Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

12 Jenis Doa – Bagian 5




eBahana.com – “Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang daripadamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Matius 18:19-20). Ayat ini memberi kita prinsip penting untuk menggunakan fondasi-fondasi kita untuk berdoa efektif.

Kata Inggris (berkumpul) berarti, secara harfiah (dipimpin bersama).” Ketika kita bicara tentang dipimpin bersama dalam doa, kita sampai pada pertanyaan, dipimpin oleh siapa? Jawabannya diberikan dalam Roma 8:14: “Semua orang, yang (dipimpin) Roh Allah, adalah anak Allah.” Seperti Roh Kudus memimpin kita untuk
mengerti kehendak Allah dalam Kitab Suci, begitu pula Ia (memimpin) kita dalam berdoa.

Yesus berkata dalam ayat ini, kapan pun dua atau tiga orang dipimpin oleh Roh Kudus berkumpul, dalam nama Yesus, mereka akan mengalami kehadiran-Nya. Dan apa pun yang mereka minta, akan diberikan pada mereka.

Perhatikan Yesus tidak berkata, “Ketika dua orang Baptis berkumpul, Aku akan hadir di sana “atau” ketika 3 orang Pentakosta atau Metodis berkumpul, Aku akan hadir di sana. Banyak orang salah mengaplikasikan ayat ini. Yesus mengikatkan diri-Nya hanya dengan mereka yang (dipimpin) oleh Roh Allah untuk datang dalam nama-Nya.

Allah di sini juga memberi kita visi baru mengenai doa korporat. Dalam pandangan tradisional ayat ini, bisa dua atau tiga orang duduk berkumpul dalam kelompok. Atau bisa juga tersebar secara fisikal di tempat-tempat berbeda dalam kamar doa terpencil – namun doa-doa kita tetap sampai ke hadirat Tuhan sebagai satu suara korporat sementara kita berdoa sesuai kehendak-Nya dalam nama-Nya.

Berdoa seperti memainkan instrumen musik kita masing-masing dalam satu orkestra. Instrumen-instrumen ini adalah pujian, ucapan syukur, penyembahan, petisi, doa perantaraan atau syafaat, permohonan, perintah, komitmen, dedikasi, ketekunan, memberkati dan mengutuk. Ada 12 jenis doa. Instrumen-instrumen
ini menolong memperlengkapi kita untuk “segala doa dan permohonan…setiap waktu di dalam Roh” (Efesus 6:18).

Pertama, adalah doa pujian dan ucapan syukur. Pujian dipersembahkan kepada Allah karena siapa Dia dan apa yang Ia lakukan pada umumnya. Sedangkan ucapan syukur dipersembahkan kepada Allah karena apa yang Ia sudah lakukan bagi kita secara khusus.

Mazmur 48:1, mengatakan pada kita: “Besarlah Tuhan dan sangat terpuji.” Pujian dilakukan bersuara dan diucapkan. Pujian harus dipersembahkan berdasarkan Pribadi Allah sendiri. Ia besar dalam hikmat, besar dalam kuasa, besar dalam pekerjaan-pekerjaan kreatif-Nya, besar dalam tindakan-tindakan penebusan-Nya, besar dalam pemeliharaan-Nya atas kita. Segala sesuatu yang Allah lakukan besar. Karenanya, Ia harus dipuji. Sebagian besar dari kita tidak cukup memuji Tuhan.

Mengucap syukur dilakukan dengan bersuara. Dari seluruh kebesaran universal Allah, dijadikan spesifik untuk kasus khusus kita. Paulus berkata: “Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang” (Filipi 4:6).

Mengucap syukur dan pujian memberi kita akses pada Allah. Mazmur 100:4 berkata: “Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian (syukur), ke dalam pelataran-Nya dengan (puji-pujian), (bersyukurlah) kepada-Nya dan (pujilah) nama-Nya.”

Gerbang membawa kedalam pelataran, pelataran membawa ke dalam hadirat-Nya. Kita masuk melalui gerbang dengan mengucap syukur; melalui pelataran dengan pujian. Lalu kita sampai di sana.

Tanpa instrumen ini kita seperti penderita kusta yang datang kepada Yesus minta pertolongan. Mereka berdiri agak jauh menemui Dia dan berteriak, “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” (Lukas 17:11-19). Ia memiliki belas kasih pada mereka, namun mereka tidak memiliki akses pada-Nya. Jutaan orang Kristen berdoa seperti itu. “Tuhan, tolong saya. Saya butuh uang. Sembuhkan saya.” Tetapi mereka berteriak dari jauh karena mereka tidak menggunakan akses kepada Allah.

Dalam cerita orang kusta itu kita membaca satu dari mereka kembali untuk memberikan ucapan syukur. (Ketika ia melakukan itu, ia memiliki akses langsung pada Yesus). Alkitab berkata sepuluh dari mereka disembuhkan namun hanya satu diselamatkan. Dengan memberi ucapan syukur ia mendapat faedah-faedah spiritual sekaligus fisikal.

Satu frasa indah dalam Yesaya memberi kita bayangan memasuki hadirat Allah. Deskripsi nubuatan Kota Allah – tempat dimana Allah tinggal, rumah umat Allah. Yesaya berkata, “Tidak akan ada lagi kabar tentang perbuatan kekerasan di negerimu, tentang kebinasaan atau keruntuhan di daerahmu; engkau akan menyebutkan tembokmu (selamat) dan pintu-pintu gerbangmu (pujian)” (Yesaya 60:18).

Tembok dari kota ini (selamat) – mengacu pada pemeliharaan dan perlindungan Allah atas umat-Nya.(selamat) mencakup semua faedah dan berkat yang dibeli bagi kita melalui kematian Yesus disalib.

Kota ini yang temboknya Selamat juga memiliki gerbang. Kitab Wahyu mengatakan pada kita dengan jelas bahwa satu-satunya jalan kedalam kota mulia ini melalui gerbang (Wahyu 21:25-27;22:14). Jika kita ingin memasuki kota Selamat, jika kita ingin memasuki hadirat Allah, jika kita ingin datang memasuki
pemeliharaan, perlindungan dan berkat-berkat Allah bagi umat-Nya, kita harus masuk melalui gerbang Pujian.

Paulus berkata, “…nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan” namun ia menambahkan “dengan ucapan syukur” (Filipi 4:6) Dengan kata lain, ketika kita datang pada Allah dengan permintaan-permintaan kita, harus dimulai dengan mengucap syukur pada-Nya.

Kita (memuji) Allah karena kebesaran-Nya. Kita (mengucap syukur) karena kebaikan-Nya pada kita, karena semua yang Ia sudah lakukan bagi kita. Mengucap syukur memiliki fungsi psikologis yang sangat penting.

Membangun iman kita. Lebih sering kita mengucap syukur pada Allah untuk semua yang Ia sudah lakukan bagi kita, lebih mudah bagi kita untuk percaya bahwa Ia akan melakukan apa yang kita akan minta selanjutnya. Ini perilaku yang baik.

Kedua, adalah doa penyembahan, yang kurang dipahami dalam Kekristenan zaman sekarang. Penyembahan bukan menyanyikan nyanyian pujian atau paduan suara; penyembahan bukan deklarasi pada atribut Allah. Pujian dan ucapan syukur ekspresi bersuara. Sedangkan (doa penyembahan berhubungan dengan sikap).

Sebagian besar kata-kata yang diterjemahkan sebagai “penyembahan” dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menggambarkan (sikap tubuh). Di mana sikap diartikan dengan menundukkan kepala. Yang lain dengan menundukkan bagian atas tubuh kedepan sambil mengangkat tangan. Cara ketiga seseorang bersujud, ialah dengan muka kebawah dihadapan hadirat Satu yang ia sembah. Mengucap syukur dan memuji bersuara, keluar dari mulut kita; menyembah sebaliknya sikap posisi tubuh kita. Tidak berarti menyembah tidak bisa diekspresikan dengan bersuara, namun tanpa sikap tubuh yang benar bukan menyembah.

Menyembah menutup muka. Menundukkan kepala kita ke bawah. Tentunya, ini bukan satu-satunya deskripsi sikap tubuh. Menyembah adalah pendekatan roh kita kepada Allah. Yesus berkata, “penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran” (Yohanes 4:23).

Ini dipresentasi dalam Doa Bapa Kami: “Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga” (Matius 6:9). Setelah kita menyebut Bapa, hal selanjutnya yang kita katakan: “Dikuduskanlah nama-Mu. Karena nama-Mu kudus. Suatu privilese menggunakan nama-Nya. Kita melakukannya dengan rasa hormat dan memuja;
kita melakukannya dengan kerendahan hati; kita melakukannya dengan perasaan kagum dan terpesona.”

Itu penyembahan – hati yang tunduk rendah di hadirat Allah.

Ketiga, adalah doa petisi, minta pemenuhan kebutuhan fisikal dan material. Namun ingat: Berdoa bukan hanya mengenai apa yang kita mau dan minta. Berdoa mengetahui tujuan Allah yang diungkapkan
dalam Kitab Suci, dan lalu berdoa untuk tujuan itu.

Lihat dalam 1 Yohanes 5:14-15: “Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia (mengabulkan) doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut (kehendak-Nya).

Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya.” (Itu jenis doa petisi – minta hal-hal yang kita butuhkan). Jika kita minta sesuai kehendak-Nya, maka Ia mendengar kita. Dan jika kita tahu bahwa Ia mendengar kita, maka kita memperoleh apa yang kita minta. Jika kita mengajukan petisi dan kita berdoa sesuai kehendak Allah, kita tahu kita (sudah) menerima apa yang kita minta.

Satu rahasia besar menerima hal-hal dari Allah adalah (menerima). Banyak orang minta namun tidak pernah menerima. Yang penting bukan hanya minta, namun minta dan menerima. Satu cara untuk (tidak) menerima jawaban atas petisi kita adalah ketika kita terus menerus berdoa untuk memperolehnya. Beberapa orang berdoa masuk ke dalam iman, lalu berdoa keluar dari iman karena bimbang dan tidak percaya.

Yesus berbicara mengenai perihal petisi ini ketika Ia berkata: “apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah (menerimanya), maka hal itu akan diberikan kepadamu” (Markus 11:24). “Percaya bahwa kita (sudah) menerimanya.” Kapan kita menerima hal-hal yang kita minta? Waktu kita berdoa.

Perhatikan: Menerima tidak sama dengan memiliki. Menerima adalah menyelesaikannya; memiliki adalah pengalaman yang mengikutinya. Pengalaman aktual memiliki apa yang kita sudah doakan harus menunggu, namun dengan iman kita menerima apa yang kita doakan ketika kita berdoa.

Dalam hal berdoa tidak cukup memiliki iman. Kita butuh iman dan kesabaran. Contohnya Abraham. Allah menjanjikannya banyak keturunan ketika ia tidak memiliki anak. Namun Kitab Suci berkata, “Abraham menanti dengan (sabar) dan dengan demikian ia (memperoleh) apa yang dijanjikan kepadanya” (Ibrani 6:15). Berapa lama ia menunggu? Dua puluh lima tahun. Ia 99 tahun, sebelum ia memiliki anak yang dijanjikan. Bayangkan, ia dicobai, dengan keraguan menanti tanpa berkesudahan.

Ibrani 10:36, berkata “Sebab (kita) memerlukan ketekunan, supaya sesudah (kita) melakukan kehendak Allah, (kita) memperoleh apa yang dijanjikan itu.” Dalam jeda antara melakukan kehendak Allah dan menerima janji, kita bisa melakukan dua hal. Kita bisa bertahan atau menarik diri keluar. Jika kita menarik diri kita tidak menerima apa-apa. Jika kita bertahan kita menerima segala sesuatu yang kita minta.

Apa pengujian Allah? Ketekunan dan kegigihan.

Sesuatu yang bisa menolong kita dalam proses bertahan ini adalah mengucapkan deklarasi pengakuan iman kita dengan berani. Sebagai contoh deklarasi: “Tubuh saya adalah bait Roh Kudus; yang ditebus, disucikan dan
dikuduskan dengan darah Yesus. Anggota-anggota tubuh saya adalah instrumen-instrumen kebenaran yang diserahkan pada Allah untuk pelayanan-Nya dan untuk kemuliaan-Nya. Iblis tidak memiliki tempat dalam hidup saya, tidak berkuasa atas saya, tidak memiliki klaim yang belum diselesaikan terhadap saya. Semua sudah diselesaikan dengan darah Yesus. Saya mengalahkan Iblis dengan darah Domba dan dengan kata-kata kesaksian saya.”

Ayat lain dari 2 Korintus 2:14, “Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana.” Jika kita berjalan dalam kemenangan Kristus, keluar dari kemenangan itu ada keharuman yang berhembus keluar melalui Roh Kudus dan memberkati semua mereka yang berinteraksi dengan kita.

Pertama, meski demikian, ingat: jika kita ingin mengajukan petisi kepada Allah untuk sesuatu yang kita butuhkan, selalu mulai dengan mengucap syukur. Jangan langsung mengajukan petisi. Doa petisi adalah doa menerima, yang kadang-kadang mensyaratkan ketekunan dan kegigihan untuk bertahan. Namun ini berbeda dengan doa “persisten,” mengetuk pintu.

Keempat, adalah doa perantaraan atau syafaat, mewakili orang lain atau “intercession” adalah satu dari seni kehidupan Kristen tertinggi. Satu dari yang paling sulit dilakukan. Dibutuhkan banyak latihan, banyak keterampilan, kedewasaan. Untuk menjadi pendoa perantara berarti secara harfiah “berada diantara.” Pendoa
perantara atau “intercessor” adalah seseorang yang masuk di antara Allah dan mereka yang ia doakan.

Alkitab memberi kita beberapa contoh kasus ekstrim. Salah satunya saat Abraham berdiri antara Tuhan dan kota Sodom. Kejadian 18 menyampaikan cerita tentang Tuhan dan dua malaikat-Nya mengunjungi rumah Abraham. Abraham menawarkan mereka air untuk mencuci kaki mereka; ia memotong anak sapi untuk makan mereka; ia bercakap-cakap dengan mereka di bawah pohon terbantin.

Lalu Tuhan mengungkapkan pada Abraham tujuan-Nya berada di sana: Ia turun kedalam kota Sodom dan Gomora untuk memeriksa situasi dan mengambil tindakkan.

Ini memprihatinkan Abraham karena keponakkannya Lot, dalam kondisi mundur, tinggal di Sodom. Abraham tahu jika penghakiman turun atas Sodom, Lot dan keluarganya menjadi bagian penghakiman itu. Pada titik itu “dua malaikat” itu berpaling dari situ dan pergi menuju Sodom, namun Abraham tetap berdiri di hadapan
Tuhan (Kejadian 18:22).

Itu posisi pendoa perantara (intercessor). Abraham berdiri di depan Tuhan dan berkata, “Tuhan, tunggu sebentar. Jangan pergi dulu. Aku ingin mengatakan sesuatu.” Ia menahan Tuhan. Dan lalu mulai
melakukan tawar-menawar. Abraham minta Tuhan bersedia menyelamatkan kota-kota itu jika Ia bisa menemukan 50 orang saleh, lalu empat puluh dan seterusnya, sampai Tuhan setuju menyelamatkan Sodom demi 10 orang saleh.

Ini pewahyuan besar. Kota Sodom pada zaman Abraham – kota besar dengan populasi tidak kurang dari sepuluh ribu orang. Jika demikian, Allah berkata demi 10 orang saleh Ia akan menyelamatkan kota dengan 10.000 orang fasik. Satu dalam seribu. Itu proporsi alkitabiah yang menarik. Ayub 33:23 berkata:
“Jikalau di sampingnya ada malaikat, penengah, satu di antara seribu untuk menyatakan jalan yang benar kepada manusia…..”  Kitab Pengkhotbah 7:28, berkata: “kudapati seorang laki-laki di antara seribu.” Tampaknya kesalehan seseorang luar biasa.

Kita tahu kesimpulan ceritanya Tuhan tidak menemukan bahkan sepuluh orang saleh dalam kota, “Kemudian Tuhan menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora” (Kejadian 19:24).

Contoh alkitabiah lain mengenai doa perantaraan atau (intercession) ekstrim adalah ketika Musa berdoa untuk Israel setelah mereka membuat patung lembu dari tuangan emas. Dalam Keluaran 32 kita membaca Musa sedang di Gunung Sinai bersama dengan Allah dan menerima perjanjian dari-Nya. Ketika setelah
40 hari ia tidak kembali, bangsa Israel membuat keputusan: “Musa tidak ada,” kata mereka. “Kita tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Kita butuh tuhan. Harun buatkan kita tuhan.” Maka Harun mengambil semua anting-anting emas mereka, melelehkannya dan membuat patung lembu dari emas. Bangsa Israel mulai menari-nari mengelilinginya dan menyembahnya.

Musa sedang di atas gunung dengan Tuhan, ketika Tuhan menginterupsi pembicaraan mereka. Ia berkata, “Musa, engkau harus tahu apa yang terjadi di bawah di kaki gunung.” Ada pembicaraan begitu intim antara mereka. Baik Allah maupun Musa tidak bertanggung jawab atas tindakkan bangsa Israel.

“Berfirmanlah Tuhan kepada Musa: “Pergilah, turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak lakunya. Segera juga mereka menyimpang dari jalan yang Kau perintahkan kepada mereka; mereka telah membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah dan mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai Israel, inilah Allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.”

Lagi firman Tuhan kepada Musa: “Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk. Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murka-Ku bangkit terhadap mereka dan Aku akan membinasakan mereka, tetapi engkau akan Ku buat menjadi bangsa yang besar” (Keluaran 32:7-10).

Ia berkata, “Musa, menyingkirlah dari jalan-Ku dan biarlah Aku berurusan dengan bangsa ini. Musa engkau lihat, Aku bisa membinasakan mereka dan tetap memegang janji-Ku dengan Abraham, Ishak dan Yakub. Aku bisa menjadikan engkau sebagai satu yang melaluinya Aku membangun kembali bangsa besar ini.”

Musa bisa berkata, “Baik, Allah, musnahkanlah orang-orang ini. Lagipula, mereka sudah menjadi beban bagiku sejak aku memimpin mereka keluar dari Mesir.

Mulailah denganku. Aku akan menjadi nenek moyang besar bangsa ini.”

Namun itu bukan yang Musa katakan. “Lalu Musa mencoba melunakkan hati Tuhan, Allahnya, dengan berkata: “Mengapakah, Tuhan, murka-Mu bangkit terhadap umat-Mu, yang telah Kau bawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat?” (Keluaran 32:11). Dengan kata lain, “Tuhan,
mereka bukan milikku; mereka milik-Mu! Aku tidak bisa mengatur mereka! Engkau Satu yang berurusan dengan mereka.”

Lalu pendoa rendah hati ini pergi. Ia menyatakan keprihatinan tertingginya untuk kemuliaan Allah. Ia beralasan karena Allah sudah membawa bangsa ini keluar dari Mesir, orang-orang Mesir akan berkata Ia memiliki maksud jahat terhadap bangsa Israel selama ini. Selanjutnya ia mengingatkan Allah mengenai janji-janji dan perjanjian-Nya.

“Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hamba-Mu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diri-Mu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.”

Dan menyesalah Tuhan karena malapetaka yang dirancangkan-Nya atas umat-Nya” (Keluaran 32:13-14).

Setelah menahan tangan Tuhan, Musa turun ke kaki gunung, menangani bangsanya dan lalu naik lagi.

“Lalu kembalilah Musa menghadap Tuhan dan berkata: “Ah, bangsa ini telah berbuat dosa besar, sebab mereka telah membuat allah emas bagi mereka. Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kau tulis” (Kejadian 32:31-32).

Dalam pertukaran ini kita melihat doa hati, permohonan dan perantaraan (intercession) Musa yang khusyuk: “Allah, bangsa ini telah berdosa secara menyedihkan. Mereka layak mendapat pukulan-Mu. Aku minta belas kasih-Mu atas mereka. Namun jika tidak, Tuhan, biarlah penghakiman mereka turun atasku.”

Mazmur 106 memberi komentar ilahi atas insiden ini: “Mereka membuat anak lembu di Horeb, dan sujud menyembah kepada patung tuangan; mereka menukar Kemuliaan mereka dengan bangunan sapi jantan yang makan rumput. Mereka melupakan Allah yang telah menyelamatkan mereka, yang telah melakukan hal-hal yang besar di Mesir; perbuatan-perbuatan ajaib di tanah Ham, perbuatan-perbuatan dahsyat di tepi Laut
Teberau” (Mazmur 106:19-23).

Ketika dosa seseorang telah mengakibatkan pelanggaran, pendoa perantara (intercessor) berdiri dihadapan Allah dan berkata, “Tuhan, aku menutup (jarak pemisah). Pukulan-Mu tidak bisa jatuh ke atasnya kecuali jatuh keatasku lebih dulu.” Contoh ini juga menunjukkan posisi pemohon yang berseru minta belas kasih.

Ini bukan satu-satunya bentuk perantaraan. Pendoa perantara berpusat pada Allah. Ia tidak fokus pada problem; ia tidak fokus pada apa yang manusia bisa atau tidak bisa lakukan. Ia memiliki visi apa yang Allah bisa lakukan. Ketika pendoa perantara ditemukan di antara umat Allah, suatu tanda adanya kegagalan dalam tanggung jawab kita pada Allah dan sesama kita.

Cerita Ayub berdoa untuk keluarganya contoh lain.

“Anak-anaknya yang lelaki biasa mengadakan pesta di rumah mereka masing-masing menurut giliran dan ketiga saudara perempuan mereka diundang untuk makan dan minum bersama-sama mereka. Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian (tujuh anak-anak laki-laki dan tiga anak perempuan – 10 korban bakaran), sebab pikirnya: “Mungkin
anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.” Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa” (Ayub 1:4-5).

Ini perantaraan. Berapa jauh kita bisa menerima tanggung jawab untuk dosa orang lain? Ini apa yang Ayub lakukan untuk anakanaknya laki-laki dan anak-anaknya perempuan. Ia berkata, “Mungkin mereka sudah berdosa, aku mempersembahkan korban bakaran.” Dan ia bangun pagi-pagi untuk melakukannya. Dalam doa perantaraan secara korporat, orang-orang berkumpul untuk mempersembahkan korban mewakili seluruh tubuh, untuk berdiri sebagai representatif dihadapan Allah dan berkata, “Kita di sini mewakili jemaat kita. Tuhan, jika siapa pun sudah berdosa, kita mempersembahkan korban. Tuhan, jika Engkau ingin berbicara
pada tubuh, mereka semua tidak disini. Tetapi kita disini.”

Ayub tidak mendapat banyak untuk pengorbanannya karena semua anak-anaknya laki-laki dan perempuannya mati dalam satu momen. Namun setelah Ayub lolos ujian, Allah mengembalikkan dua kali dari yang ia miliki sebelumnya.

“Tuhan memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu; ia mendapat 14.000 unta, seribu pasang lembu, dan seribu ekor keledai betina. Ia juga mendapat 7 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan” (Ayub 42:12-13).

Satu contoh perantaraan lagi. Ini gambaran dari injil Lukas tentang Hana seorang nabi.

“Lagi pula di situ ada Hana, seorang nabi perempuan, anak Fanuel dari suku Asyer. Ia sudah sangat lanjut umurnya. Sesudah kawin ia hidup 7 tahun lamanya bersama suaminya, dan sekarang ia janda dan berumur 84 tahun. Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa. Dan pada ketika itu juga datanglah ia ke situ (ketika Yesus sedang dipresentasikan pada Tuhan) dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem” (Lukas 2:36-38).

Perempuan tua itu tidak pernah meninggalkan Bait Allah siang malam. Ia menggunakan sebagian besar waktunya dengan berpuasa. Apa dia? Dia adalah seorang perantara (intercessor). Kenapa ia di Bait ketika ia bisa berdoa di rumahnya sendiri? Ia merepresentasi bangsanya. Ia di sana mewakili Israel berseru kepada
Allah untuk penebusan Israel. Allah memberi upah kepadanya, tahun-tahun doa dengan membiarkannya melihat Penebus dan mengenal-Nya.

Suatu hidup tersembunyi, sebagai pendoa perantara. Tidak banyak dilihat mata publik. Namun menggerakan tangan Allah.

Apakah kita bersedia mempertimbangkan tanggung jawab mempersembahkan diri kita kepada Allah sebagai seorang pendoa perantara? Ini empat kualifikasi sebagai perantara Alkitabiah.

Pertama, seorang perantara harus memiliki keyakinan absolut mengenai kebesaran Allah, namun ia harus juga yakin secara absolut bahwa Allah akan menghakimi orang fasik. Tidak ada ruang untuk agama yang berpikir Allah terlalu baik untuk menghakimi dosa. Siapa pun yang berpikir seperti itu tidak bisa memenuhi syarat
menjadi pendoa perantara. Seorang perantara harus memiliki visi jelas mengenai keadilan absolut dan bahwa tidak bisa dihindarinya penghakiman Allah.

Kedua, ia harus memiliki keprihatinan memuliakan Allah. Ini kenapa Musa dua kali menolak tawaran menjadi nenek moyang bangsa Israel – bangsa terbesar di bumi. Ia berkata, “Allah, itu tidak akan memuliakan Engkau. Apa yang orang-orang Mesir akan katakan tentang karakter-Mu?”

Ketiga, seorang perantara harus memiliki persahabatan intim dengan Allah. Perantara adalah seseorang yang bisa berdiri dihadapan Allah dan berbicara pada-Nya dengan terbuka, namun dengan sikap memuja dan hormat.

Terakhir, untuk menjadi pendoa perantara membutuhkan keberanian kudus. Kita harus berani mengambil risiko atas hidup kita. Harun sejenis pendoa perantara ketika ia mengambil dupa kemenyan dan berdiri di antara wabah yang Allah sudah kirim dan umat Allah yang akan di musnahkan olehnya (Bilangan 16:42-48).
Sebagai pendoa perantara kita berkata, “Saya menghadapi risiko kematian, namun saya akan tetap berdiri disini.”

Kelima, adalah doa permohonan. Permohonan kata yang rumit untuk beberapa orang. Ketika kita memohon atau kita pemohon, hanya ada satu hal yang kita minta: (belas kasih). Sering dikaitkan dengan perantaraan.

Mari kita lihat dua nas yang menggambarkan ini. Zakharia 12:10, suatu nubuatan yang diarahkan pada Israel. Tuhan berbicara dan Ia berkata: “Aku akan mencurahkan roh pengasihan dan roh permohonan atas keluarga Daud dan atas penduduk Yerusalem.”

Perhatikan urutannya: pertama pengasihan (belas kasih), lalu permohonan. Jika kita berkata, “Allah, saya ingin datang kehadapan-Mu dengan permohonan,” Allah akan berkata, “Jika Aku tidak memberimu kasih karunia, engkau tidak bisa melakukannya.” Sebenarnya tidak ada doa yang bisa dipanjatkan kepada Allah tanpa kasih karunia-Nya. Jika tidak dimulai dengan kasih karunia Allah, tidak ada nilainya.

Bagian selanjutnya dari ayat itu dalam Zakharia 12 ditulis: “mereka akan memandang kepada dia yang telah mereka tikam, dan akan meratapi dia seperti orang meratapi anak tunggal, dan akan menangisi dia dengan pedih seperti orang menangisi anak sulung.”

Ayat ini menggambarkan titik balik penanganan Allah atas Israel. Titik dimana mereka datang untuk bertobat dan mengakui Mesias, dibawa oleh Roh kasih karunia dan permohonan.

Allah logikal. Ketika Bapa mengutus Yesus ke Israel, Israel sebagai bangsa menolak-Nya. Allah tidak menolak umat-Nya, meski lalu Ia mengutus Roh Kudus. Namun ketika mereka menolak Roh Kudus, tidak ada lagi yang Ia bisa lakukan. Itu keputusan terakhir mereka melawan Allah. Yesus berkata, “Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni” (Matius 12:31).

Ibrani 4 memberi gambaran indah lain mengenai permohonan. Ibrani ditulis kepada orang-orang percaya Yahudi. “Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibrani
4:16).

Allah duduk diatas takhta, namun takhta kasih karunia. Dan untuk apa kita datang? (Untuk mendapatkan belas kasih dan menemukan kasih karunia sebagai penolong pada saat kita butuh). Jika kita merasa kewalahan dengan situasi yang kita hadapi dan berpikir tidak ada lagi yang bisa kita lakukan, maka dengar apa yang Allah
katakan: “Saat butuh adalah saat untuk datang.”

Orang-orang yang gagal menerima belas kasih dan kasih karunia adalah orang-orang yang tidak datang ke takhta. Kita dibutakan oleh (kebenaran diri dan kemunafikan). Ketika kita datang, kita menerima.

Keenam, adalah doa perintah membawa kita kedalam bidang berbeda – berbicara dengan agresi dan otoritas.

Yosua 10 pasal yang bagus untuk mulai. Ayat ini menggambarkan pemandangan di tengah pertempuran. Bangsa Israel mengalahkan musuh-musuh mereka, ketika hari sudah gelap. Jika harus berperang malam mereka tidak bisa menyelesaikan tugas.

“Lalu Yosua berbicara kepada Tuhan pada hari Tuhan menyerahkan orang Amori itu kepada orang Israel; ia berkata di hadapan orang Israel: “Matahari, berhentilah di atas Gibeon dan engkau, bulan, di atas lembah Ayalon!”

Maka berhentilah matahari dan bulan pun tidak bergerak, sampai bangsa itu membalaskan dendamnya kepada musuhnya. Bukankah hal itu telah tertulis dalam Kitab Orang Jujur? Matahari tidak bergerak di tengah langit dan lambat-lambat terbenam kira-kira sehari penuh.

Belum pernah ada hari seperti itu, baik dahulu maupun kemudian, bahwa Tuhan mendengarkan permohonan seorang manusia secara demikian, sebab yang berperang untuk orang Israel ialah Tuhan”
(Yosua 10:12-14).

Itu doa perintah yang ditujukan pada Tuhan. Kita bisa mengatakan pada situasi dan keadaan yang kita hadapi bagaimana harus berubah – namun kita tidak akan mendapatkan hasil kecuali kita sudah menguhubungi Tuhan lebih dulu, dan, kedua, menerima urapan untuk melepaskan doa itu.

Contoh Perjanjian Baru adalah insiden pohon ara yang Yesus kutuk. Ada dua catatan injil mengenai cerita ini. Ini yang pertama.

“Pada pagi-pagi hari dalam perjalanan-Nya kembali ke kota, Yesus merasa lapar. Dekat jalan Ia melihat pohon ara lalu pergi ke situ, tetapi Ia tidak mendapat apa-apa pada pohon itu selain daun-daun saja. Kata-Nya
kepada pohon itu: “Engkau tidak akan berbuah lagi selamalamanya!” Dan seketika itu juga keringlah pohon ara itu. Melihat kejadian itu tercenganglah murid-murid-Nya, lalu berkata: “Bagaimana mungkin pohon ara itu sekonyong-konyong menjadi kering?”

Yesus menjawab mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika (kamu percaya dan tidak bimbang), kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Ku perbuat dengan pohon ara itu, tetapi juga jikalau kamu berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! Hal itu akan terjadi. (Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya)” (Matius 21:18-22).

Perhatikan ada dua cara menggunakan kata-kata perintah yang dikemukakan disana. Satu cara terhadap hal-hal mewakili Allah; yang satunya terhadap Allah mewakili hal-hal. Yesus tidak “berdoa mengenai” pohon ara. Ia juga tidak “berdoa pada” pohon ara, yang adalah pemberhalaan. Ia “berbicara pada” pohon ara mewakili
Allah. Ini bukan doa. Ia sederhananya mengatakan pada pohon ara apa yang harus dilakukan, dan pohon ara melakukannya.

Sesuai pimpinan Roh Kudus, maka, kita bisa berbicara pada sesuatu situasi atau keadaan mewakili Allah (seperti yang Yesus lakukan pada pohon ara), atau berbicara pada Allah mewakili sesuatu hal, melalui doa.

Insiden yang sama dicatat dalam Markus 11, namun ada kebenaran lebih jauh yang diungkapkan oleh Yesus – kunci untuk mengerti semuanya.

“Pagi-pagi ketika Yesus dan murid-murid-Nya lewat, mereka melihat pohon ara tadi sudah kering sampai ke akar-akarnya. Maka teringatlah Petrus akan apa yang telah terjadi, lalu ia berkata kepada Yesus: “Rabi, lihatlah, pohon ara yang Kaukutuk itu sudah kering.”

Yesus menjawab mereka: “Percayalah kepada Allah!” (Markus 11:20-22).

Terjemahan harfiahnya “Miliki iman Allah.” Doa perintah adalah iman Allah yang diekspresikan dalam ucapan-ucapan; sehingga otoritatif seperti jika Allah Sendiri yang mengucapkannya. Dalam arti tertentu, karena kata-kata ini dihembuskan oleh Roh Allah, ucapan-ucapannya dari Allah.

Kitab Suci menegaskan bahwa kata perintah ini adalah untuk kita gunakan hari ini.

“Karena hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya. Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujan pun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumi pun
mengeluarkan buahnya” (Yakobus 5:16-18).

Dengan kata lain, melalui doa sungguh-sungguh kita bisa melakukan hal yang sama. Doa ini khususnya tepat untuk digunakan ketika kita mengikuti pengarahan Yesus mengusir roh-roh jahat (Markus 16:17).

Ketujuh, adalah doa komitmen. Sangat penting untuk dimengerti. Seperti dengan doa petisi, kadang-kadang cukup berdoa sekali dan stop.

Ini contoh doa komitmen. Kita akan mengenali bagian pertama dari ayat ini dari Mazmur yang dikutip oleh Yesus di salib: “Ke dalam tangan-Mullah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku, ya Tuhan, Allah yang setia” (Mazmur 31:6).

Ada waktu-waktu ketika keputusan-keputusan terbaik kita untuk menyerahkan situasi-situasi kita pada Tuhan adalah dengan melepaskan tangan.

Mazmur 37:5 memberi dorongan ini: “Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak.”

Komitmen adalah tindakkan. Dan sekali kita menyerahkan, kita tidak boleh kembali dan melihat apakah segala sesuat bekerja sesuai keinginan kita. Kita cukup mempercayainya saja. Jika kita menyerahkan sesuatu pada Tuhan, tinggalkan. Jika kita berserah, maka kita harus percaya. Dan sementara kita percaya, Tuhan yang
mengurusnya.

Kedelapan, adalah doa dedikasi. Ini mirip dengan doa komitmen. Dalam dua doa ini kita memberi objek doa kita kepada Tuhan, namun dalam doa dedikasi, hal yang kita persembahkan adalah diri kita sendiri. Dalam doa dedikasi kita memisahkan diri kita dan memilih untuk mengkonsekrasi atau menguduskan diri untuk
pekerjaan khusus atau panggilan yang Allah telah letakkan atas hidup kita.

Kita menemukan contoh ini dalam Yohanes 17:19, bagian dari apa yang kita sebut Doa Imam Besar Yesus. Ia berbicara tentang hubungan-Nya dengan murid-murid-Nya dan dengan Bapa. Ia berkata, “Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran.” Seperti Yesus, jika kita memilih
memisahkan diri kita untuk Allah, maka kita milik Allah. Kita dalam tangan-Nya dan tidak di ijinkan melakukan apa yang kita mau.

Yesus berkata dalam Yohanes 10:36 bahwa Bapa sudah menguduskan-Nya dan mengutus-Nya ke dalam dunia. Bagaimana Bapa menguduskan Yesus? Ia tidak membuat-Nya kudus, karena Ia sudah kudus. Sebaliknya Ia memisahkan-Nya untuk pekerjaan yang tidak seorang pun bisa lakukan. Jadi di titik ini Yesus berkata, “Aku
menguduskan diri-Ku. Aku memisahkan diri-Ku untuk pekerjaan yang Allah sudah pilih untuk-Ku.”

Dengan pengudusan inisiatifnya selalu dari Allah. Kita tidak bisa menguduskan diri kita sendiri untuk sesuatu yang Allah belum kuduskan kita. Kita harus menemukan untuk apa Allah sudah pisahkan kita. Lalu kita memisahkan diri kita untuk melakukannya, merespons dengan kehendak kita sendiri. Luar biasa banyak sekali
orang-orang Kristen lahir baru belum pernah menemukan ini. Allah sudah memisahkan kita, namun tidak menjadi efektif sampai kita memisahkan diri kita sendiri.

Kita tidak perlu melakukan ini; karena sukarela. Namun ingat Alkitab tidak memberi kita ijin untuk bersumpah dan lalu minta dirubah kembali.

Kesembilan, adalah doa persisten. Yesus mengajar murid-murid-Nya untuk berdoa doa persisten.

“Kata-Nya kepada mereka: “Jika seorang di antara kamu pada tengah malam pergi ke rumah seorang sahabatnya dan berkata kepadanya: Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan
kepadanya; masakan ia yang di dalam rumah itu akan menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepada saudara.

Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya” (Lukas 11:5-8).

Dengan kata lain, kita harus terus mengetok, membiarkan teman kita tahu ia tidak akan bisa tidur malam itu sampai ia bangun dan memberi kita roti. Yesus memuji dan menghargai sikap persisten itu: “Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang
yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan” (ayat 9-10).

Doa persisten ini berbeda dari doa petisi, yang menerima sesuatu yang di doakan bahkan meskipun sering mensyaratkan kegigihan untuk menjaga saluran hubungan dengan Allah. Dalam kasus doa petisi, kita berdoa; kita menerima; kita berkata, “Terima Kasih, Tuhan.” Itu saja. Dalam doa persisten kita terus mengetok,
mengetok, mengetok, terus meminta sesuatu yang kita inginkan sampai pintu dibuka.

Kisah Para Rasul 12 memberi kita contoh doa persisten Gereja mulamula. Raja Herodes menghukum mati Yakobus, saudara Yohanes. Lalu ia menahan Petrus untuk di hukum mati setelah Paskah. Di titik ini Gereja di Yerusalem berkumpul berdoa sungguh-sungguh doa persisten mewakili Petrus. Kadang-kadang Allah tidak bertindak hanya atas doa seorang individu. Dibutuhkan doa korporat sekelompok orang-orang percaya yang memiliki komitmen berdoa bersama.

“Demikianlah Petrus ditahan di dalam penjara. Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah” (Kisah Para Rasul 12:5). Perhatikan kata “tetapi”. “Tetapi” itu merubah arah petistiwa. Kesatuan doa korporat Gereja membuka jalan untuk intervensi seorang malaikat yang datang dari Allah dan membebaskan Petrus
keluar dari penjara.

Dengan cara ini, doa-doa Gereja untuk Petrus dijawab, namun Allah masih harus tetap menangani Raja Herodes.

Dalam ayat-ayat penutupan Kisah Para Rasul 12, Lukas menggambarkan Herodes, dalam pakaian kerajaan, duduk di takhta pengadilan berpidato kepada rakyat Tirus dan Sidon. Di akhir orasinya orang-orang menyambut dengan tepuk tangan, dan berseru, “Ini suara allah dan bukan suara manusia!” (ayat 22).
Dengan membusungkan dada dalam kesombongan atas apa yang ia capai, Herodes menerima tepuk-tangan rakyat. Catatan menyimpulkan bahwa segera setelah itu seorang malaikat Tuhan menghantam Herodes jatuh karena ia tidak memuliakan Allah. “Dan seketika itu juga ia ditampar malaikat Tuhan karena ia tidak memberi hormat kepada Allah” (ayat 23).

Lihat lagi kerja doa persisten Gereja. Semua yang sudah menentang firman dan tujuan Allah digulingkan, dan Herodes mati kematian yang menyedihkan, menderita dan memalukan. Perhatikan itu intervensi malaikat yang mengakhiri karier Herodes. Apa yang membawa intervensi malaikat dua kali dalam cerita? Doa Gereja.

Maka kita tanya diri kita dalam semua terang itu, Siapa sesungguhnya yang memerintah? Apakah Herodes atau Gereja? Jawabannya Herodes duduk di takhta, namun Gereja yang memerintah, dalam kasus ini, melalui doa persisten.

Jika kita sungguh-sungguh percaya kita akan menerimanya, asal kita tidak berhenti berdoa. Satu-satunya jalan kita kalah adalah ketika kita menyerah.

Karena banyak doa-doa persisten – dan petisi – untuk kesembuhan. Kerja mujizat dan kesembuhan berbeda. Mukjizat melebìhi kesembuhan.

Perbedaannya: Mujizat sering seketika dan bisa dilihat (visibel), sementara kesembuhan sering tidak bisa dilihat dan prosesnya bertahap. Beberapa orang masih dalam proses disembuhkan, dan karena mereka tidak mengalami mujizat mereka pikir tidak terjadi apa-apa. Padahal mereka sudah menerima kesembuhan. Ini penting untuk dimengerti.

Karena jika kita menerima kesembuhan, respons kita sangat menentukan.

Seandainya kita didoakan dan Allah menjamah kita, namun kita belum menerima kesembuhan total. Dan kita berkata, “Tidak terjadi apa-apa,” maka proses kesembuhan kita berhenti disitu.

Mukjizat biasanya dilepaskan melalui tindakkan iman sederhana. Jika kita ingin mempelajari seseorang yang mengalami banyak mukjizat, lihat nabi Elisa. Hampir setiap mukjizat yang ia lakukan dilepaskan melalui tindakkan iman yang agak konyol. Sebagai contoh, ada mata air di luar kota Yeriko yang airnya jelek. Ia mengambil wadah garam, dan membuang garam kedalam mata air dan berkata, “Maka Tuhan berkata: “Aku sudah menyembuhkan air.” Setiap orang tahu garam tidak menyembuhkan air. Namun kita bisa pergi ke mata air itu hari ini, lebih dari dua ribu tahun kemudian, dan airnya masih sembuh (bagus). Garam tidak menyembuhkan mata air, namun tindakkan kecil iman melepaskan kuasa mujizat Allah kedalamnya (lihat 2 Raja-Raja 2:19-22).

Dua doa terakhir adalah memberkati dan mengutuki. Ini doa memberkati alkitabiah yang mungkin kita kenal.

Kesebelas, adalah doa memberkati.

“Berbicaralah kepada Harun dan anak-anaknya: Beginilah harus kamu memberkati orang Israel, katakanlah kepada mereka: Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau; Tuhan menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera” (Bilangan 6:23-26).

Ini 6 berkat yang kita bisa doakan untuk seseorang yang kita ingin berkati:

(1) Tuhan memberkati kita,

(2) melindungi kita,

(3) menyinari kita dengan wajah-Nya,

(4) memberi kita kasih karunia,

(5) menghadapkan wajah-Nya kepada kita,

(6) memberi kita damai sejahtera. Masih ada satu lagi: “Demikianlah harus mereka meletakkan nama-Ku atas orang Israel, maka Aku akan memberkati mereka” (ayat 27), itu berkat ketujuh. Meletakkan nama-Nya atas mereka membuat mereka sempurna.

Bagi orang tua, itu bagaimana kita bisa memberkati anak-anak kita – kita bisa meletakkan nama Tuhan atas mereka setiap hari, dan Ia akan melindungi mereka. Suatu privilege bisa memberkati.

Kedua belas, adalah doa mengutuki. Di sisi lain dari memberkati adalah mengutuki. Sebagian besar orang Kristen tidak sadar kita juga memiliki kuasa untuk mengutuk.

Mari kembali ke cerita dalam Matius 21, mengenai Yesus berjalan melewati pohon ara yang tidak menghasilkan buah, selain daun-daun. Banyak rencana dan program dan hal-hal lain kita lihat hari ini tampak seolah-olah menghasilkan buah, namun ketika kita melihat lebih dekat ternyata sama sekali tidak berbuah. Yesus tidak masa bodoh mengenai ini. Ia tidak berkata, “tidak apa-apa tidak berbuah.” Melainkan Ia berkata, “Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya!”

Keesokan harinya, ketika mereka melewati pohon ara keringlah pohon itu sampai ke akar. Murid-murid terkesan, dan ini apa yang Yesus katakan kepada mereka: “Sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu, tetapi juga jikalau kamu berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! hal itu akan terjadi” (Matius 21:21).

Kita semua fokus memindahkan gunung, namun Yesus berkata kita bisa juga melakukan apa yang terjadi dengan pohon ara itu: mengutuk.

Jika Roh Allah mendorong kita menggunakan doa ini, bisa untuk tujuan-tujuan Allah. Yesus tidak pernah tidak perduli. Ia tidak pernah netral. Ia di satu pihak atau di pihak yang berlawanan. Ia mengharapkan setiap orang menjadi seperti diri-Nya.

Yesus berkata, “Mereka harus (persisten) dalam doa dan tidak jemu-jemu”(Lihat Lukas 18:1-8). Karakter Kristen melibatkan persistensi dalam doa. Bukan pergi kepada Allah dengan daftar belanja. Itu bukan berdoa sama sekali. Ingat Yesus berkata Bapa kita tahu apa yang kita butuhkan sebelum kita minta pada-Nya (Lihat Matius 6:8). Kita tidak perlu bilang kepada Allah apa yang kita butuhkan. Yang penting kita masuk kedalam hubungan intim dengan Allah sehingga ketika kita minta pada-Nya apa yang kita butuh, kita tahu kita akan
menerimanya.

Ada beberapa hal yang mungkin kita sudah doakan sepuluh tahun – dan belum kita terima. Ketika itu terjadi, kita akan menyadari apakah kita berdoa dalam iman atau dalam ketidak percayaan. Jika kita berdoa dalam ketidak percayaan, kita kemungkinan berkata, “Saya sudah berdoa sepuluh tahun dan tidak terjadi apa-apa.”
Namun jika kita berdoa dengan iman kita berkata, “Jawabannya adalah sepuluh tahun lebih dekat daripada ketika kita mulai berdoa.”

Ini harus menciptakan hasrat dalam diri kita untuk belajar berdoa. Luar biasa menjadi bagian dari doa ilahi. Sementara kita berdoa bersama – di bawah Roh Kudus sesuai dengan kehendak Allah yang diungkapkan dalam Firman-Nya – Yesus berkata doa-doa kita akan dijawab.

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply