Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Salib dan Hikmat Dunia & Satu Pengorbanan Cukup untuk Semua – Bagian 1




eBahana.com –  Rasul Paulus sadar akan kebutuhan setiap orang untuk menjadikan salib sebagai pusat kehidupannya. Ia mengekspresikan ini dalam surat pertamanya kepada orang-orang Kristen baru di gereja Korintus. Dua pasal kitab 1 Korintus berhubungan dengan perbedaan antara hikmat dunia dan pesan salib.

Ketika Paulus menulis mengenai hikmat, ia berpikir dalam filsafat Yunani pada zamanya. Oleh karena itu, betapa benar dan tepat kata-kata Paulus mengenai filsafat Yunani dan hikmat manusia secara umum.

Sangat jelas dalam tulisan-tulisan Paulus bahwa ia seorang yang berpendidikan tinggi dengan pemahaman menyeluruh mengenai filsafat Yunani. Sebagai tambahan, ia sangat berpendidikan dalam pengajaran-pengajaran agama Yahudi pada zamannya.

Dengan ini sebagai latar belakang, mari kita membaca satu nas dari 1 Korintus 2:

“Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu.

Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.

Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar.

Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah” (1 Korintus 2:1-5).

Disini Paulus membuat satu deklarasi yang paling mengherankan: “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa. ”
Ini pernyataan yang tidak biasa untuk dinyatakan oleh siapa saja. Namun bagi orang Yahudi khususnya, mengherankan – karena, selama berabad-abad orang-orang Yahudi menjunjung tinggi pengetahuan. Bagi orang Yahudi yang berpendidikan tinggi mengatakan, “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa,” harus dipertanyakan: “Apa yang memungkinkan Paulus membuat keputusan itu?”

Sebelum kita bisa menjawab pertanyaan itu, kita harus mengerti latar belakang sejarah di mana Paulus hidup. Pelayanan Paulus di Korintus digambarkan dalam Kisah Para Rasul 18. Dalam pasal 17, kita memiliki catatan pelayanan Paulus di Athena. Waktu itu, Athena kota universitas dunia. Pusat filsafat dan hikmat manusia – sumber dari apa yang kita sebut “humanisme sekular.”

Di Athena, Paulus menyesuaikan diri dengan para pendengarnya. Ketika ia berbicara di Areopagus dalam Kisah Para Rasul 17, ia berkomunikasi dengan mereka yang tinggi tingkat intelektual dan kehidupan sosialnya. Oleh sebab itu, ia berbicara dengan mereka mengenai filsafat, bahkan mengutip pujangga Yunani. Meski demikian, pada akhirnya, hasil-hasil dari pengajarannya amat kurang, seperti ayat-ayat akhir Kisah Para Rasul 17 perlihatkan. Hanya sedikit orang yang percaya. Bisa diperdebatkan apakah Paulus memilih pendekatan yang benar atau salah dalam pesannya di Areopagus.

Setelah meninggalkan Athena, Paulus selanjutnya pergi ke Korintus, kota pelabuhan besar. Tipikal kota pelabuhan, penuh dengan berbagai macam keburukan dan perbuatan jahat: prostitusi, homosexualitas, immoralitas, dan setiap bentuk pemerasan. Di suatu tempat antara Athena dan Korintus, Paulus membuat keputusan: “Ketika aku sampai di Korintus, aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.”

Hasil dari pelayanan Paulus di Korintus luar biasa besar. Seluruh kota digerakkan. Ahli-ahli sejarah memperkirakan bahwa awal dari komunitas Kristen di Korintus, kemungkinan dua puluh lima ribu orang percaya. Angka-angka itu merepresentasi jumlah yang secara total berbeda dari respons yang Paulus alami di Athena. Apa yang membuat perbedaan? Pesan “Yesus Kristus disalib.”

“Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah.

Karena ada tertulis: “Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan.”

Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan?

Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil.

Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang- orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.

Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia” (1 Korintus 1:18-25).

Demi kejelasan, sementara kita melanjutkan, kita perlu mengerti tepatnya apa yang kita maksud dengan “salib.” Bagi banyak orang dari berbagai ragam latar belakang, salib adalah simbol yang mereka gantung di leher atau letakkan di dinding gereja-gereja atau rumah- rumah mereka.

Ketika kita berbicara tentang salib, kita tidak berbicara tentang simbol. Kita juga tidak berbicara tentang cara-cara eksekusi kuno. “Salib,” yang kita maksud mengacu pada “korban kematian Yesus di salib dan semua yang dicapai kematian-Nya untuk kita.” Frasa-frasa itu bisa disingkat menjadi “salib.”

Perjanjian Baru menyatakan tidak ada yang dijinkan mengambil tempat salib. Alkitab mengatakan dengan jelas kita membutuhkan salib dalam pusat – dalam gereja secara umum, dan dalam rumah kita khususnya. Ada enam alasan kenapa kita harus menjaga salib sebagai pusat dalam gereja dan hidup kita.

Aspek pertama dari salib yang sentral kita harus jaga merepresentasi “satu korban sempurna cukup untuk semua umat manusia.” Untuk memulai pelajaran mengenai aspek ini, kita akan membahas satu nas dalam Ibrani 10 yang mengontras imam-imam perjanjian lama dengan Yesus sebagai Imam Besar perjanjian baru. Satu dari kontras yang di ekspresikan dalam dua posisi: imam-imam perjanjian lama selalu berdiri – mereka tidak pernah duduk. Namun Imam Besar perjanjian baru, setelah Ia mempersembahkan satu korban untuk selama-lamanya, duduk di sebelah kanan Allah.

Imam-imam Perjanjian Lama tetap berdiri karena tugas mereka tidak pernah selesai. Meski demikian, Yesus duduk karena tugas-Nya sudah selesai secara lengkap – Ia tidak harus melakukannya lagi.

Mari kita baca bagaimana kitab Ibrani menggambarkan prinsip penting ini: “Selanjutnya setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa.

Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, dan sekarang Ia hanya menantikan saatnya, di mana musuh-musuh-Nya akan dijadikan tumpuan kaki-Nya.

Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan” (Ibrani 10:11-14).

Nas ini mengekspresi kesempurnaan yang Yesus lakukan. Dengan satu korban “Ia menyempurnakan.” Kata kerja Yunani dari masa lalu yang berlanjut sampai sekarang (perfect tense), berarti “melakukan sesuatu dengan sempurna.” Sudah dilakukan; sudah selesai – tidak harus dilakukan lagi atau diulang. Korban sempurna ini menutupi semua waktu dan semua kekekalan.

Penulis Ibrani berkata mengenai Yesus, “Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah” (Ibrani 10:12). Yesus duduk karena Ia tidak harus mempersembahkan korban lagi.
Dengan satu korban, Ia sudah menyediakan pemeliharaan total dan sempurna untuk setiap kebutuhan dari setiap manusia.

Kodrat korban Yesus secara nubuatan digambarkan oleh nabi Yesaya tujuh ratus tahun sebelum terjadi. Pasal 53 kitab Yesaya pra- gambaran penebusan Yesus. Meskipun Yesus tidak disebutkan, Ia satu-satunya yang menjawab deskripsi ini. Kita mulai dengan Yesaya 53:6: “Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.”

Yesaya dengan jelas menyatakan masalah seluruh umat manusia – satu kegagalan yang kita semua miliki secara umum. Kita mungkin orang Indonesia, Eropa, Amerika, atau Afika, namun pernyataan ini berlaku bagi setiap dari kita: “Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri.” Kita semua sudah berpaling dari Allah dan persyaratan-persyaratan-Nya dan mengambil jalannya sendiri.

Alkitab menyebut ini “pemberontakkan.” Secara harfiah dalam bahasa Ibrani ini mengekspresi Allah menimpakan pada Yesus pemberontakkan seluruh umat manusia.

“Pemberontakkan” juga mengacu pada akibat-akibat kejahatan dan penghukuman. Pengorbanan Yesus sempurna karena Allah menimpakan ke atas-Nya pemberontakkan semua dari kita, bersama dengan semua akibat-akibat kejahatan dan penghakiman yang seharusnya kita tanggung karena pemberontakkan itu. Sederhananya, semua kejahatan kita dengan adil di tanggungkan keatas Yesus, agar semua kebaikan Anak Allah yang taat tidak berdosa disediakan bagi kita. Yesus melakukan semuanya dengan satu pengorbanan.

Dalam Yesaya 53:10, nabi membawa gambaran ini satu langkah lebih jauh: “Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya.”

Ini bukan hanya gambaran korban penebusan dosa oleh Yesus namun juga prediksi jelas kebangkitan-Nya. Ayat 8-9 menggambarkan bagaimana “Ia terputus dari negeri orang-orang hidup.” Dengan kata lain, hidup-Nya diambil dari-Nya. Ketika nabi Yesaya berkata, “ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut,” realita-realita ini tidak bisa terjadi tanpa kebangkitan-Nya.

Yesaya 53:10 berkata Allah membuat “jiwa” Yesus menjadi korban penebusan dosa seluruh umat manusia. Besarnya prinsip ini tidak bisa dimengerti pikiran terbatas manusia. Ketika Yesus di salib, penyakit-penyakit dan kesakitan-kesakitan kita ditimpakan pada tubuh-Nya, namun dosa kita ditimpakan pada “jiwa”-Nya.
Kebenaran sempurna jiwa kudus-Nya dibuat berdosa oleh dosa kita. Dengan pengorbanan itu Ia mengangkat dosa kita ketika Ia mati.

Seluruh Alkitab memiliki satu pesan konsisten: hanya ada satu penyembuhan untuk dosa – pengorbanan. Setiap pengorbanan dalam Perjanjian Lama melihat kedepan secara nubuatan pada pengorbanan Yesus di salib. Penting untuk dimengerti surat kepada orang-orang Ibrani dalam konteks ini. Dalam Ibrani 10:3-4, penulis menyatakan,

“Tetapi justru oleh korban-korban itu setiap tahun orang diperingatkan akan adanya dosa.

Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa.”

Dalam Perjanjian Lama, ketika korban-korban dibuat setiap tahun, orang diperingatkan akan dosanya yang sudah dilakukan. Lebih jauh, korban-korban itu tidak bisa menghapus dosa. Umpamanya, korban utama Israel adalah korban Hari Penebusan. Namun hanya berlaku untuk satu tahun – dan tidak bisa menghapus dosa. Hanya menutupinya. Penebusan menutupi dosa untuk tahun sampai korban dibutuhkan lagi. Dalam arti, untuk memperingatkan mereka akan dosa. Setiap tahun, orang-orang Yahudi diperingatkan mereka harus menangani isu dosa; dan mereka bisa menanganinya hanya untuk satu tahun.

Meski demikian, penulis Ibrani berkata mengenai Yesus, “Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diri-Nya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korban-Nya” (Ibrani 9:26).

Akibatnya, tidak dibutuhkan korban untuk dosa. Paulus secara esensial menginterpretasi ini dalam 2 Korintus 5:21 ketika ia menulis, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”

Banyak orang yang membaca ayat ini dalam 2 Korintus tidak menyadari bahwa Paulus dipikirannya berpikir dalam konteks korban-korban Perjanjian Lama. Kita mengerti konteks ini hanya ketika kita menyadari, menurut hukum korban-korban Perjanjian Lama, binatang yang dikorbankan diidentifikasi dengan dosa dari orang yang mengorbankannya. Karenanya, ketika Yesus dikorbankan di salib, Ia di identifikasi dengan dosa kita.

Ini sangat sederhana namun pertukaran yang sangat dalam. Allah membuat Yesus menjadi dosa dengan kedosaan kita agar, sebagai gantinya, kita bisa dibenarkan dengan kebenaran-Nya. Ini solusi Allah untuk dosa – tidak ada yang lain.

Berikut pengakuan pertukaran disalib untuk kita deklarasikan secara reguler. Jika kita percaya pada Alkitab dan Yesus, terlepas kita menyadari atau tidak, kata-kata ini benar mengenai kita:

“Allah membuat Yesus menjadi dosa dengan kedosaan saya agar saya bisa dibuat benar dengan kebenaran-Nya.”

Kita didorong untuk mendeklarasi pengakuan ini dengan bersuara secara reguler.

Dalam Roma 8:31-32, Paulus menekankan semua pengorbanan Yesus cukup untuk semua: “Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?.”

“Segala sesuatu” dikaruniakan kepada kita melalui pengorbanan Yesus. Setelah memberi Yesus, Allah Bapa, tidak akan menahan apa pun dari kita, sebaliknya mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama Dia juga. Satu pengorbanan Yesus telah melepaskan kelimpahan total belas kasih dan pemeliharaan Allah. Kita tidak memerlukan dasar lain – karena tidak ada dasar lain. Sangat penting mengerti ini – karena jika kita datang pada Allah untuk belas kasih dan kasih karunia dengan dasar lain, selain pengorbanan Yesus di salib, Allah tidak akan datang pada kita. Dasar pikiran lain selain pengorbanan Yesus untuk kita adalah dasar palsu.

Kita tidak bisa datang pada Allah berdasarkan perbuatan baik kita, religiusitas kita, latar belakang keluarga kita, moralitas kita, atau intensi baik kita, karena Allah tidak terkesan dengan apa pun dari ini. Semua itu tidak akan melepas belas kasih dan kasih karunia Allah. Satu-satunya katalis yang melepas belas kasih dan kasih karunia Allah adalah fakta bahwa Yesus dibuat dosa dengan kedosaan kita, mati dalam tempat kita, dan bangkit lagi dari mati.

Jangan pernah lewatkan hari tanpa bermeditasi pada kebenaran kekal ini. Jangan pernah menggantikan kebenaran ini dari pusat pikiran kita, kata-kata kita, dan hidup kita. Begitu salib disingkirkan, kita akan mendapatkan kita tidak lagi menikmati kelimpahan kasih karunia Allah. Kita akan mendapatkan diri kita bergulat, bingung dan kacau. Sangat sering, kita mendapatkan diri kita merasa bersalah dan tidak mengerti apa yang terjadi. Alasan dibelakang pengalaman- pengalaman itu semua adalah salib sudah disingkirkan dari pusat kehidupan kita.

Penulis Ibrani mengatakan pada kita, “Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan” (Ibrani 10:14). Pada elemen manusia: “mereka yang dikuduskan.” Apa yang Yesus sudah lakukan sempurna – namun untuk memperolehnya progresif. Secara legal, kita diwariskan segala sesuatu ketika kita lahir baru (dilahirkan kembali). Kita menjadi anak Allah, sebagai pewaris Allah dan ahli waris bersama Yesus Kristus.
Seluruh warisan secara legal milik kita.

Namun, secara pengalaman, kita belum memilikinya semua. Jika kita jujur dengan diri kita, kita menyadari tidak ada dari kita yang sudah memperoleh semua yang Yesus sudah lakukan bagi kita di salib. Kita “disucikan”. Ada proses yang sedang berlangsung dalam kita. Semua yang Yesus sudah lakukan di salib sedang dikerjakan dalam hidup kita.

Kita bisa mengekspresi kehidupan Kristen dengan cara: “transisi dari legal ke pengalaman.” Ketika kita dilahirkan kembali, warisan kita dalam Kristus secara legal menjadi milik kita. Namun, secara pengalaman, kita harus membuatnya menjadi milik kita. Yohanes 1:12 berkata ini mengenai lahir baru: “Tetapi semua orang yang menerima-Nya (Yesus) diberi-Nya kuasa (Dalam Yunani, otoritas).

supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.”

Dalam lahir baru, kita menerima otoritas untuk “menjadi.” Proses yang mana kita “menjadi” digambarkan dalam Ibrani 10:14 “disucikan.” Meski demikian, otoritas tidak memiliki arti kecuali kita “menggunakannya.” Berapa banyak dari kita sudah “menjadi,” dan berapa banyak dari kita sudah memiliki untuk “menjadi.”

Ingat, dengan satu pengorbanan, Yesus sudah membuat pemeliharaan total dan sempurna untuk setiap kebutuhan dari setiap manusia. Pemberian-Nya adalah pengorbanan cukup untuk semua.

Mari kita mengakui pengorbanan luar biasa ini untuk kita dengan doa berikut:

“Tuhan Yesus, saya mendeklarasi bahwa Allah membuat Engkau menjadi dosa dengan kedosaan saya agar saya dibenarkan dengan kebenaran-Mu. Terima kasih saya bisa masuk kedalam pertukaran luar biasa ini. Saya menerima warisan yang secara legal milik saya melaui pengorbanan-Mu yang cukup untuk semua. Berdasarkan apa yang Engkau sudah lakukan untuk saya di salib. Saya sekarang datang untuk belas kasih dan kasih karunia untuk memiliki dan mengambil apa yang Engkau sudah sediakan. Dalam nama Yesus Kristus saya berdoa. Amin.”

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply