Sikap PGI tentang RUU Minol
Jakarta, eBahana.com
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menegaskan sikapnya untuk menghindari pendekatan
Prohobotionis (larangan buta) dan infantile (kekanak-kanakan) dalam perumusan Rancangan Undang-Undang
tentang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol). Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat
Umum (RDPU) Baleg DPR RI dengan para perwakilan majelis lintas agama, antara lain dari PGI, Matakin, PDBI,
Permabudi di Jakarta lewat sarana zoom pada Rabu (14/7)
Sikap PGI tersebut disampaikan Pdt Henrek Lokra, Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian (BKP)
PGI yang hadir bersama Jeirry Sumampow dan Chelsia Chan dari Komisi Hukum PGI. “Yang harus dikerjakan
adalah pengendalian, pengaturan dan pengawasan ketat, serta konsistensi aparat dalam penegakan hukum,
bukan larangan.” Selanjutnya menurut Pdt. Henrek kajian-kajian menyeluruh terhadap dampak minol harus
dilakukan oleh lembaga-lembaga kredibel seperti LIPI dan lainnya. Banyak budaya dan tradisi di Indonesia
menggunakan minol dalam ritual-ritual budaya maupun agama. Selain itu pendekatan ekonomi dan hukum
harus tergali secara serius sehingga tidak terkesan bahwa RUU Minol hanya upaya kodifikasi dengan
menempatkan kata ‘larangan’ tanpa mempertimbangkan hak berbudaya dalam ragam tradisi Indonesia
Disayangkan bahwa kajian mendalam terhadap persoalan ini tidak dipaparkan oleh Tim Ahli Baleg, sehingga
sulit ditakar indokator-indikator dan variabel pembenar bagi perumusan RUU Minol ini. Di antaranya, ketika
dalam TOR disampaikan bahwa selama tahun 2000 terdata 700an lebih kecelakaan akibat minol, tentu
tampilan data ini patut diuji dengan membandingkan data lainnya penyebab kecelakaan dalam 5-10 tahun
terakhir. “Tidak ada hubungan langsung antara tingkat kriminalitas dengan konsumsi alkohol jika pengawasan
dan pengendalian dilakukan dengan baik,” tegas Pdt. Henrek.
Jauh sebelumnya PGI juga mendukung sikap Pemerintah yang mencabut Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun
2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman
keras. Kala itu PGI menilai tepat pencabutan PP tersebut dan hal itu disampaikan oleh Sekretaris Umum PGI
Pdt. Jacky Manuputty. “Kalau presiden mencabutnya maka sudah tepat karena khusus untuk minol tidak perlu
dibuatkan perpres baru. Bisa diberlakukan perpres yang sudah ada, yakni perpres No. 74 tahun 2013. Di situ
sudah cukup jelas landasannya bagi pengelolaan industri miras di Indonesia. Jauh lebih penting mengatur tata
kelolanya dengan baik,” kata Pdt. Jacky.
[Humas PGI/kay]