Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Kehidupan Kristen Pada Zaman Jahat Ini – Bagian 12




eBahana.com – Kita sudah belajar bagaimana menghindari penipuan dengan pengamanan-pengamanan melawan skema-skema Satan dan mempersiapkan diri kita untuk dipakai oleh Allah pada zaman dimana kita hidup. Perlindungan dari penipuan puncaknya akan terjadi ketika Yesus kembali, kerajaan-Nya berkuasa atas seluruh bumi, dan Satan dilempar keluar untuk selama-lamanya. Alkitab menggambarkan periode sejarah manusia yang mengarah pada masa itu adalah “dunia jahat yang sekarang ini” (Galatia 1:4). Ini zaman dimana kita hidup sekarang. Kita akan belajar lebih banyak mengenai kodrat zaman sekarang, bagaimana mencapai puncaknya dengan kedatangan Kristus, dan bagaimana kita tetap setia pada Allah sampai datangnya fajar.

Sampai akhir zaman ini, kita menunggu kedatangan Kristus dan melawan penipuan. Berapa banyak dari kita benar-benar siap sampai zaman akhir? Ketika Yohanes Pembaptis memperkenalkan Yesus dan injil, ia berkata, “Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api” (Matius 3:10; Lukas 3:9).

Ketika Allah menangani suatu situasi, Ia tidak menghiraukan cabang- cabang atau batang-batang. Tidak, Ia langsung ke akar, kita tidak memiliki masalah dengan pohon yang tumbuh darinya.

Sebagai orang Kristen kita hidup di dunia, namun kita tidak berasal dari dunia (Yohanes 17:14-16). Tidakkah hasrat, perilaku, dan tujuan kita membedakan kita secara radikal dari orang-orang yang tidak menganut iman kita, orang-orang yang mengasihi dunia dan berpikir bahwa tidak ada apa-apa diseberang sana.

Banyak dari kita datang ke gereja dengan kebutuhan-kebutuhan. Jika kita fokus hanya pada kebutuhan-kebutuhan kita, tidak akan pernah ada akhirnya; sebaliknya, kita akan hidup selama-lamanya dalam keadaan itu. Kita harus dilepaskan dari fokus pada kebutuhan-kebutuhan kita, keluar dari alam “saya butuh, saya ingin, tolong saya, berdoa untuk saya, berkati saya.” Selama kita tinggal dalam hal-hal itu, kita diperbudak olehnya. Kita perlu keluar dari fokus berpusat pada diri sendiri agar mendapat hikmat Allah.

Tujuan akhir segala sesuatu tidak behubungan dengan kita; melainkan dengan Allah, yang adalah awal dan akhir. Dunia mungkin tidak menyadari kebenaran ini, namun kita, sebagai orang Kristen, menyadari dan harus merefleksi sentralitas Allah dengan cara hidup kita.

Gereja butuh revolusi total.

Mari kita lihat nas dalam kitab Galatia, dimana Paulus menulis, “…kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk (melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini), menurut kehendak Allah dan Bapa kita” (Galatia 1:3-4).

Apakah kita mengerti kenapa sangat penting kita dilepaskan dari dunia jahat yang sekarang ini? Pelepasan kita sudah terjadi, namun kita harus membuat panggilan kita makin teguh (lihat 2 Petrus 1:10).

Kita bukan milik zaman ini, kita milik zaman yang akan datang. Mari kita pikirkan kebenaran-kebenaran yang ditulis dalam Ibrani 6:4-6: “Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan (karunia-karunia dunia yang akan datang], namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum).”

Nas ini mengangkat banyak isu-isu teologikal, namun kita percaya apa yang dikatakan. Dimungkinkan untuk datang ke titik dimana seseorang kehilangan harapan dalam Kristus.

Ini berlaku bukan hanya bagi orang-orang murtad yang tidak percaya, namun juga bagi orang-orang yang berbalik dan menyangkal Yesus Kristus, bahkan setelah mengenal-Nya, dan memperlakukan-Nya dengan tidak hormat.

Nas ini berbicara mengenai orang-orang yang sudah pernah memiliki beberapa pengalaman. Mereka pernah mendapat pencerahan. Roh Kudus pernah memperlihatkan mereka kebenaran. Mereka pernah mengecap karunia surgawi (karunia kehidupan kekal dalam Yesus Kristus). Mereka pernah mengambil bagian dalam Roh Kudus. Melalui iman dalam Yesus mereka pernah menerima Roh Kudus. Mereka pernah mengecap Firman Allah dan pernah mengenal kebenaran, realita, dan kuasanya memelihara dan mempertahankan.

Lalu nas itu menyebut “karunia-karunia dunia yang akan datang.” Ketika kita dibaptis dalam Roh Kudus, kita mulai mengecap bagian kecil dari apa yang normal pada zaman yang akan datang. Apa yang kita sebut supernatural pada zaman ini, menjadi natural pada zaman yang akan datang. Allah memberi kita ‘rasa pendahuluan’ agar kita memiliki ide seperti apa nantinya.

Karena ‘rasa pendahuluan’ ini, kita tidak boleh mengharapkan pengalaman lewatnya waktu dan masuk kedalam kekekalan untuk merasakan seluruhnya asing. Dalam suratnya kedua, Petrus menulis mengenai dikaruniakannya kita hak penuh (melimpah) kedalam kerajaan Allah: “Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan tersandung.

Dengan demikian kepada kamu akan dikaruniakan hak penuh untuk memasuki Kerajaan kekal, yaitu Kerajaan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus” (2 Petrus 1:10-11).

Betapa sangat dinanti-nantikan jalan memasuki kekekalan!

Garis pemisah antara gereja sejati dan gereja palsu di akhir zaman ini bukan ditentukan oleh apakah kita berbicara dalam bahasa roh. Melainkan, kesetiaan pada Mempelai. Setia atau tidak setia? Kita akan menjadi pengantin – anggota gereja sejati – atau pelacur – anggota gereja palsu. Tidak ada alternatif lain.

Alkitab mengajar dengan jelas kita tidak boleh menyesuaikan diri dengan zaman ini. Dalam Roma 12:2, Paulus menulis, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”

Selama kita berpikir dengan cara zaman ini, kita tidak bisa membedakan keinginan Allah untuk hidup kita. Tidak terhitung banyaknya orang Kristen tersandung, bertanya-tanya apa yang Allah simpan untuk mereka. Mereka gagal menemukannya karena mereka berpikir dengan cara dunia berpikir. Mereka mengikuti nilai- nilai, motif-motif, prioritas-prioritas, dan standar-standar dunia.

Allah tidak akan mengungkapkan kehendak-Nya pada pikiran-pikiran seperti itu.

Pikiran natural berpusat pada diri sendiri. Selalu bertanya, “Apa yang akan saya dapat? Apa faedah ini untuk saya? Apa yang orang- orang akan katakan tentang saya?” Pikiran yang sudah diperbaharui, dilain pihak, berpusat pada Allah. Selalu bertanya, “Apakah ini akan menyenangkan Allah? Apakah ini akan memuliakan-Nya? Apakah ini akan memperlebar kerajaan Allah?”

Selama kita tetap berpusat pada diri sendiri, kita menjadi tawanan dari diri kita. Merubah pikiran yang berpusat pada Allah membebaskan kita dari perbudakan mementingkan diri sendiri dan mengijinkan kita mencari kemuliaan kerajaan-Nya.

Orang-orang yang memiliki banyak masalah terus menerus dengan setan-setan dalam pelayanan kelepasan biasanya berpusat pada diri mereka. Mereka berbicara dengan semangat masalah-masalah mereka tanpa menyadari, dengan melakukan itu, mereka membangun penjara bagi diri mereka sendiri. Masalah utamanya mereka berpusat pada diri.

Isu ini sudah lama menyebabkan banyak perceraian diantara orang- orang Kristen. Ketika dua orang berpusat pada diri sendiri, perkawinan mereka tidak bisa bertahan, karena keduanya bertanya, “Apa yang saya akan dapatkan? Apa yang pasangan saya akan lakukan untuk saya?” Dengan bertanya pertanyaan-pertanyaan ini, mereka gagal memenuhi syarat-syarat untuk perkawinan Kristen yang berhasil. Perkawinan-perkawinan Kristen dimulai dengan kehidupan yang diserahkan untuk satu pasangan. Pengorbanan diri ini harus saling mengisi satu sama lain. Banyak perkawinan orang Kristen – bahkan pendeta-pendeta Kristen runtuh karena hadirat dunia didalam gereja.

Dalam perumpamaan penabur dalam kitab Matius, kita membaca, “Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berubah” (Matius 13:22) Kita belajar disini satu karakteristik zaman ini yang memberi kesan keperdulian dan kekuatiran.

Kekuatiran-kekuatiran ini, kadang-kadang tidak penting, meski demikian signifikan karena bisa menahan kesiapan kita bertemu Tuhan. Dalam Lukas 21:34, Yesus berkata, “Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.” Kekuatiran-kekuatiran seperti itu menarik perhatian kita dan mengalihkan fokus kita, mencegah kita mempersiapkan diri untuk zaman yang akan datang.

Jika kita dikuasai kekuatiran, karena kita hidup dalam zaman yang salah. Zaman ini penuh dengan kekuatiran; zaman yang akan datang sama sekali tanpa kekuatiran. Seseorang tidak bisa berhenti kuatir ketika ia hidup dalam zaman yang salah. Menariknya, bahkan hasil- hasil teknologi – hal-hal seperti komputer, yang diciptakan untuk membuat kehidupan lebih mudah – cenderung membuat hidup lebih kompleks dan menambah kekuatiran kita.

Benda-benda material tidak mengurangi kekuatiran-kekuatiran kita, meskipun dirancang untuk melakukan itu. Kita tidak menentangnya, namun jika kita ingin bebas dari kekuatiran, kita harus hidup dalam zaman yang berbeda. Kita harus tahu melalui pengalaman apa artinya dibebaskan dari “dunia jahat yang sekarang ini” (Galatia 1:4).

Ketika Allah merubah seseorang, Ia tidak mulai dengan bagian luar. Sebaliknya, Ia mulai dengan bagian dalam, merubah cara orang berpikir. Begitu Ia merubah pikiran kita, Ia tidak perlu kuatir mengenai perilaku kita; secara natural akan selaras dengan pikiran kita.

Kolose 2:13-15 berkata, “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti (pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa) dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka.”

Apa kode tertulis, atau “persyaratan tulisan tangan,” dengan peraturan-peraturannya? Hukum. Jika kita mempelajari kitab Galatia, kita menemukan karena orang-orang Kristen di Galatia sudah kehilangan visi salib, mereka kembali hidup dengan hukum. Paulus bertanya pada mereka, “Bagaimana kamu bisa begitu bodoh? Setelah mulai dalam Roh, apakah kamu sekarang dibuat sempurna melalui daging? (lihat Galatia 3:3).

Ini apa yang terjadi dengan orang-orang Kristen yang kehilangan visi salib. Menggambarkan sejarah gereja, serta sejarah hampir setiap denominasi dalam gereja. Mereka mulai dalam Roh, kehilangan visi salib, berhenti percaya pada supernatural, dan kembali ke sistem peraturan-peraturan.

Kita yang begitu “spiritual” berkata kita tidak berada dibawah Hukum Musa, namun kita terus menerus membuat hukum-hukum kecil kita. Orang-orang Baptis memiliki seperangkat hukum, Pentakosta memiliki lainnya, Katolik memiliki lainnya juga. Tidak ada seperangkat hukum bisa membuat kita benar dihadapan Allah.

Kekristenan bukan seperangkat peraturan, melainkan hubungan pribadi dengan Tuhan.

Bagaimana ini bisa terjadi? Salib dan apa yang dicapai sudah dikaburkan. Sekali kita kehilangan visi salib, kita kehilangan segalanya. Kita mungkin tidak kehilangan keselamatan kita, namun secara pengalaman kita kehilangan kemampuan menikmati apa yang Allah sediakan untuk kita.

Inti pesan injil adalah orang-orang tidak bisa mencapai kebenaran dengan menjalankan seperangkat peraturan. Allah sudah menghapus peraturan-peraturan. Seperti Paulus menulis dalam Roma 10:4, “Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya.” Tidak ada bedanya apakah kita Pentakosta atau Katolik, Yahudi atau non- Yahudi. Kita harus mengerti bahwa Kristus bukan akhir dari hukum karena hukum berhubungan dengan Firman Allah atau kebudayaan dan sejarah Israel atau sebagai pewahyuan hikmat Allah. Namun Kristus adalah akhir untuk mencapai kebenaran. Dengan mengikuti seperangkat peraturan, kita mengatakan pada Yesus, “Engkau mati dalam kesia-siaan. Engkau tidak perlu mati.” Itu perbuatan yang sangat jahat.

Melalui kematian Yesus, Allah menyediakan pengampunan untuk dosa-dosa kita – dosa-dosa masa lalu, masa kini, dan masa depan. Semua dosa-dosa masa lalu kita diampuni, namun bahkan itu tidak cukup. Kita bisa memiliki dosa-dosa kita diampuni dan masih tetap gagal mencapai kehidupan kekal jika kita kembali pada hukum.

Orang-orang tidak bisa datang sepenuhnya kepada Allah dan hidup dalam hak istimewa-Nya sampai hukum sudah disingkirkan. Setiap kali siapapun mencoba melakukan hal yang benar, Satan akan meniadakan validitas usaha itu, mengutip semua peraturan yang orang itu sudah langgar. Banyaknya peraturan yang seseorang harus lakukan untuk menjalankan hukum mengejutkan. Tidak ada dari kita bisa melakukannya dengan sukses. Rahasia salib adalah Yesus menyingkirkan hukum sebagai persyaratan untuk mencapai kebenaran dengan Allah. Terima kasih Tuhan!

Kita sekarang hidup dalam jalan-jalan Allah, meski kita sering jatuh; kita memiliki banyak kelemahan dan masalah. Kita tidak perlu kuatir selama kita terus percaya, iman kita diperhitungkan benar (lihat Roma 4). Selama saya tetap dalam iman, Allah berkata, “Aku akan mengambil alih tanggungjawab untukmu.”

Pertukaran antara Yesus dan Petrus di Makan Malam Terakhir mengesankan, ketika Yesus mengatakan pada Petrus bahwa ia akan menyangkal-Nya tiga kali. Yesus berkata pada Petrus, “Aku telah berdoa untuk kamu” (Lukas 22:32). Ia tidak berkata, “Aku telah berdoa untuk kamu agar kamu tidak menyangkal-Ku.” Melainkan, Yesus mengatakan pada Petrus, “Aku berdoa untuk kamu agar imanmu jangan gagal. Bahkan jika kamu menyangkal-Ku, jika kamu tidak menyerahkan imanmu pada-Ku, Aku akan menerima kamu” (lihat ayat 32). Tidakkah ini kabar luar biasa? Iman kita diperhitungkan pada kita sebagai kebenaran. Selama kita percaya pada Satu yang menyerahkan Yesus untuk mati bagi pelanggaran- pelanggaran kita dan yang membangkitkan-Nya dari antara orang mati untuk menjustifikasi kita, kita diperhitungkan benar.

Kita merasakan kelegaan dalam batin setiap kali kita berpikir tentang kebenaran ini. Kita mengucap syukur pada Allah bahwa kita tidak perlu melakukan semua macam peraturan-peraturan. Ada tempat untuk peraturan-peraturan; jangan salah paham. Setiap gereja diharuskan membuat peraturan-peraturannya sendiri dimana anggota-anggotanya harus patuh. Jika kita anggota gereja, kita memiliki kewajiban untuk mentaati peraturan-peraturan khusus gereja kita. Namun kita tidak mencapai kebenaran dengan Allah dengan mentaati peraturan apapun.

Masalah dengan orang-orang Kristen adalah setiap kelompok memiliki seperangkat peraturannya sendiri, dan mereka menganggap diri mereka benar ketika mereka melakukan peraturan-peraturan itu, menghukum orang lain yang tidak melakukannya.

Masalah terakhir pada kita menangani zaman ini dibahas dalam 2 Timotius. Paulus menginstruksikan Timotius, “Berusahalah supaya segera datang kepadaku, karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku. Ia telah berangkat ke Tesalonika. Krekes telah pergi ke Galatia dan Titus ke Dalmatia” (2 Timotius 4:9-10).

Apa masalah Demas? Ia mencintai zaman ini. Dari dua surat tambahan, kita tahu bahwa Demas kawan sekerja rasul Paulus yang dipercaya dan sudah bersama dengannya melalui banyak situasi.

Paulus jelas tidak sadar mengenai kelemahan karakter ini, maka ia cukup kaget mengetahui cinta Demas akan dunia.

Demas kemungkinan memiliki daftar panjang alasan-alasan memisahkan diri dari Paulus: Paulus bertambah tua dan mulai lemah; ia dipenjara; hari-hari ketika ia menggoyang seluruh kota- kota dengan kotbah-kotbahnya sudah lewat. Satu dari kawan sekerja terdekatnya, Tropimus, sakit, dan Paulus meninggalkannya di Melitus, tidak bisa bahkan untuk mendoakan ia kembali. Dengan standar-standar dunia, disimpulkan “Ini kapal yang tenggelam; Saya lebih baik keluar sementara bisa.”

Kita tidak menganggap dengan meninggalkan Paulus, Demas masuk kehidupan dosa. Ia hanya ingin kehidupan yang lebih aman dan wajar. Kesalahannya bukan yang biasanya kita kecam dalam kotbah. Jikalau ia seorang berdosa, Paulus tidak akan menahan dia sebagai kawan sekerja. Satu kesalahan fatal Demas adalah ia mencintai dunia yang jahat ini, selama bertahun-tahun.

Mungkinkah kita menyimpan cinta yang sama, sehingga kita memiliki kelemahan yang sama seperti Demas? Luarbiasa apa yang orang-orang bisa dapatkan dari dunia ini, namun apa yang dunia terima, Allah tolak. Akan datang waktunya dalam setiap kehidupan ketika setiap orang akan diuji, dan mereka akan lulus, dengan asumsi mereka tidak memiliki kelemahan cinta pada dunia.

Kita tidak boleh menghukum Demas kecuali kita yakin kita tidak akan melakukan hal yang sama. Seandainya kita pernah bersama Paulus. Ia dipenjara; ia kedinginan….apakah kita akan meninggalkannya juga? Kita percaya jika kita tidak melatih meletakkan hidup kita setiap hari, kita tidak akan melakukannya ketika momen besar tiba. Mereka yang hidup menyenangkan diri, kehidupan memusatkan pada diri sendiri sekarang, tidak akan bisa membuat keputusan benar ketika momen terakhir itu tiba.

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply