Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Dibebaskan dari Kejahatan Zaman Ini & Dibebaskan dari Hukum – Bagian 6




eBahana.com – Surat Paulus kepada orang-orang Galatia tidak hanya mengungkapkan bahaya-bahaya kehilangan pengertian yang dalam mengenai salib, namun juga mengungkapkan solusi Allah untuk mengatasinya. Karena kemenangan yang Yesus capai di Kalvari sifatnya sangat pribadi untuk kita.

Satu hal bergairah mengenai apa yang Allah sudah lakukan untuk kita melalui salib. Meski demikian, masalah lain “mengerti maksud salib untuk kita.”

Dalam banyak gereja, sangat sedikit disebut apa yang salib intensikan untuk kita. Sebagian besar masalah-masalah gereja akibat mengabaikan karya Kalvari ini – yakni aplikasinya untuk kita secara pribadi. Dalam jangka panjang, kita tidak akan menikmati faedah-faedah dari apa yang salib sudah lakukan “untuk” kita kecuali kita menerima apa yang salib intensikan “untuk” kita. Salib “untuk kita” pengamanan semua berkat-berkat dan persediaan- persediaan salib “untuk kita.”

Dalam Galatia, Paulus mempresentasi lima kebebasan sangat praktikal untuk kita melalui kuasa salib yang bekerja dalam kita. Melalui kuasa itu, kita dibebaskan dari:

Zaman jahat sekarang ini; Hukum sebagai jalan untuk pembenaran; Tirani diri sendiri; Kedagingan; dan Dunia.

Pertama kebebasan yang akan kita bahas dinyatakan dalam Galatia 1:3-4:

“kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk [melepaskan] kita dari dunia jahat yang sekarang ini, menurut kehendak Allah dan Bapa kita.”

Melalui salib, Allah sudah menyediakan kebebasan untuk kita dari kejahatan zaman ini. Sebagian besar orang percaya bahkan belum pernah berpikir tentang perlunya kebebasan ini.

Terjemahan Alkitab King James diatas menggunakan frasa “dunia jahat sekarang ini.” Kata Yunani “dunia” adalah “aion,” dari mana kita mendapat kata Inggris “eon.” Pada dasarnya, berarti zaman sebagai periode waktu. Sebagian besar versi-versi modern seperti Alkitab New King James menterjemahkan frasa “zaman jahat ini.”

Jadi Kitab Suci berkata kita hidup dalam waktu tertentu, yang Paulus sebut “zaman jahat ini.” Ada zaman-zaman lain sebelum ini, dan akan ada zaman-zaman setelah ini. Dan ini berarti zaman sekarang akan berakhir. Ketika kita menyadari zaman sekarang akan berakhir, kita bersyukur pada Allah – karena kita tidak ingin zaman ini berlanjut dengan cara ini selama-lamanya.

Yesus berbicara dengan sangat jelas mengenai akhir zaman dalam perumpamaan-Nya dalam Matius 13. Kita akan kutip tiga ayat darinya yang menggunakan frasa “akhir zaman.” Dua pertama penjelasan Yesus mengenai perumpamaan gandum dan lalang:

“Musuh yang menaburkan benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman….” (Matius 13:39).

“Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman” (Matius 13:40).

Ketiga penjelasan Yesus mengenai perumpamaan pukat: “Demikianlah juga pada akhir zaman” (Matius 13:49).
Jadi, penting bagi kita mencamkan di pikiran zaman ini dimana kita hidup sekarang akan berakhir. Tidak permanen.

Alasan kenapa Paulus mengacu pada zaman ini “jahat” dijelaskan dalam 2 Korintus 4:3-4:

“Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka ia tertutup untuk mereka, yang akan binasa, yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh [ilah zaman ini], sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah.”

Dikatakan zaman jahat karena diperintah oleh pendusta jahat “ilah zaman ini.” Ilah zaman ini yang sudah membutakan pikiran begitu banyak orang adalah Satan atau Iblis. Satan tidak ingin zaman ini berakhir, karena selama zaman masih berlanjut, ia akan terus menjadi “ilah.” Ketika zaman ini berakhir, ia akan berhenti menjadi “ilah.” Karena itu, ia melakukan segalanya dalam kekuatannya untuk memperlambat berakhirnya zaman.

Sebagai orang Kristen, respons kita harus bagaimana melawan strategi Musuh ini? Dalam oposisi langsung melawan Satan, gereja

harus melakukan segalanya dalam kuasanya untuk mempercepat berakhirnya zaman. Jika Iblis bisa membutakan pikiran-pikiran sebagian besar orang Kristen sehubungan dengan rencananya, kita tidak melakukan apa yang Allah harapkan gereja lakukan untuk mendatangkan berakhirnya zaman.

Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya, “Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya” (Matius 24:14). Zaman tidak akan berakhir sampai injil kerajaan Allah sudah di proklamasikan ke setiap kelompok orang-orang di bumi. Ini satu cara gereja bisa mempercepat berakhirnya zaman jahat ini.

Kita harus terus menerus berusaha menuju akhir ini, mengenali bahwa Satan secara total berkomitmen mencegah deklarasi kerajaan dan pesan Kristus yang disalib untuk di beritakan.

Dalam Ibrani 6:4-6, penulis Ibrani berbicara mengenai orang-orang, yang sudah menerima beberapa pengalaman spiritual khusus.
Dimulai dalam ayat 4, ia menulis:

“Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang ”

Perhatikan ketika kita menjadi bagian dalam Roh Kudus, kita mengecap karunia-karunia dunia yang akan datang. Dengan pengalaman kita dalam Roh Kudus, kita di angkat keluar dari zaman sekarang. Kita mengalami sedikit, seperti apa zaman yang akan datang.

Mari kita pelajari konsep ini sedikit lebih jauh. Paulus berkata dalam 1 Korintus 15:44 bahwa tubuh yang kita miliki pada zaman ini adalah tubuh “jiwani”. Banyak dari terjemahan Inggris menggunakan istilah tubuh “natural”, dan sebagian besar dari versi-versi lain menggunakan kata tubuh “fisikal.” Namun kata Yunani-nya adalah “psuchikos,” yang bisa diterjemahkan sebagai “jiwani.”

Dengan kata lain, pada masa sekarang kita memiliki tubuh yang bekerjanya diarahkan oleh jiwa. Karenanya, jika roh kita ingin tubuh kita melakukan sesuatu, roh kita harus bekerja melalui jiwa kita.
Ketika Daud ingin memuji Tuhan dengan mulutnya, roh-nya berbicara kepada jiwa-nya yang berkata, “Pujilah TUHAN, hai jiwaku” (Mazmur 103:2). Roh Daud tidak bisa memberkati Tuhan tanpa bekerjasama dengan jiwa. Kenapa? Karena ia memiliki tubuh jiwani (tolong dicatat: jiwa tidak pernah boleh mengambil hak lebih tinggi dari roh dan sebaliknya harus membiarkan roh mengarahkannya).

Paulus berkata dalam zaman yang akan datang kita akan memiliki tubuh spiritual. Dengan tubuh spiritual berarti roh kita secara langsung mengendalikan tubuh kita. Kita tidak perlu bekerja melalui jiwa kita lagi.

Poin disini adalah ketika kita dibaptis dalam Roh Kudus, kita mengecap karunia-karunia dunia yang akan datang. Ketika kita berbicara dalam bahasa lidah seperti ucapan yang Roh berikan, roh kita mengendalikan lidah kita. Lidah kita tidak perlu bekerja melalui pikiran kita. Ini satu alasan kenapa berbicara dalam bahasa lidah pengalaman signifikan. Satu cara dimana kita bisa mengecap hidup dalam zaman yang akan datang.

Meskipun kita tidak perlu menggunakan pikiran kita ketika kita berbicara dalam bahasa lidah (lihat 1 Korintus 14:14), jiwa kita harus mengijinkannya. Jika jiwa kita berkata, “Tidak, saya tidak mau berbicara dalam bahasa lidah; saya mengerti apa yang saya katakan,” maka roh kita tidak akan bisa berbicara. Namun jika jiwa kita menyerahkan pada roh kita, maka ketika kita ingin berbicara dalam bahasa lidah, kita bisa melakukannya. Ketika kita berbicara dalam bahasa lidah, pikiran kita tidak tahu apa yang kita katakan.
Namun kita tahu itu baik, karena Roh Kudus yang memberinya. Ketika kita berbicara dalam Roh, lidah kita melakukan apa yang selalu dilakukannya: memuliakan Tuhan. Kita tidak akan pernah mengatakan satu kata salah selama Roh Kudus mengendalikan lidah kita.

Pada Masa kini, kita bisa mengecap sedikit zaman yang akan datang. Meski demikian, ada cara hidup yang berbeda dalam zaman yang akan datang. Kelak Roh kita akan mengendalikan tubuh kita, dan kita tidak akan dibatasi lagi oleh jiwa kita dan perintah-perintah pikiran kita.

Kembali pada perumpamaan dalam Matius 13, kita menemukan masalah lain yang berhubungan dengan zaman sekarang ini. Dalam Matius 13:22, Yesus menginterpretasi perumpamaan penabur.
Dalam melakukan itu, Ia berbicara mengenai benih yang jatuh di tanah yang penuh dengan semak duri:

“Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.”

Ayat diatas menggunakan frasa “dunia ini” – namun, lagi, kata Yunani yang diterjemahkan sebagai “dunia” adalah “aion,” yang lebih akurat dari pada “zaman.” Yesus berkata bahwa dunia ini memiliki “kekuatiran.” Ketika kita terlalu dikuasai kekuatiran dunia ini, kekuatiran itu membuat Firman Allah tidak berbuah dalam kita. Karena kekuatiran pada perkara-perkara dunia ini mendorong keluar Firman Allah dari kita.

Dalam Roma 12:2, Paulus menulis, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini (Yunani, aion, “zaman”), tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu.” Kita tidak berpikir dengan cara orang-orang dunia ini berpikir. Kita harus berpikir dengan cara berbeda. Orang- orang dunia ini secara esensial “berpusat pada diri sendiri.” Deskripsi ini secara universal benar – berlaku pada hampir setiap orang.

Sikap dunia ini, “Apa yang bisa saya dapatkan untuk diri saya?” Meski demikian, mereka yang pikirannya sudah diperbaharui berpikir sebaliknya tentang apa yang Allah inginkan. Hidup mereka tidak lagi menjadi pusat. Hidup mereka sudah berpusat pada Allah.

Dalam analisis terakhir, sebagai hamba-hamba Kristus yang setia, kita tidak bisa mengasihi dunia sekarang ini. Surat Paulus kedua kepada Timotius ditulis dekat akhir hidup rasul. Pada waktu itu, Paulus dalam penjara, menunggu sidang dan kemungkinan akan dieksekusi. Ia memiliki hanya sedikit kawan sekerja yang dekat dengannya, dan satu yang ia perhitungkan bernama Demas. Namun Paulus membuat pernyataan sedih dan tragik mengenainya: “karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku [aion, “dunia”]” (2 Timotius 4:10).

Jika kita mengasihi dunia sekarang ini, kita tidak bisa setia pada Allah. Apakah kita dengan cara apa pun mengasihi dunia sekarang ini? Apakah kita menaruh semua hidup kita dalam satu keranjang dunia ini? Penting mempertimbangkan pertanyaan ini, karena suatu hari seluruh keranjang akan jatuh, dan semua hidup kita akan hancur. Apakah kita hidup seolah-olah dunia sekarang ini akan berlanjut selama-lamanya?

Ini pertanyaan-pertanyaan menentukan, yang kita harus hadapi dengan jujur dihadapan Allah. Salib Yesus Kristus memberi kekuatan kepada kita untuk bebas dari daya tarik dunia jahat sekarang ini.
Apakah kita hidup dalam kebebasan itu?

Paulus menulis, “Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah” (Galatia 2:19).
Kebebasan kedua yang salib sediakan adalah “kebebasan dari hukum.” Ini kemungkinan poin yang paling tersulit untuk dimengerti orang-orang Kristen.

“Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat.” Kenapa Paulus menggambarkan kebebasan dari hukum dengan cara ini? Karena hukum mengakibatkan hukuman mati atas kita.

Hukum yang menyebabkan kita di hukum mati. Dan, ketika kita di hukum mati, kematian kita menjadi akhir dari hukum untuk kita.

Hukuman terakhir yang hukum bisa akibatkan pada seseorang menaruh mereka untuk di hukum mati . Sekali itu sudah terjadi, orang itu dibebaskan dari hukum. Tidak jadi masalah jika mereka sudah melakukan satu pembunuhan atau enam puluh pembunuhan. Jika mereka sudah di eksekusi, hukum tidak bisa berbuat apa-apa lagi terhadap mereka.

Kematian satu-satunya jalan keluar dari berada dibawah hukum. Meski demikian, melalui belas kasih dan kasih karunia Allah, “eksekusi” kita terjadi dua puluh abad yang lalu. Ketika Yesus mati, kita mati dalam-Nya (lihat Galatia 2:20). Yesus membayar hukuman mewakili kita, sehingga kita dibebaskan dari tuntutan-tuntutan hukum.

Kolose 2:14 mengatakan pada kita bahwa hukum dipakukan pada salib. Hukum tidak bisa melampaui salib. Tidak bisa memburu kita, tidak bisa mengejar kita, tidak bisa menuduh kita, dan menghukum kita. Hanya bisa mengikuti kita sejauh salib. Sekali kita berada melampaui salib, kita bebas dari hukum. Tidak ada lagi penghukuman, karena kita sudah mati untuk hukum.

Paulus berkata melalui hukum, ia mati untuk hukum, supaya ia hidup untuk Allah. Jika kita menganalisa apa yang Paulus katakan, artinya jelas: “Jika kita hidup untuk hukum, kita tidak hidup untuk Allah; dan jika kita hidup untuk Allah, kita tidak hidup untuk hukum.” Kita tidak bisa memiliki dua-duanya; kita tidak bisa mengombinasi keduanya. Ini satu dari pernyataan Perjanjian Baru yang paling jelas dan paling sering diulang. Meski demikian, begitu banyak orang Kristen tidak biasa dengan prinsip ini.

Sekali kita diselamatkan, kita akan melihat hubungan antara hukum dan kasih karunia satu isu paling menentukan dalam Perjanjian Baru. Menyelesaikan isu ini tidak mudah bagi banyak orang.
Kesulitannya karena kita tidak biasa dengan cara Allah berpikir. Bukan karena masalah ini terlalu rumit, namun karena membutuhkan kita untuk menyesuaikan pikiran kita.

Pada akhir ayat kita melihat mengenai orang-orang Galatia dibawah kutuk karena mereka di sihir (bewitched – Alkitab King James Version), Paulus menyatakan:

“Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: “Orang yang benar akan hidup oleh iman.”

Tetapi dasar hukum Taurat bukanlah iman, melainkan siapa yang melakukannya, akan hidup karenanya” (Galatia 3:11-12).

Dalam nas ini, seperti dalam sebagian besar ayat-ayat serupa dalam Perjanjian Baru yang mengacu pada “hukum.” Dalam banyak tempat, membuat perbedaan – dan nas ini salah satunya.
Karenanya, harus dibaca: “Namun terbukti tidak seorang pun dijustifikasi (dibenarkan) oleh hukum dalam pandangan Allah.”

Argumentasi utama Paulus kita tidak akan dibenarkan dengan mematuhi hukum Musa. Namun ia tidak berhenti disana. Ia berkata kita tidak bisa dibenarkan dengan Allah dengan mematuhi “hukum apapun.” Tidak bisa diterima. Mustahil. Kita jangan membuang waktu mencobanya.

Paulus berkata jika kita bisa mematuhi seluruh hukum setiap waktu, maka kita dibenarkan. Meski demikian, dengan pengecualian Yesus, tidak seorang pun pernah mematuhi hukum dengan sempurna. Jika kita bisa mematuhi sedikit hukum untuk waktu tertentu, tidak ada gunanya dalam mendapatkan kebenaran. Kita harus mematuhi “seluruh” hukum “sepanjang” waktu.

Rasul Yakobus mengonfirmasi prinsip ini ketika ia menulis, “Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya” (Yakobus 2:10).

Karenanya, kita memiliki dua pilihan: apakah kita dibenarkan oleh hukum atau kita dibenarkan oleh iman. Apakah hukum atau kasih karunia. Namun kita tidak bisa mencampur keduanya.

Paulus lebih jauh mengilustrasi kebenaran ini dengan sedikit perumpamaan dari keluarga Abraham. Ia memberi contoh Ismael, anak budak perempuan, Hagar. Ismael adalah tipe apa yang dihasilkan oleh hukum, karena Hagar dapat disamakan dengan Gunung Sinai dimana hukum diberikan. Sarah, meski demikian, adalah tipe Roh, mengandung secara supernatural dan melahirkan Ishak, anak kasih karunia (lihat Galatia 4:21-31).

Paulus menunjukkan ketika Ishak datang, Ismael harus pergi. Mereka tidak bisa hidup berdampingan dalam keluarga yang sama. Mengutip Kejadian 21:10, ia menulis, “Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya” (Galatia 4:30). Sarah membuat permintaan ini kepada Abraham, dan Allah mengatakan pada Abraham untuk melakukannya.

Tolong perhatikan implikasi lebih jauh dari ayat ini: engkau bukan hanya harus mengusir Ismael, namun engkau harus juga mengusir Hagar. Engkau harus memilih siapa yang engkau akan miliki dalam keluargamu. Apakah engkau akan menahan Ismael, atau apakah engkau akan menyediakan tempat untuk Ishak, anak kasih karunia supernatural?

Ismael yang terbaik yang Abraham bisa lakukan dengan hikmat dan kekuatannya – namun hasilnya tidak cukup bagus. Demikian pula, yang terbaik kita bisa lakukan dengan hikmat dan kekuatan kita tidak pernah cukup baik untuk memenuhi tujuan-tujuan Allah. Kita bisa terus mencoba, berkeringat, bekerja, dan bahkan berdoa.
Namun pada akhirnya, tidak akan pernah cukup baik.

Jika kita menginginkan kasih karunia, kita harus berkata tidak kepada hukum. Sebagian besar dari kita memilih berpegang pada dua-duanya – sedikit kasih karunia dan sedikit hukum. Meski demikian, Allah berkata kita tidak akan berhasil. Ia tidak akan menerima campuran. Jika kita tidak bisa mempercayai kasih karunia seluruhnya, maka kita tidak mempercayai kasih karunia sama sekali. Jika kita harus menambah kasih karunia dengan hukum, kita tidak benar-benar mengalami kasih karunia.

Dalam Roma 6, Paulus menjelaskan bagaimana kebebasan dari hukum ini datang pada kita:

“Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa.

Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa” (Roma 6:6-7).

“Manusia lama” kita disalibkan ketika Yesus mati di salib. Itu fakta historikal yang kita tidak bisa rubah. Meski demikian, mengetahuinya dan mempercayainya akan merubah “kita.” Kita berurusan dengan fakta-fakta. Tidak sama dengan hampir semua agama dunia, injil kerajaan didasari atas fakta-fakta historikal.

Kita tidak tahu agama dunia lain manapun yang secara lengkap didasari atas peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sejarah. Agama- agama lain adalah sistim-sistim, teori-teori, atau pewahyuan- pewahyuan yang tidak terkait dengan periode sejarah. Namun injil didasari pada fakta-fakta sejarah dari kehidupan, kematian, penguburan, dan kebangkitan Yesus Kristus (lihat 1 Korintus 15:3-7). Ini penting, karena kematian kita dengan Kristus didasari pada peristiwa sejarah – kematian Yesus.

Paulus berkata bahwa sampai kodrat lama ini – kodrat Adam, pemberontak yang Paulus sebut “manusia lama” mati – kita adalah budak-budak dosa.

Manusia lama ini – kedagingan – kodrat yang kita warisi karena kita keturunan Adam. Adam tidak pernah memperanakkan anak-anak sebelum ia dalam pemberontakkan. Meski demikian, semua keturunan Adam sejak itu memiliki dalam diri mereka kodrat pemberontak. Hanya ada satu solusi untuk dilema ini, hanya ada satu jalan untuk menangani manusia lama, karena di hati ia pemberontak. Apa itu? Solusi Allah adalah “eksekusi.”

Allah tidak mencoba memperbaiki manusia lama. Ia tidak mengirimnya ke gereja. Ia tidak mencoba mengajarnya. Ia mengeksekusinya. Kabar baiknya dengan belas kasih Allah, eksekusi ini terjadi ketika Yesus mati di salib.

Paulus melengkapi pikirannya ketika ia menulis, “Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa.” Terjemahan Roma 6:7 ini diikuti dalam setiap versi Alkitab. Namun jika kita terjemahkannya secara harfiah dari teks Yunani, “….dibenarkan dari dosa.” Kita dibebaskan karena sekali kita membayar hukuman terakhir, kita dibenarkan.

Sekali kita mati, hukum tidak memiliki apa-apa atas kita. Tidak bisa melakukan apa-apa terhadap kita. Jadi, kematian adalah jalan satu- satunya keluar dari dominion hukum. Juga jalan keluar satu-satunya dari dominion dosa.

Paulus membangun diatas kebenaran ini dalam Roma 6:14: “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.” Apakah kita dibawah hukum atau dibawah kasih karunia? Kita tidak bisa di bawah keduanya. Jika kita dibawah hukum, kita “tidak” dibawah kasih karunia. Jika kita dibawah kasih karunia, kita “tidak” dibawah hukum. Paulus dengan sangat jelas mengimplikasi dalam ayat 14 bahwa jika kita dibawah hukum, dosa “akan” memiliki dominion atas kita. Kesadaran ini mencengangkan orang-orang, namun itu cara bekerjanya.

Dalam Roma 7:5, Paulus menjelaskan kenapa ini begitu:

“Sebab waktu kita masih hidup di dalam daging, hawa nafsu dosa, yang dirangsang oleh hukum Taurat, bekerja dalam anggota- anggota tubuh kita, agar kita berbuah bagi maut.”

Perhatikan frasa “hawa nafsu dosa, yang dirangsang oleh hukum Taurat, bekerja dalam anggota-anggota tubuh kita.” Paulus berbicara secara pribadi mengenai ini dalam Roma 7:7-8, dimana ia berkata, “Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: ‘Jangan mengingini!’

Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan.”

Setiap orang sudah memiliki pengalaman ini. Begitu kita diperintahkan untuk tidak melakukan sesuatu – ketika keinginan untuk melakukannya mendapat dominion atas kita. Dosa dirangsang oleh hukum selama kita bergantung pada usaha-usaha kita sendiri.

Namun, Paulus berkata dalam Roma 7:6:

“Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat” (Roma7:6).

Kita perlu jelas mengenai poin ini. Paulus tidak berbicara tentang hukum sipil disini. Dibebaskan dari hukum tidak berarti kita bisa melanggar hukum-hukum pemerintah. Sebenarnya, Paulus mengatakan pada orang-orang Kristen mereka harus menjadi warga negara yang patuh hukum. Sebaliknya, dalam ayat ini, Paulus mengacu pada hukum sebagai cara-cara mendapatkan kebenaran dengan Allah. Itu seluruh tema pasal ini – dan ini kebenaran luar biasa yang kita temukan: salib memberi kita kebebasan absolut dari hukum.

Dalam ayat-ayat pembukaan Roma 7, Paulus menjelaskan kebebasan kita dari hukum dengan menggunakan contoh perempuan yang sudah menikah. Jika ia kawin dengan laki-laki lain sementara suaminya masih hidup, ia perempuan pezina. Meski demikian, jika suaminya mati, ia bebas untuk kawin dengan laki-laki lain.

Aplikasi Paulus untuk kita suami kepada siapa kita pertama kawin adalah kodrat kedagingan (hawa nafsu). Berada dibawah hukum seperti perayaan perkawinan dimana kita kawin dengan kodrat kedagingan.

Perjanjian hukum mensyaratkan kita bergantung pada kemampuan diri kita sendiri untuk mentaatinya, karena hukum bekerja melalui kedagingan. Jadi lagi, jika kita dibawah hukum, kita kawin dalam kedagingan. Selama kodrat kedagingan hidup, kita terikat dengan hukum dan tidak bisa kawin dengan orang lain. Namun di salib, kodrat kedagingan kita diserahkan pada kematian. Karenanya, kita sekarang bebas untuk kawin dengan orang lain – dalam Kristus yang dibangkitkan.

Ketika kita kawin dalam kedagingan, kita menghasilkan produk kedagingan. Sekarang karena kita kawin dalam Kristus yang dibangkitkan, apa yang kita hasilkan adalah produk Roh.

Dalam 2 Korintus 3:3, Paulus membuat pernyataan ini:

“Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.”

Paulus berkata, “Jika engkau ingin tahu teologiku, pergi ke Korintus. Engkau akan menemukannya tertulis disana dalam hidup orang- orang yang aku layani. Di Korintus engkau akan bertemu orang- orang yang sebelumnya pezina, mucikari, homoseks, pemabuk, dan pemeras, namun mereka sekarang menjalani kehidupan yang saleh. Itu teologiku. Mereka surat-suratku.

Dalam 2 Korintus 3:3, Paulus mengulas jantung perbedaan antara hukum dan kasih karunia. Hukum terdiri dari loh-loh batu diluar kita yang berkata, “Lakukan ini,” dan “Jangan lakukan itu.” Jawaban kita pada instruksi-instruksi ini, “Baik. Saya akan lakukan ini, dan saya tidak akan lakukan itu.” Meski demikian, kita selalu gagal, karena ada pemberontak didalam diri kita yang tidak berserah pada hukum Allah.

Kasih karunia, di lain pihak, berbeda sama sekali. Kasih karunia tidak menahan sesuatu diluar kita yang mengatakan pada kita apa yang harus kita lakukan. Sebaliknya, kasih karunia menulis hukum-hukum Allah di hati kita dengan kuasa Roh Kudus bekerja dalam kita. Itu cara kita akan hidup. Salomo berkata agar menjaga hati kita “dengan segala kewaspadaan,” karena dari situlah terpancar kehidupan.

Kita tidak bisa menulis apa yang kita coba komunikasikan dalam tulisan ini ke hati orang lain. Kita hanya bisa memasukannya kedalam tulisan – sesuatu yang diluar. Mungkin orang itu akan mengertinya dan mungkin juga tidak akan mengertinya. Meski demikian, Roh Kudus bisa menulis pesan ini di hati orang itu dengan cara yang akan merubah hidupnya. Begitupula, tidak ada dari kita dengan usaha-usaha kita sendiri, teologi, atau pelayanan kita bisa merubah orang lain. Namun jika Roh Kudus bekerja, Ia akan menulis di hati mereka yang kita layani, dan mereka akan dirubah. Itu perbedaannya; hukum eksternal, sedangkan kasih karunia internal.

Dalam Roma 8:14, Paulus menulis, “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.” Sekali kita sudah dilahirkan kembali, satu-satunya jalan untuk menjadi anak laki-laki dan perempuan dewasa Allah adalah dipimpin oleh Roh Kudus. Tidak ada jalan lain menuju kedewasaan.

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply