Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Jangan Membela Tuhan Dalam Pelayanan!




eBahana.com – Pastor Soleman Samuel, S. Th., M. A. : Kekuatan cinta selalu dahsyat. Cinta membuat seseorang bertahan bahkan mampu eksis di tengah beragam terpaan. Karena cinta, Pastor Soleman Samuel sanggup melewati masa suram dalam pelayanan. Perjumpaannya dengan Kristus secara pribadi pada 1981 meninggalkan goresan mendalam. Bagaimana kiat suami Pastor Telly Panjaitan ini melewati berbagai hambatan?

Saya sangat bersyukur karena berbagai proses menempa saya dalam pelayanan. Setelah lulus dari Sekolah Teologi Injili Indonesia (STII), kini Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia (STTII) Yogyakarta, saya memulai pelayanan. Oleh anugerah Tuhan, saya merintis pelayanan gereja di Dusun Kiringan Mlese Balak, Cawas, Klaten. Selanjutnya saya memulai gereja di Kota Yogyakarta.

TIDAK ADA IZIN
Merintis pelayanan di Kota Gudeg cukup berliku. Pada saat saya merintis gereja di daerah Gedongkuning. Awalnya pelayanan di tempat itu tidak ada masalah berarti. Namun, ketika mulai membangun gereja pada saat itu mulai ada persoalan. Kala itu pemerintah Kabupaten Bantul tidak memberi izin. Kami telah berupaya sekuat tenaga untuk memohon izin, tetapi tidak diberi juga. Pemerintah malah meminta kegiatan pelayanan dihentikan. Namun, selama tujuh tahun kami bertahan dan memakai tempat itu untuk beribadah. Kami nekad
memakai tempat tersebut karena kalau kami pindah ke tempat lain, terus terang tidak punya dana untuk mengontrak apalagi membeli.

Ketika kami berusaha bertahan untuk beribadah di tempat tersebut, kami harus menerima kenyataan pahit. Setiap malam tempat kami dilempari batu. Saat itu anak-anak masih kecil. Pernah beberapa kali anak saya nyaris terkena lemparan batu pada waktu malam. Saya masih ingat, terkadang pagi-pagi harus kerja bakti untuk mengumpulkan batu-batu tersebut. Bayangkan hal itu terjadi bukan hanya sebulan, tetapi bertahun-tahun. Atas semua itu kami memuji Tuhan karena perlindungan-Nya atas kami sekeluarga. Dalam segala hal kami percaya Tuhan baik.

KLIMAKS
Pada berikutnya, kita tahu terjadi kerusuhan besar di Jakarta dan Solo. Saat negeri ini sedang bergolak, kesempatan itu dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Intimidasi sungguh saya rasakan. Setiap malam saya dipanggil ke kantor Kodim. Pemanggilan itu bertujuan memberitahukan agar kami menghentikan kegiatan ibadah. Mereka mengatakan kalau kegiatan tidak dihentikan, gereja itu akan ditutup paksa oleh massa.

Sebenarnya tidak ada masalah atas keberadaan kami di lingkungan tersebut. Orang-orang di sekitar kami tidak merasa terganggu dengan keberadaan gereja. Kami pun bersosialisasi dengan warga. Namun, ada pihak-pihak lain di luar lingkungan kami yang sengaja membuat kegaduhan. Mereka mengail di air keruh. Pernah suatu kali ketika kami sedang beribadah pada waktu itu, massa datang dan mengunci pintu pagar gereja dari luar. Jelas kami tidak bisa keluar. Dari luar sana mereka meneriakkan yel…yel…

Sebagai manusia biasa kami merasa takut. Apalagi seminggu kemudian, pemerintah kabupaten mengeluarkan surat penutupan gereja. Intinya segala kegiatan harus dihentikan. Tidak boleh ada pelayanan rohani. Semua kegiatan diminta dihentikan secara total.

SOPIR TAKSI
Sekali lagi saya memuji Tuhan karena dalam segala keadaan Dia tidak pernah meninggalkan kami. Anak-anak kami terus bertumbuh. Mereka juga harus sekolah. Tentu, kami membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dalam keadaan seperti itu, saya memutuskan untuk menjadi sopir taksi di Stasiun Kereta Api Lempuyangan Yogyakarta. Saat itu saya punya mobil yang bisa dipakai untuk mengantar para penumpang yang baru turun dari kereta. Mobilnya tidak terlalu bagus. Bagi saya yang penting bisa dipakai untuk bekerja.
Sambil menunggu penumpang, di mobil saya belajar. Saya menyiapkan khotbah, bahan pendalaman Alkitab, dan berbagai bahan untuk pelayanan. Saya membawa buku-buku yang bisa dipakai untuk belajar.

Oleh anugerah Tuhan, hasilnya dapat digunakan untuk membiayai kebutuhan keluarga dan menopang pelayanan. Dua tahun berlalu, saya sudah memiliki empat mobil baru yang bisa digunakan untuk mencari penumpang. Hingga 2001, saya sudah memiliki sepuluh mobil yang dapat dipakai untuk mencari penumpang.

Ya, katakanlah saya menjadi pengusaha sekaligus hamba Tuhan. Hasil dari usaha itu dipakai untuk membiayai pelayanan. Kami bisa menyewa hotel untuk kebaktian. Kami juga bisa mengontrak rumah yang cukup besar di daerah Kalasan sebagai kantor gereja dan sekretariat pelayanan.

Dalam pikiran saya, dengan uang yang saya punya, saya akan membangun gedung gereja yang besar. Saya sudah membebaskan beberapa tanah di seputar daerah kami. Ya, tujuan semua itu demi pelayanan.

GEMPA
Pada beberapa tahun yg lalu, DIY dan sekitarnya diguncang gempa. Semua jadi hancur termasuk usaha yang selama ini dibangun. Anak saya pun masuk rumah sakit. Semua berantakan. Untuk mengeluarkan anak dari
rumah sakit pun, saya tidak mampu. Gempa meluluhlantakkan semua usaha yang dibangun dari nol.

Dalam kondisi demikian, saya kembali merenung. Saya berpikir, jangan-jangan selama ini saya berusaha menolong Tuhan dalam pelayanan saya. Memang niat sudah bulat untuk membangun gereja. Namun persoalannya, dalam semua itu saya seperti menolong Tuhan. Ya, seolah-olah saya ini mempermudah kerja Tuhan. Padahal Tuhan menghendaki proses alami. Gempa menyentak saya. Saya bersyukur untuk semua ini.

Setelah gempa, kini kami sekeluarga melayani dengan hati dan konsep yang baru. Terpujilah Tuhan yang
telah mengembalikan saya kepada pelayanan yang sesungguhnya. Dengan demikian, kami senantiasa
bergantung semata-mata pada anugerah-Nya.

BUKAN TAMBAH MOBIL, TETAPI TAMBAH ANAK
Pelayanan pascagempa sungguh membawa konsep yang baru. Sebelum gempa saya berpikir dapat uang tambah mobil. Namun, dengan hati baru konsep itu berubah total. Sekarang kalau dapat uang, saya dan istri akan menambah anak he…he… Maksudnya, kami akan menambah anak panti asuhan dalam pelayanan kami.

Pada November 2011, kami telah mendirikan Panti Asuhan Buah Hati. Karena kasih Tuhan, kami mengumpulkan anak-anak yatim piatu. Mereka yang terbuang dan terabaikan kami layani melalui panti tersebut. Hingga kini kami telah memiliki sebelas anak. Kami berusaha melayani anak-anak tersebut dengan kasih Kristus. Pada saat itu kami menargetkan lima belas anak. Izin panti pun sedang dalam proses. Dalam waktu dekat izin akan segera keluar. Panti ini sepenuhnya dikelola oleh istri saya, Pastor Telly Panjaitan.
Sementara saya berkonsentrasi dalam pelayanan jemaat.

Untuk masuk ke panti, kami mematok usia. Kami menerima anak berusia 3-12 tahun. Pada usia itu kami akan
mendidik mereka dalam nilai-nilai iman. Biasanya melebihi usia itu kesukaran dalam membina jauh lebih
besar, apalagi ketika sudah mengenal pacaran. Karena itu, sekarang kalau kami dapat uang, kami akan
menambah anak. Kami mendidik dan menyekolahkan mereka agar nantinya menjadi orang yang berhasil dan cinta Tuhan. Ya, kini kami melayani dengan konsep dan hati baru. Puji Tuhan!

Oleh Pastor Soleman Samuel, S.Th., M.A. dan Pastor Telly Panjaitan, S.Th., M.A.



Leave a Reply