Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

TUJUAN HUKUM TAURAT




eBahana.com – Tujuan utama hukum Taurat adalah untuk menunjukkan kepada orang-orang kondisi berdosa mereka. “Tetapi kita tahu, bahwa segala sesuatu yang tercantum dalam Kitab Taurat ditujukan kepada mereka yang hidup di bawah hukum Taurat, supaya tersumbat setiap mulut dan seluruh dunia jatuh ke bawah hukuman Allah.

Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa” (Roma 3:19-20).

Perhatikan, pertama, pernyataan yang sangat empatis “Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat” (Roma 3:20).

Dengan kata lain, tidak ada manusia bisa memperoleh kebenaran di hadapan Allah karena melakukan hukum.

Berdampingan dengan ini, Paulus menyatakan dua kali, dalam dua frasa berbeda, tujuan utama hukum diberikan. Ia berkata pertama bahwa “seluruh dunia jatuh ke bawah hukuman Allah.” Terjemahan alternatifnya adalah “seluruh dunia tunduk di bawah hukuman Allah.” Kedua, ia berkata, “oleh hukum Taurat orang mengenal dosa”

Kita melihat, karenanya, bahwa hukum tidak diberikan untuk membuat orang-orang dibenarkan, tetapi sebaliknya, untuk membuat orang-orang menyadari bahwa mereka berdosa dan tunduk di bawah penghukuman Allah atas dosa mereka. “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: “Jangan mengingini!” (Roma 7:7).

“Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik. Jika demikian, adakah yang baik itu menjadi kematian bagiku? Sekali-kali tidak! Tetapi supaya nyata, bahwa ia adalah dosa, maka dosa mempergunakan yang baik untuk mendatangkan kematian bagiku, supaya oleh perintah itu dosa lebih nyata lagi keadaannya sebagai dosa” (Roma 7:12-13).

Paulus menggunakan tiga frasa berbeda yang semuanya mengungkapkan kebenaran yang sama. Pertama, “oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa” (Roma 7:7). Kedua, “Tetapi supaya nyata, bahwa ia adalah dosa” (Roma 7:13). Ketiga, “supaya oleh perintah itu dosa lebih nyata lagi keadaannya sebagai dosa” (Roma 7:13).

Dengan kata lain, tujuan hukum adalah untuk membawa dosa terungkap keluar – untuk menunjukkan wujud dosa sesungguhnya sebagai hal cerdik, licik, destruktif, yang sebenarnya mematikan.

Orang-orang tertipu sampai pada kondisi ekstrim kebobrokan mereka.

Dalam praktik medis, ketika mengobati penyakit tubuh manusia, ada urutan yang selalu diikuti: pertama diagnosa, lalu penyembuhan.

Pertama sekali, dokter memeriksa orang yang sakit dan mencoba memastikan kondisi dan sebab dari penyakitnya, hanya setelah ia sudah melakukan itu baru ia membuat resep untuk penyembuhan.

Allah mengikuti urutan yang sama menghadapi kebutuhan spiritual manusia. Sebelum meresepkan pengobatan, Allah pertama mendiagnosa kondisinya. Sebab dasar dari semua kebutuhan dan kesengsaraan terletak pada satu kondisi umum seluruh umat manusia: dosa. Tidak ada penyembuhan yang memuaskan bagi kebutuhan manusia yang bisa di berikan sampai kondisi ini sudah di diagnosa.

Alkitab adalah satu-satunya buku di dunia yang secara benar mendiagnosa sebab kesengsaraan dan kebutuhan seluruh umat manusia. Untuk alasan ini, Alkitab tidak ternilai dan tidak tergantikan.

Tujuan kedua hukum diberikan adalah untuk menunjukkan orang- orang bahwa, sebagai orang berdosa, mereka tidak bisa membuat diri mereka benar dengan usaha sendiri. Ada tendensi alamiah dalam diri setiap manusia ingin menjadi independen dari kasih karunia dan pengampunan Allah. Keinginan bergantung pada diri sendiri adalah akibat dan bukti kondisi berdosa manusia, walaupun sebagian besar orang tidak menyadarinya.

Jadi, kapanpun seseorang menyadari kondisi dosanya, reaksi pertamanya selalu mencari cara bagaimana ia bisa menyembuhkan dirinya dari kondisi ini dan mencari kebenaran dengan usahanya sendiri, tanpa harus bergantung pada kasih karunia dan pengampunan Allah.

Untuk alasan ini, sepanjang masa hukum-hukum agamawi dan ibadah-ibadah selalu memiliki daya tarik kuat bagi umat manusia, terlepas perbedaan suku bangsa dan latar belakang. Dalam melakukan hukum-hukum dan ibadah-ibadah dan ketetapan- ketetapan, orang-orang membungkam suara didalam hati nurani mereka dan membenarkan diri mereka dengan usaha sendiri.

Ini sikap banyak pemimpin agamawi Israel terhadap hukum Musa. Paulus menggambarkan usaha Israel ini mendirikan kebenaran mereka sendiri. “Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah” (Roma 10:3).

Akibat berusaha mendirikan kebenaran mereka sendiri, Israel gagal berserah kepada Allah dan kepada jalan kebenaran Allah. Jadi, sebab dasar kesalahan mereka adalah “kesombongan spiritual” – menolak berserah kepada Allah, keinginan menjadi independen dari kasih karunia dan pengampunan Allah. Namun, jika orang-orang sungguh-sungguh jujur pada diri mereka, mereka wajib mengakui bahwa mereka tidak akan pernah bisa berhasil membuat diri mereka benar dengan ibadah agamawi atau hukum moral. Paulus menggambarkan pengalamannya, ia pernah suatu waktu mencoba membuat dirinya sendiri benar dengan melakukan hukum. Ini apa yang ia katakan, dalam Roma 7:18-23. “Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku (kedaginganku), yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik.

Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.

Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku.

Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku.

Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku.”

Disini Paulus berbicara sebagai seseorang yang dengan tulus mengakui kebenaran dan keinginan hidup menurut hukum. Ketika ia berusaha lebih keras melakukan apa yang hukum perintahkan, ia menjadi lebih sadar adanya hukum lain, kuasa lain, didalam kodrat kedagingan dirinya, yang terus menerus bertentangan melawan hukum dan menggagalkan usahanya untuk menjadi benar dengan melakukan hukum.

Titik sentral dari konflik didalam ini di ekspresikan dalam ayat 21. “Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku.”

Ini sebuah paradoks, namun terjadi dalam semua pengalaman manusia. Seseorang tidak pernah tahu betapa buruknya dia sampai ia benar-benar mencoba menjadi baik. Setelah itu, setiap usahanya untuk menjadi baik hanya mengungkapkan lebih jelas lagi kedosaan tanpa bisa disembuhkan kodrat kedagingannya sendiri, ditengah semua usaha dan itikad baiknya, dalam kesia-siaan.

Tujuan utama kedua dari hukum adalah untuk menunjukkan kepada orang-orang bahwa tidak hanya mereka berdosa, tetapi mereka sepenuhnya sama sekali tidak bisa menolong diri mereka sendiri dari dosa dan membuat diri mereka benar dengan usaha-usaha mereka sendiri.

Tujuan utama ketiga hukum diberikan adalah untuk meramalkan dan memberi bayangan Juru Selamat yang akan datang dan hanya melaluinya dimungkinkan manusia menerima keselamatan dan kebenaran sejati. Ini dilakukan melalui hukum dengan dua cara: kedatangan Juru Selamat diramalkan melalui nubuat langsung, dan bayangan Dia melalui  perayaan-perayaan dari ibadah-ibadah (ketetapan-ketetapan) hukum.

Satu contoh dari nubuat langsung, didalam kerangka kerja hukum, ditemukan dalam kitab Ulangan 18:18-19, dimana Tuhan berkata kepada Israel melalui Musa: “seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.

Orang yang tidak mendengarkan segala firman-Ku yang akan diucapkan nabi itu demi nama-Ku, dari padanya akan Kutuntut pertanggungjawaban.”

Petrus kemudian mengutip kata-kata Musa ini dan mengaplikasikannya langsung pada Yesus Kristus. (Lihat Kisah Para Rasul 3:22-26). Jadi, nabi yang di ramalkan oleh Musa dalam hukum Taurat digenapi dalam Pribadi Kristus dalam Perjanjian Baru.

Dalam pengorbanan-pengorbanan dan ketetapan-ketetapan hukum ada banyak bayangan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat yang akan datang.

Sebagai contoh, dalam Keluaran 12 ketetapan korban Paskah adalah bayangan keselamatan melalui iman dalam penebusan darah Yesus Kristus, yang dicurahkan di kayu salib di Kalvari. Demikian pula, berbagai korban yang dihubungkan dengan penebusan dosa dan menghampiri Allah, digambarkan dalam tujuh pasal pertama kitab Imamat, semua mengenai bayangan berbagai aspek penebusan dosa oleh Yesus Kristus di kayu salib.

Untuk alasan ini, Yohanes Pembabtis memperkenalkan Kristus kepada Israel dengan kata-kata: “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29).

Dengan membandingkan Kristus sebagai korban domba, bangsa Israel diarahkan melihat Kristus sebagai Satu-satunya yang sudah diramalkan oleh ordonansi-ordonansi atau ketetapan-ketetapan pengorbanan hukum.

Tujuan hukum ini disimpulkan dalam kata-kata Paulus dalam Galatia: “Tetapi Kitab Suci telah mengurung segala sesuatu di bawah kekuasaan dosa, supaya oleh karena iman dalam Yesus Kristus janji itu diberikan kepada mereka yang percaya.

Sebelum iman itu datang kita berada di bawah pengawalan hukum Taurat, dan dikurung sampai iman itu telah di nyatakan.

Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman” (Galatia 3:22-24).

Bahasa Yunani disini “tutor” menunjukkan budak senior dalam rumah tangga orang kaya yang tanggung jawab khususnya memberi pengajaran dasar (elementer) kepada anak-anak majikan kayanya, dan setelah itu ia mendampingi mereka setiap hari ke sekolah dimana mereka bisa menerima lebih banyak pengajaran.

Dengan cara yang sama, hukum memberi Israel pengajaran dasar pertama mereka dalam syarat-syarat dasar Allah mengenai kebenaran, dan setelah itu mengarahkan mereka meletakkan iman mereka pada Yesus Kristus dan belajar dari Kristus ajaran kebenaran sejati melalui iman, tanpa perbuatan-perbuatan hukum Taurat.

Seperti tugas pendidikan budak selesai begitu ia menyerahkan anak- anak tuannya kepada guru yang lebih tinggi tingkatannya di sekolah, begitu pula tugas hukum selesai begitu sudah membawa Israel kepada Mesias mereka, Yesus Kristus, dan membuat mereka melihat perlunya mereka akan keselamatan melalui iman dalam Dia. Untuk alasan ini Paulus menyimpulkan: “Sekarang iman itu telah datang, karena itu kita tidak berada lagi di bawah pengawasan penuntun” (Galatia 3:25). Berarti, kita tidak lagi berada di bawah hukum.

Dalam kata-kata Paulus, ada frasa yang mengungkapkan satu fungsi penting lebih jauh dari hukum dalam hubungan dengan Israel.

Berbicara sebagai oang Israel, Paulus berkata: “Sebelum iman itu datang kita berada di bawah pengawalan hukum Taurat, dan dikurung sampai iman itu telah dinyatakan” (Galatia 3:23).

Hukum mengawal Israel sebagai bangsa khusus, dipisahkan dari semua yang lain, dipisahkan dengan upacara dan ketetapan – ketetapan khususnya, dipertahankan untuk tujuan-tujuan khusus yang Allah sudah panggil dan tentukan mereka. Nabi Bileam, dalam visi yang Allah berikan mengenai takdir Israel, menetapkan rencana Allah untuk mereka. “Lihat, suatu bangsa (Israel) yang diam tersendiri dan tidak mau dihitung di antara bangsa-bangsa kafir” (Bilangan 23:9)

Kehendak sempurna Allah bagi Israel adalah agar mereka diam tersendiri, sebagai bangsa yang unik dan terpisah, di tanah mereka sendiri. Tetapi bahkan ketika ketidaktaatan Israel menggagalkan dan menghalangi tujuan pertama Allah ini dan menyebabkan mereka dicerai berai sebagai buangan dan pengembara diantara semua bangsa-bangsa dunia, Allah masih mentahbiskan bahwa mereka tidak diperhitungkan diantara bangsa-bangsa.

Selama sembilan belas abad terakhir penyebaran orang-orang Yahudi diantara bangsa-bangsa non-Yahudi, dekrit Allah ini sebagian besar sudah digenapi. Di semua tanah dan bangsa-bangsa yang mereka datangi, oang-orang Yahudi selalu menjadi elemen khusus dan terpisah yang tidak pernah berasimilasi atau hilang identitas khususnya. Instrumen utama dalam mengawal Israel sebagai bangsa yang terpisah masih berlangsung terus menerus dengan setia dan taat pada hukum Musa.

Kesimpulannya, empat tujuan hukum Musa diberikan. Pertama, hukum diberikan untuk menunjukkan kondisi berdosa mereka. Kedua, hukum juga menunjukkan bahwa, sebagai orang-orang berdosa, mereka tidak bisa membuat diri mereka benar dengan usaha-usaha mereka sendiri. Ketiga, hukum menolong meramal melalui nubuat dan memberi bayangan Juru Selamat yang akan datang dan yang hanya melaluinya dimungkinkan bagi manusia menerima keselamatan dan kebenaran sejati. Keempat, hukum menolong menjaga Israel sebagai bangsa terpisah selama berabad- abad penyebaran mereka, hingga bahkan sekarang mereka masih dilestarikan untuk tujuan-tujuan khusus yang Allah sedang kerjakan untuk mereka.

Pembelajaran kita mengenai hubungan antara hukum dan injil tidak lengkap tanpa mempertimbangkan kata-kata yang Kristus Sendiri ringkas sikap-Nya dan hubungan-Nya dengan hukum. “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.

Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi” (Matius 5:17-18).

Dalam arti apa Kristus menggenapi hukum Taurat? Pertama, Dia secara pribadi menggenapinya dengan kebenaran-Nya sendiri tanpa noda dan dengan konsisten melakukan setiap ketetapan (ordonansi) tanpa kesalahan. “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (Galatia 4:4-5).

Perhatikan kata-kata “lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat…” Dengan dilahirkan sebagai seorang laki- laki, Yesus Kristus seorang Yahudi, tunduk kepada semua ketetapan- ketetapan dan kewajiban-kewajiban hukum. Ini dengan sempurna Ia genapi selama hidup-Nya di bumi, tanpa pernah menyimpang dari apa yang disyaratkan bagi setiap orang Yahudi di bawah hukum, dengan sempurna menggenapinya.

Kedua, Yesus Kristus menggenapi hukum dengan kematian-Nya di kayu salib. “Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut- Nya….Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran” (1 Petrus 2:22, 24).

Kristus, diri-Nya Sendiri tanpa dosa, mengambil untuk diri-Nya Sendiri dosa-dosa mereka yang berada di bawah hukum dan membayar penuh menggantikan dan mewakili mereka hukuman terakhir hukum, yang adalah “kematian.” Dengan hukuman dibayar penuh oleh Kristus, memungkinkan bagi Allah, tanpa mengkompromikan keadilan ilahi-Nya, menawarkan pengampunan penuh dan cuma-cuma kepada semua yang dengan iman menerima kematian Kristus mewakili mereka.

Jadi Kristus menggenapi hukum pertama dengan kebenaran sempurna hidup-Nya dan kedua dengan kematian-Nya, melaluinya Ia memenuhi tuntutan keadilan hukum atas mereka semua yang tidak akan pernah bisa melakukannya dengan sempurna.

Ketiga, Kristus menggenapi hukum dengan mengkombinasikan dalam diri-Nya setiap ciri dengan nubuat yang ada dalam hukum mengenai Juru Selamat dan Mesias yang Allah sudah janjikan dan akan mengutusnya. Bahkan pada awal pelayanan Kristus di bumi kita membaca bagaimana Filipus berkata kepada Natanael: “Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret” (Yohanes 1:45).

Lagi, setelah kematian dan kebangkitan-Nya, Kristus berkata kepada murid-murid-Nya: “Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur” (Lukas 24:44).

Maka kita melihat, bahwa Kristus menggenapi hukum dalam tiga cara: pertama, dengan kehidupan-Nya yang sempurna; kedua, dengan kematian dan kebangkitan-Nya; ketiga, dengan menggenapi semua yang di ramalkan dan bayangan hukum mengenai Juru Selamat dan Mesias yang akan datang.

Kita menemukan ini sepakat dengan kata-kata Paulus: “Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya” (Roma 3:31).

Orang percaya yang menerima kematian Yesus Kristus sebagai penggenapan hukum untuk mewakilinya, dimampukan menerima, tanpa kompromi, seluruh hukum sebagai kebenaran lengkap yang tidak bisa berubah. Iman dalam Kristus untuk keselamatan tidak mengesampingkan pewahyuan hukum; sebaliknya, menggenapinya. “Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran di peroleh tiap-tiap orang yang percaya” (Roma 10:4).

Terjemahan bahasa Yunani “akhir” memiliki dua arti yang berhubungan: pertama, tujuan yang sudah terjadi, dan kedua, yang membawa pada akhir. Dalam dua arti ini, hukum berakhir dengan Kristus.

Dalam arti pertama, begitu hukum sudah berhasil membawa kita kepada Kristus, tidak lagi dibutuhkan. Dalam arti kedua, Kristus melalui kematian-Nya mengakhiri hukum sebagai jalan memperoleh kebenaran (diperdamaikan) dengan Allah. Iman kepada-Nya adalah satu syarat – cukup mencakup semuanya – untuk memperoleh kebenaran.

Dalam semua lainnya, namun demikian, hukum tetap berlaku, lengkap secara keseluruhan, sebagai bagian dari Firman Allah, yang “bertahan selama-lamanya.” Sejarahnya, nubuatnya, dan pewahyuan umumnya dari pikiran dan hikmat Allah – semua ini benar dalam kekekalan dan tidak berubah.

 

Oleh Loka Manya Prawiro.

 



Leave a Reply