menggunakan “makhluk-makhluk surgawi” (NIV) dan “Allah,” maka ada banyak flexibilitas. Namun secara umum disepakati bahwa artinya disana adalah malaikat- malaikat, maka kita meihat kata “elohim” diaplikasikan pada malaikat-malaikat.

Kata tersebut juga diaplikasikan pada hakim-hakim manusia. Dalam Keluaran 22:9, hukum Musa mengatakan ini: “Dalam tiap-tiap perkara pertengkaran harta, baik tentang seekor lembu, tentang seekor keledai, tentang seekor domba, tentang sehelai pakaian, baik tentang barang apa pun yang kehilangan, kalau seorang mengatakan: Inilah kepunyaanku – maka perkara kedua orang itu harus dibawa kehadapan Allah (elohim). Siapa yang dipersalahkan oleh Allah (elohim) haruslah membayar kepada temannya ganti kerugian dua kali lipat.”

Nama “elohim” dianugerahkan pada hakim-hakim manusia karena mereka merepresentasi keadilan Allah.

“Elohim” diaplikasikan pada pemerintah-pemerintah dalam Mazmur 82:1: “Allah berdiri dalam sidang ilahi, diantara para allah (pemerintah- pemerintah – elohim) Ia menghakimi.”

Terakhir, dalam Keluaran 12:12, kata tersebut di aplikasikan pada penghulu-penghulu dan penguasa-penguasa satanik. Allah berkata, “Sebab pada malam ini Aku akan menjalani tanah Mesir, dan semua anak sulung, dari anak manusia sampai anak binatang, akan Kubunuh, dan kepada semua allah (elohim) di Mesir akan Kujatuhkan hukuman, Akulah, TUHAN.”

Dalam kasus ini, “allah-allah” ini musuh dari Allah sejati dan umat- Nya. Mereka tidak disangsikan lagi penghulu-penghulu dan penguasa-penguasa Satan – pemerintah-pemerintah dalam kerajaan satanik-nya – namun mereka disebut allah-allah.

Jadi, kita melihat kata “elohim” di aplikasikan pada malaikat- malaikat, hakim-hakim manusia, pemerintah-pemerintah manusia, dan bahkan makhluk-makhluk satanik. Itu karena mereka semua, sampai pada tingkat terbatas, memanifestasi satu atau lebih atribut yang diasosiasikan dengan Allah – seperti kuasa, kemuliaan, kebenaran, keadilan, kekekalan, makhluk surgawi – dan atribut- atribut Allah disimpulkan dalam satu kata: “ketuhanan.”

Sebelumnya, kita melihat kata “Elohim” mengandung didalamnya benih kebenaran yang diungkapkan sepanjang sisa Alkitab. Esensi dari kebenaran ini bisa dinyatakan dalam paradoks: “Elohim” merepresentasi kesatuan sempurna yang lebih dari satu. Allah secara esensial satu dan secara esensial lebih dari satu.

Perkembangan yang berlangsung dari paradoks ini sepanjang Kitab Suci pada akhirnya mengarah pada pewahyuan penuh Allah yang diberikan melalui Yesus, yang meng-identifikasikan pluralitas didalam kesatuan Allah sebagai Bapa, Anak, dan Roh. Pengertian yang benar mengenai “Elohim” memampukan kita melihat pewahyuan Yesus tidak meninggalkan pewahyuan asli Perjanjian Lama melainkan penggenapan logikal.

Kita sudah melihat arti dasar nama Allah “Elohim” “sangat berkuasa,” dan bentuk plural-nya menujukkan totalitas semua yang adalah Allah dalam kuasa kekal dan kodrat ilahi-Nya.

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply